Artahsasta II

(Dialihkan dari Artahsasta II dari Persia)

Artahsasta II (/ˌɑːrtəˈzɜːrksz/ (bahasa Persia Kuno: 𐎠𐎼𐎫𐎧𐏁𐏂𐎠, artinya "yang pemerintahannya melalui kebenaran")[1] adalah Raja Diraja (Kaisar) Iran dari Dinasti Akhemeniyah, berkuasa pada tahun 404–358 SM. Dia mewarisi takhta sepeninggal ayahnya, Darius II. Sepeninggalnya, takhta diwariskan pada putranya, Artahsasta III.

Artahsasta II
Ukiran Artahsasta II di makamnya di Parsa, Iran.
Raja Diraja Iran
Berkuasa404–358 SM
PendahuluDarius II
PenerusArtahsasta III
Informasi pribadi
KelahiranArsames
453 atau 445 SM[1]
Kematian358 SM
Pemakaman
AyahDarius II
IbuParysatis
PasanganStateira
AnakArtahsasta III
AgamaZoroastrianisme

Penulis Yunani menjulukinya "Mnemon" (bahasa Yunani Kuno: Μνήμων; bahasa Persia Kuno: abiataka), berarti "mengingat"; "memiliki ingatan bagus."[2] Artahsasta II juga tercatat sebagai kaisar pertama yang menyebarkan penggunaan patung di kuil ibadah. Pada masa sebelumnya, bangsa Persia tidak menggunakan gambar dan patung untuk menggambarkan dewa.

Perseteruan dengan Koresy Muda

Sebelum Artahsasta II bisa naik takhta, ia menghadapi masalah yang akan mengancam legitimasinya sebagai penguasa Kekaisaran Akhemeniyah. Koresy Muda, yang pada saat itu ditunjuk sebagai gubernur Asia Kecil, juga telah mengklaim takhta. Upaya penggulingannya mulai menjadi perhatian Artahsasta lantaran dari Tissafernis, satrap Karia pada saat itu, mengungkapkan bahwa klaim Koresy Muda untuk berada di ekspedisi militer untuk menyerang Pisidia memiliki banyak kejanggalan, membuatnya percaya bahwa Koresy berencana untuk memberontak. Klaim ini menjadi kenyataan ketika Koresy mulai mencari dukungan politik untuk kampanyenya. Koresy mendapat dukungan dengan Sparta, yang mengirim tentara untuk membantu kampanye melawan Artahsasta II. Secara khusus, Koresy mendapat dukungan dengan kerajaan Persia Kilikia melalui pendanaan. Selama waktu ini, karena laporan Tissafernis, Artahsasta II mulai membangun kekuatan untuk melawan pemberontakan adiknya.[3]

Pada saat kematian Darius II, Koresy telah berhasil mengalahkan pihak Syria dan Kilikia dan memimpin pasukan besar yang terdiri dari pendukung awalnya ditambah mereka yang bergabung dengannya di Frigia dan sekitarnya. Setelah mendengar kematian ayahnya, Koresy Muda menyatakan klaimnya atas takhta, berdasarkan argumen bahwa ia lahir dari Darius dan Parysatis setelah Darius naik takhta, sementara Artahsasta lahir sebelum Darius II belum naik takhta.

Artahsasta II awalnya ingin menyelesaikan perseteruan secara damai, tetapi upaya perundingan gagal.[4] Di pihak lain, Koresy juga mengalami masalah dengan penduduk setempat yang setia kepada Artahsasta. Artahsasta mempertahankan posisinya melawan Koresy Muda yang didukung pasukan besar tentara bayaran Yunani yang disebut "Sepuluh Ribu" untuk merebut takhta. Meskipun tentara gabungan Koresy berjuang untuk kemenangan taktis pada Pertempuran Kounaxa di Babil (401 SM), Koresy sendiri terbunuh sehingga kemenangan pasukannya menjadi tidak berarti.

Masa kekuasaan

Yunani

Artahsasta terlibat dalam perang dengan bangsa Sparta yang merupakan mantan sekutu Iran selama Perang Korintus (395-387 SM). Di bawah kepemimpinan Raja Agesilaos II, Sparta telah memulai dengan menduduki Asia Kecil pada 396-395 SM. Untuk mengalihkan perhatian Sparta ke urusan Yunani, Artahsasta melalui dutanya, Timokratis dari Rhodes, mendanai musuh-musuh Sparta, khususnya Athena, Thiva, dan Korintus yang menerima dana besar-besaran. Puluhan ribu darik, mata uang utama Akhemeniyah, digunakan untuk menyuap negara-negara Yunani untuk memulai perang melawan Sparta.[5] Langkah ini menarik Sparta ke dalam perseteruan yang kemudian dikenal sebagai Perang Korintus. Menurut Plutarkhos, Agesilaos berkata saat meninggalkan Asia Kecil, "Aku telah diusir oleh 10.000 pemanah Persia". Pemanah adalah sebutan Yunani bagi koin darik lantaran desainnya yang bergambar pemanah, lantaran uang sebanyak itu telah dibayarkan kepada politisi di Athena dan Thiva untuk memulai perang melawan Sparta.[5][6][7]

Iran yang bersekutu dengan Athena berhasil menghancurkan armada Sparta di Pertempuran Knidos (394 SM). Setelah itu, satrap Iran dari Hellespontine Frigia, Farnabazos II, bersama dengan mantan laksamana Athena Konon, menyerbu pantai Peloponnesos dan memberikan tekanan pada pihak Sparta. Hal ini membuat kedudukan Athena menguat dan mulai membawa kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil di bawah kendalinya, membuat Artahsasta II khawatir bahwa Athena menjadi terlalu kuat.

Pada 386 SM, Artahsasta II mengkhianati sekutunya dan membuat kesepakatan dengan Sparta melalui Perjanjian Antalkidas. Artahsasta kemudian memaksa mantan sekutunya untuk berdamai. Perjanjian ini mengembalikan kendali kota-kota Yunani Ionia dan Aiolis di pantai Anatolia kepada Iran, sambil memberikan dominasi Sparta di daratan Yunani. Pada 385 SM, ia melancarkan kampanye melawan bangsa Kadusi yang mendiami sebelah barat daya Laut Kaspia.

Mesir

Semenjak masa Darius II, Amenirdisu telah melakukan pemberontakan di Mesir melawan Iran. Setelah Darius mangkat, Amenirdisu menyatakan dirinya sebagai firaun pada 404 SM.[8]

Meskipun berhasil dalam peperangan melawan Yunani, Artahsasta menghadapi lebih banyak kesulitan melawan orang Mesir yang berhasil memberontak pada permulaan pemerintahannya. Pada 377 SM, Farnabazos II yang telah membuktikan kemampuannya melawan Sparta ditugaskan kembali oleh Artahsasta II untuk membantu memimpin ekspedisi militer, kali ini untuk meredam pemberontakan di Mesir.[9]

Setelah empat tahun persiapan di Syria, Farnabazos mengumpulkan kekuatan ekspedisi 200.000 tentara Iran, 300 trireme, 200 galai, dan 12.000 orang Yunani di bawah Iphikrates.[10] Pihak Iran juga telah memberikan tekanan pada Athena untuk memanggil kembali jenderal Yunani Chavrias yang melayani orang Mesir, tetapi sia-sia.[11] Penguasa Mesir saat itu, Firaun Nectanebo I, dengan demikian didukung oleh Jenderal Athena Chavrias dan tentara bayarannya.[12]

Pasukan Iran mendarat di Mesir dengan jenderal Athena Iphikrates dekat Mendes pada 373 SM.[13] Namun pasukan ekspedisi terlalu lambat, memberi waktu kepada pihak Mesir untuk memperkuat pertahanan. Pada akhirnya, upaya menundukkan Mesir setelah beberapa pekan peperangan mengalami kegagalan. Namun pada akhir masa pemerintahannya, tentara Iran berhasil mengalahkan upaya gabungan Mesir–Sparta untuk menguasai Fenisia. Penyerangan Mesir tersebut adalah akhir dari karier militer Farnabazos yang berusia lebih dari 70 tahun. Farnabazos digantikan oleh Datama untuk memimpin ekspedisi kedua ke Mesir, tetapi ia gagal dan kemudian memulai pemberontakan para satrap pada tahun 372-362 SM.[14]

Pemberontakan para satrap

Kekalahan Iran di Mesir menyebabkan kerusuhan di kalangan bangsawan. Dari 372 SM, banyak satrap barat Kekaisaran Iran mulai memberontak melawan Artahsasta dalam peristiwa yang disebut Pemberontakan Besar Para Satrap. Menyusul kegagalan Farnabazos di Mesir, Datama telah dipercayakan oleh Artahsasta dengan komando utama pasukan yang dirancang untuk pendudukan Mesir, tetapi intrik musuh-musuhnya di istana Iran dan risiko yang dihadapinya, membuatnya untuk mengubah rencana dan membuang kesetiaan kepada Artahsasta. Datama mundur dengan pasukan di bawah komandonya ke Kapadokia dan bersekutu dengan satrap lain untuk melakukan pemberontakan.

Firaun Nectanebo memberikan dukungan keuangan kepada pemberontakan ini dan menjalin kembali hubungan dengan Sparta dan Athena.[15] Artahsasta II akhirnya menumpas pemberontakan para satrap pada 362 SM.

Perundingan damai

Artahsasta kembali berusaha menengahi konflik antara negara-kota Yunani pada saat hegemoni Thiva, khususnya Perang Thiva–Sparta. Dia mengirim Philiskos dari Abydos, seorang wakil gubernur dan komandan militer untuk satrap Ariobarzan, ke Delphi untuk membantu Yunani merundingkan perdamaian.[16][17][18] Tujuan Philiskos adalah untuk membantu menengahi Perdamaian Bersama antara para pejuang Yunani yang bersatu kembali di Delphi. Negosiasi gagal ketika Thiva menolak untuk mengembalikan Messinia ke Sparta.[18]

Sebelum kembali ke Abydos, Philiskos menggunakan dana Akhemeniyah untuk membiayai pasukan Sparta, menunjukkan bahwa ia bertindak untuk mendukung Sparta sejak awal. Dengan pembiayaan Akhemeniyah dari tentara baru, Sparta mampu melanjutkan perang.[19] Di antara tentara bayaran yang dia rekrut, Philiskos memberikan 2.000 kepada Sparta. Dia juga mungkin memberikan dana kepada orang Athena dan berjanji kepada mereka, atas nama Kaisar, untuk membantu mereka memulihkan Gallipoli secara militer.[16] Baik Philiskos dan Ariobarzan dijadikan warga negara Athena, suatu kehormatan luar biasa yang menunjukkan layanan penting yang mereka berikan kepada negara.[16]

Selama musim gugur 367 SM, Sparta, kemudian diikuti oleh pihak Athena, Arkadia, Argos, Elis, Thiva, dan negara-kota Yunani lainnya, mengirim utusan ke Susan dalam upaya untuk mendapatkan dukungan dari Artahsasta II dalam konflik Yunani.[18] Raja Achaemenid mengusulkan perjanjian damai baru, kali ini sangat mendukung Thiva, yang mengharuskan Messinia untuk tetap merdeka dan armada Athena dibongkar. Usulan perdamaian ini ditolak oleh sebagian besar negara kota Yunani kecuali Thiva.[19][20]

Sparta dan Athena kemudian memutuskan untuk secara berhati-hati memberikan dukungan militer kepada penentang Artahsasta. Athena dan Sparta memberikan dukungan untuk para satrap yang memberontak, khususnya Ariobarzan. Sparta mengirim pasukan pada Ariobarzan di bawah Agesilaos II yang menua, sementara Athena mengirim pasukan di bawah Timoteos. Pasukan tentara bayaran Athena di bawah Chabrias juga dikirim ke Firaun Djedhor, yang juga berperang melawan Artahsasta.[19]

Proyek pembangunan

Banyak harta kekayaan Artahsasta digunakan untuk proyek-proyek pembangunan. Ia memugar istana Darius I di Susan,[21] dan juga benteng-benteng pertahanan; termasuk kubu di sudut tenggara dari kompleks tertutup dan memberikan kota Ekbatana suatu apadana dan patung-patung baru. Tampaknya ia tidak membangun banyak di Parsa.

Agama

Herodotos menulis "(bangsa Persia) tidak memiliki gambar dewa, tidak ada kuil atau altar, dan menganggap penggunaannya sebagai tanda kebodohan. Saya pikir ini berasal dari ketidakpercayaan mereka bahwa para dewa memiliki sifat yang sama dengan manusia, seperti yang dibayangkan orang Yunani."[22] Sarjana-imam Babilonia Berosus mencatat bahwa Artahsasta II adalah orang pertama yang membuat patung dewa dan menempatkannya di kuil-kuil di banyak kota besar kekaisaran.[23] Berosus juga mendukung Herodotos ketika dia mengatakan bahwa bangsa Persia tidak mengenal gambar dewa sampai Artahsasta II mendirikan gambar tersebut.

Tentang sarana pengorbanan, Herodotos menambahkan "mereka tidak mengangkat mezbah, tidak menyalakan api, tidak menuangkan persembahan."[24] Pernyataan ini ditafsirkan menunjukkan sebuah penambahan penting pada Zoroastrianisme. Sebuah altar dengan kayu bakar dan ritual Yasna dengan menuangkan minuman persembahan diidentifikasi sebagai bagian dari Zoroastrianisme modern. Praktik tersebut tampaknya belum berkembang pada pertengahan abad ke-5. Boyce juga menetapkan perkembangan itu pada masa pemerintahan Artahsasta II (abad ke-4 SM), sebagai tanggapan ortodoks terhadap inovasi kultus kuil.

Keluarga

Orang tua

Pasangan dan keturunan

Dilaporkan ia mempunyai banyak istri. Pasangan utamanya adalah Permaisuri Stateira, sampai ia diracuni sampai mati oleh ibu Artahsasta, Parysatis, pada sekitar tahun 400 SM. Istri utamanya yang lain adalah seorang perempuan Yunani dari Phokaia bernama Aspasia (tidak sama dengan selir Perikles). Artahsasta II dikatakan mempunyai lebih dari 115 putra dari 350 istri.[25]

  • Stateira
    • Artahsasta III, Raja Diraja Iran pada 358–338 SM
    • Darius
    • Ariaspa atau Ariarathes
    • Rhodogune,istri satrap Arvanta I
    • Atossa
  • istri-istri lain
    • Arsames
    • Mihrdat
    • Phriapatius (?), kemungkinan leluhur dari Dinasti Arsak
    • Amestris
    • Apama, istri Farnabazos II
    • Ocha, ibu dari salah satu istri Artahsasta III
    • seorang putri yang menjadi istri Tissafernis
    • 112 putra-putra lain yang tidak disebut namanya

Identifikasi

Ada pendapat bahwa raja "Ahasyweros" yang disebut dalam Kitab Ester adalah raja Artahsasta II. Plutarch dalam karyanya Lives (75 M) mencatat nama-nama lain Oarses dan Arsicas untuk Artaxerxes II Mnemon, yang masing-masing digunakan oleh Deinon (~ 360-340 SM[26]) dan Ctesias (tabib raja Artexerxes II[27].[28] Nama-nama ini diturunkan dari nama Persia Khshayarsha yang juga dialihaksarakan sebagai "Ahasuerus" ("Ahasyweros"; "Xerxes") dan hypocoristicon "Arshu" untuk Artaxerxes II ditemukan pada suatu inskripsi kontemporer (LBAT 162[29]). Sumber-sumber ini dipakai untuk mengusulkan identifikasi "Ahasyweros" sebagai Artahsasta II mengingat nama-nama yang digunakan pada sumber-sumber Ibrani dan Yunani, yang juga sesuai dengan informasi konstektual dari Pseudo-Hecataeus dan Berossus[30] maupun juga disetujui oleh penempatan tarikh peristiwa oleh Al-Tabari dan Masudi. Sejarawan Siria dari abad ke-13 Bar-Hebraeus dalam karyanya Chronography, juga mengidentifikasi Ahasyweros sebagai Artahsasta II dengan mengutip sejarawan abad ke-6 M John of Ephesus.[31][32]

Zakarid-Mkhargrzeli, seorang berpengaruh dari keluarga bangsawan pada zaman pertengahan di Armenia dan Georgia, mengklaim sebagai keturunan raja Artahsasta II – dengan dasar penamaannya sebagai "Longarmed" ("lengan panjang"), yang juga merupakan makna nama mereka sendiri. Meskipun keaslian silsilah ini diragukan, hal ini menunjukkan ketenaran raja Artahsasta II.

Lihat pula

Rujukan

Daftar pustaka

Pranala luar

Artahsasta II
Lahir: ~ 436 SM Meninggal: 358 SM
Didahului oleh:
Darius II
Raja Diraja Iran
404 SM – 358 SM
Diteruskan oleh:
Artahsasta III