Yohanes Calvin

Yohanes Calvin (Inggris: John Calvin; bahasa Prancis Pertengahan: Jehan Cauvin; Prancis: Jean Calvin [ʒɑ̃ kalvɛ̃]; 10 Juli 1509 – 27 Mei 1564) adalah seorang teolog, pendeta, dan reformator Prancis di Jenewa selama Reformasi Protestan. Ia adalah tokoh utama dalam pengembangan sistem teologi Kristen yang kemudian disebut sebagai Calvinisme, termasuk doktrin predestinasi dan kedaulatan mutlak Allah di dalam keselamatan jiwa manusia dari kematian dan penghukuman kekal. Doktrin Calvinis dipengaruhi dan dikembangkan dari tradisi Agustinian dan tradisi Kristen lainnya. Berbagai gereja kongregasional, Reformed dan Presbiterian, yang memandang Calvin sebagai ekspositor utama keyakinan mereka, telah menyebar ke seluruh dunia.

Yohanes Calvin
Lukisan anonim, c. 1550
LahirJehan Cauvin
(1509-07-10)10 Juli 1509
Noyon, Picardie, Prancis
Meninggal27 Mei 1564(1564-05-27) (umur 54)
Jenewa, Republik Jenewa
PendidikanUniversitas Paris
Universitas Orléans
Universitas Bourges
PekerjaanReformator, pendeta, penulis
Karya terkenalInstitutio Christianae Religionis (1536)
Kiprah di bidang teologi
EraRenaissance
Tradisi atau gerakan
Minat utamaTeologi sistematika
Gagasan terkenal
Tanda tangan
170px

Calvin adalah seorang polemikus dan penulis apologetik yang telah menimbulkan banyak kontroversi. bertukar surat dukungan dan surat sapaan dengan banyak reformator, termasuk Philipp Melanchthon dan Heinrich Bullinger. Selain karyanya yang paling penting Institutio Christianae Religionis, Calvin menulis tafsiran terhadap sebagian besar kitab dalam Alkitab, dokumen konfesional, dan berbagai risalah teologis lainnya.

Calvin memiliki latar belakang pendidikan sebagai seorang pengacara humanis. Ia berpisah dari Gereja Katolik Roma sekitar tahun 1530. Setelah timbulnya ketegangan religius di dalam kekerasan yang mematikan terhadap kaum Kristen Protestan di Prancis, Calvin melarikan diri ke Basel, tempat ia menerbitkan edisi pertama dari Institutio pada tahun 1536. Pada tahun yang sama, Calvin direkrut oleh seorang Prancis Guillaume Farel untuk bergabung dengan Reformasi di Jenewa, yang secara teratur berkhotbah di sana sepanjang minggu. Namun, dewan kota menolak implementasi gagasan-gagasan mereka, dan keduanya diusir. Atas undangan Martin Bucer, Calvin pindah ke Strasbourg dan menjadi pendeta di sebuah gereja untuk para pengungsi dari Prancis. Ia terus mendukung gerakan reformasi di Jenewa, dan pada tahun 1541 diundang kembali untuk memimpin gereja di kota itu.

Sekembalinya ke Jenewa, Calvin memperkenalkan bentuk-bentuk baru pemerintahan gereja dan liturgi, meskipun ada tentangan dari beberapa keluarga berpengaruh di kota yang mencoba mengekang otoritasnya. Selama periode ini, Michael Servetus, seorang Spanyol yang dianggap oleh umat Katolik Roma dan Protestan memiliki pandangan bidat tentang Trinitas, tiba di Jenewa. Ia dikecam oleh Calvin dan dibakar di tiang pancang karena ajaran bidat oleh dewan kota. Menyusul masuknya pengungsi yang mendukung Calvin dan pemilihan baru dewan kota, lawan-lawan Calvin terpaksa mundur. Calvin menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memperkenalkan Reformasi baik di Jenewa maupun di seluruh Eropa.

Biografi

Kehidupan awal (1509–1536)

Calvin awalnya tertarik untuk menjadi imam, tetapi ia berubah jalur untuk mempelajari hukum di Orléans dan Bourges. Lukisan berjudul Potret Yohanes Calvin Muda dari koleksi Perpustakaan Jenewa.

Masa kecil

Yohanes Calvin lahir dengan nama Jehan Cauvin pada tanggal 10 Juli 1509, di Noyon, sebuah kota di Picardie, sebuah provinsi di Kerajaan Prancis.[1] Ia adalah anak kedua dari tiga orang bersaudara yang selamat melewati masa bayi. Ibunya, Jeanne le Franc, adalah anak perempuan dari pemilik penginapan dari Cambrai. Ia meninggal saat Calvin masih kanak-kanak oleh penyebab yang tidak diketahui, setelah melahirkan empat anak lagi. Ayah Calvin, Gérard Cauvin, memiliki karier yang sukses sebagai notaris katedral dan registrar bagi pengadilan gereja. Gérard Cauvin meninggal pada tahun 1531, setelah dua tahun mengalami kanker testikular. Gérard mengharapkan agar ketiga anaknya—Charles, Jean, dan Antoine—kelak akan menjadi imam.[2]

Calvin muda sangat dewasa melampaui usianya. Pada usia 12 tahun, ia dipekerjakan oleh Charles de Hangest, uskup setempat, sebagai juru tulis dan ia menerima tonsur, yakni pencukuran rambut di ubun-ubun sebagai tanda dedikasi kepada gereja. Sebagai uskup Noyon, de Hangest adalah salah seorang dari dua belas bangsawan tertinggi di Prancis (twelve Peers of France). Calvin dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa anggota keluarga Hangest. Kedekatan ini menjadi alasan mengapa Calvin memiliki sikap dan pembawaan selayaknya seorang aristokrat.[3] Selain itu, Calvin juga mendapatkan dukungan keuangan dari keluarga Montmors yang berpengaruh.[2] Berkat bantuan mereka, ia dapat berkuliah di Collège de la Marche, Universitas Paris. DI sana ia mempelajari bahasa Latin dari salah satu guru terbaiknya, Mathurin Cordier.[4] Segera setelah menyelesaikan studinya di Collège de la Marche, ia melanjutkan kuliahnya di Collège de Montaigu dalam bidang filsafat.[5]

Studi hukum

Pada tahun 1525 atau 1526, Gérard mengeluarkan putranya dari Collège de Montaigu dan mendaftarkannya ke Universitas Orléans untuk mempelajari hukum. Menurut penulis biografi kontemporer, Theodore Beza dan Nicolas Colladon, Gérard percaya bahwa Calvin akan menghasilkan lebih banyak uang sebagai pengacara daripada sebagai seorang imam.[6] Setelah beberapa tahun studi yang sunyi, Calvin memasuki Universitas Bourges pada tahun 1529. Ia tertarik dengan Andreas Alciati, seorang pengacara humanis. Humanisme adalah sebuah gerakan intelektual Eropa yang menekankan studi klasik. Selama persinggahannya selama 18 bulan di Bourges, Calvin mempelajari bahasa Yunani Koine, sebuah keharusan untuk dapat mempelajari Perjanjian Baru.[7]

Memeluk keyakinan injili

Beberapa teori telah diusulkan mengenai tanggal Calvin berpindah keyakinan. Beberapa menempatkan tanggal ia berpindah keyakinan sekitar tahun 1533, beberapa waktu sebelum ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pendeta. Menurut pandangan ini, pengunduran dirinya adalah bukti langsung bahwa ia memeluk keyakinan injili. Namun, T. H. L. Parker berargumen bahwa, meskipun tanggal ini adalah sebuah titik akhir bagi kepindahannya, tanggal yang lebih memungkinkan adalah akhir tahun 1529 atau awal tahun 1530.[8] Bukti utama bagi kepindahannya terkandung dalam dua pernyataan yang berbeda secara signifikan mengenai kepindahannya. Dalam pernyataan pertamanya, ditemukan dalam Tafsiran Kitab Mazmur, Calvin menggambarkan kepindahannya sebagai sebuah perubahan pikiran yang mendadak, yang disebabkan oleh Allah:

Allah, dengan pertobatan yang mendadak, menaklukkan dan membawa pikiran saya kepada bingkai yang dapat diajar, yang lebih dipersulit dalam hal-hal tersebut daripada yang dapat diharapkan dari masa awal hidup saya. Setelah menerima sedikit rasa dan pengetahuan tentang kesalehan sejati, saya segera terbakar oleh keinginan yang begitu kuat untuk membuat kemajuan di dalamnya, sehingga meskipun saya tidak sama sekali meninggalkan studi lain, namun saya mengejarnya dengan lebih sedikit semangat.[9]

Dalam pernyataan kedua, Calvin menuliskan sebuah proses panjang proses panjang pergolakan batin yang diikuti dengan kegelisahan spiritual dan psikologis:

Karena sangat khawatir akan penderitaan yang telah saya alami, dan lebih lagi akan apa yang mengancam saya dalam menghadapi kematian kekal, saya, dengan penuh tanggung jawab, telah menjadikannya sebagai urusan utama saya untuk menyerahkan diri saya ke jalan-Mu, dengan mengutuk kehidupan saya di masa lalu, bukan tanpa keluhan dan air mata. Dan sekarang, ya Tuhan, apa yang tersisa bagi orang celaka seperti saya, tetapi alih-alih membela diri, dengan sungguh-sungguh memohon agar Engkau tidak menghakimi pengabaian Firman-Mu yang menakutkan itu sesuai dengan kelayakannya, yang darinya dalam kebaikan-Mu yang ajaib Engkau akhirnya menyelamatkan saya.[10]

Para sarjana telah memperdebatkan interpretasi yang tepat dari catatan-catatan ini, tetapi sebagian besar setuju bahwa perpindahan keyakinannya bersamaan dengan perpisahannya dari Gereja Katolik Roma.[11][12] Penulis biografi Calvin, Bruce Gordon, menekankan bahwa "kedua pernyataan tersebut tidak bersifat antitesis, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam ingatan Calvin, tetapi adalah dua cara yang berbeda untuk mengekspresikan realitas yang sama."[13]

Institutio

Pada tahun 1532, Calvin telah menerima gelar lisensiat dalam bidang hukum dan menerbitkan buku pertamanya, sebuah tafsiran terhadap De Clementia karya Seneca. Setelah perjalanan yang lancar ke Orléans dan kota asalnya di Noyon, Calvin kembali ke Paris pada bulan Oktober 1533. Selama masa ini, ketegangan meningkat di Collège Royal (kemudian menjadi Collège de France) antara para humanis/reformator dan para anggota fakultas senior yang konservatif. Salah satu dari para reformator tersebut, Nicolas Cop, adalah rektor dari universitas. Pada tanggal 1 November 1533, Cop menggunakan pidato inaugurasinya untuk membahas perlunya reformasi dan pembaruan di dalam Gereja Katolik Roma. Pidato tersebut memprovokasi reaksi yang keras dari anggota fakultas lainnya, yang mengecamnya sebagai bidat. Hal ini membuat Cop terpaksa melarikan diri ke Basel. Calvin, seorang teman dekat Cop, ikut terlibat dalam pelanggaran tersebut, dan selama satu tahun berikutnya ia terpaksa hidup bersembunyi. Ia terus berpindah-pindah, bernaung bersama temannya Louis du Tillet di Angoulême, dan berlindung di Noyon dan Orléans. Akhirnya, ia terpaksa melarikan diri dari Prancis selama Peristiwa Placards pada pertengahan bulan Oktober 1534. Dalam insiden itu, para reformator tak dikenal memasang plakat-plakat di berbagai kota mengkritik misa Katolik Roma, yang menyebabkan penganut Katolik Roma menanggapi dengan kekerasan terhadap orang-orang yang kelak menjadi reformator dan para simpatisan mereka. Pada bulan Januari 1535, Calvin bergabung dengan Cop di Basel, sebuah kota di bawah pengaruh yang terus bertahan dari reformator Johannes Oecolampadius yang sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya.[14]

Pada bulan Maret 1536, Calvin menerbitkan edisi pertama dari Institutio Christianae Religionis (Pengajaran Agama Kristen).[15] Karya ini adalah sebuah apologia atau pembelaan imannya dan pernyataan dari pandangan doktrinal para reformator. Bersama karya ini, ia menyertakan surat ditujukan pada Raja Francois I yang membela pengikut Reformasi dan menjelaskan bahwa mereka bukanlah bidat atau kaum revolusioner. Selain sebagai pembelaan, ia juga memaksudkan karyanya menjadi sebuah buku instruksi dasar bagi siapa pun yang tertarik dengan iman Kristen. Buku ini juga adalah ekspresi pertama dari teologinya. Calvin memperbarui karyanya itu dan menerbitkan edisi-edisi baru sepanjang hidupnya.[16] Segera setelah bukunya diterbitkan, Calvin meninggalkan Basel menuju Ferrara, Italia, tempat ia secara singkat bekerja sebagai sekretaris bagi Putri Renée dari Prancis. Pada bulan Juni, ia telah kembali ke Paris bersama saudaranya Antoine, yang menyelesaikan urusan ayah mereka. Menyusul dikeluarkannya Maklumat Coucy, yang memberikan jangka waktu terbatas enam bulan bagi para bidat untuk berekonsiliasi dengan keyakinan Katolik, Calvin memutuskan bahwa tidak ada masa depan baginya di Prancis.[17]

Masa pertama di Jenewa (1536–1538)

Undangan dari Farel

Guillaume Farel adalah reformator yang membujuk Calvin untuk menetap di Jenewa. Lukisan abad ke-16. Dalam Bibliothèque Publique et Universitaire, Jenewa.

Pada bulan Agustus 1536, ia melakukan perjalanan menuju Strasbourg, sebuah kota kekaisaran merdeka dari Kekaisaran Romawi Suci dan tempat perlindungan bagi para reformator. Karena manuver militer dari tentara kekaisaran dan Prancis, ia terpaksa mengambil jalan memutar ke selatan, yang membawanya ke Jenewa. Calvin awalnya hanya berniat untuk singgah hanya semalam, tetapi Guillaume Farel, seorang reformator Prancis yang menetap di kota tersebut, memohonnya untuk tetap tinggal dan membantunya dalam kerjanya untuk mereformasi gereja di sana. Tentang permohonan Farel ini, Calvin menulis, "Saya merasa seolah-olah Allah sendiri dari surga telah menyuruh saya untuk menghentikan perjalanan saya." Calvin menerima peran barunya tanpa prasyarat apa pun mengenai tugasnya atau kewajibannya.[17] Apa jabatan yang ia pada awalnya terima tidak diketahui. Ia pada akhirnya diberikan gelar "lektor", yang kemungkinan besar berarti ia dapat memberikan kuliah ekspositori tentang Alkitab. Sekitar tahun 1537, ia dipilih menjadi seorang "pendeta" meskipun ia tidak pernah menerima pentahbisan pendeta.[18] Untuk pertama kalinya, pengacara-teolog ini mengambil kewajiban pastoral seperti baptisan, pernikahan, dan kebaktian gereja.[19]

Pada akhir tahun 1536, Farel menyusun sebuah draf pengakuan iman, dan Calvin menuliskan pasal-pasal terpisah mengenai mengorganisasi ulang gereja di Jenewa. Pada tanggal 16 Januari 1537, Farel dan Calvin mengajukan Articles concernant l'organisation de l'église et du culte à Genève (Pasal-Pasal mengenai Pengorganisasian Gereja dan Peribadatannya di Jenewa) karya mereka kepada dewan kota.[20] Dokumen ini menjelaskan cara dan seberapa sering mereka merayakan Perjamuan Kudus, alasan dan cara dari ekskomunikasi, persyaratan untuk menyetujui dan menandatangani pengakuan iman, penggunaan menyanyi secara berjemaat dalam liturgi, dan revisi dari hukum pernikahan. Dewan menerima dokumen itu pada hari yang sama.[21]

Pengusiran

Seiring berjalannya tahun itu, reputasi Calvin dan Farel dengan dewan mulai memburuk. Dewan kota enggan memberlakukan kewajiban untuk menandatangani pengakuan, karena hanya sedikit warganegara yang telah menandatangani pengakuan iman mereka. Pada tanggal 26 November, kedua pendeta berdebat dengan dewan mengenai isu ini. Apalagi, Prancis sedang tertarik membentuk aliansi dengan Jenewa, dan karena kedua pendeta adalah orang Prancis, para anggota dewan mulai meragukan kesetiaan mereka. Pada akhirnya, terjadi sebuah perselisihan gerejawi-politis ketika kota Bern, sekutu Jenewa dalam reformasi gereja-gereja Swiss, mengusulkan keseragaman dalam ibadah gereja. Salah satu usulannya mewajibkan penggunaan roti tidak beragi untuk Perjamuan Kudus. Kedua pendeta enggan mengikuti jejak Bern dan menunda penggunaan roti jenis itu hingga sebuah sinode di Zurich dapat diadakan untuk membuat keputusan final. Namun, dewan kota memerintahkan Calvin dan Farel untuk menggunakan roti tidak beragi untuk Perjamuan Kudus di hari Paskah. Selain itu, seorang kolega Calvin yang bernama Corauld dipenjarakan karena melanggar perintah yang melarangnya berkhotbah. Sebagai bentuk protes, mereka menolak untuk melayani perjamuan selama kebaktian Paskah. Hal ini menyebabkan kerusuhan selama kebaktian. Keesokan harinya, dewan kota memberi tahu Farel dan Calvin untuk meninggalkan Jenewa.[22]

Farel dan Calvin kemudian pergi ke Bern dan Zurich untuk mengajukan banding terhadap kasus mereka. Namun, sinode yang diadakan di Zurich menaruh sebagian besar kesalahan pada Calvin karena ia kurang bersimpati terhadap rakyat Jenewa. Sinode tersebut meminta Bern untuk melakukan mediasi dengan tujuan memulihkan kembali kedua pendeta. Dewan kota Jenewa menolak untuk menerima kembali kedua pendeta itu, yang kemudian berlindung di Basel.[23]

Persinggahan di Strasbourg (1538–1541)

Gereja Saint-Nicolas, Strasbourg, tempat Calvin berkhotbah pada tahun 1538. Bangunan ini telah dimodifikasi secara arsitektur pada abad ke-19.
Martin Bucer mengundang Calvin ke Strasbourg setelah ia diusir dari Jenewa. Ilustrasi oleh Jean-Jacques Boissard.

Permulaan

Ketika berada di Basel, Farel menerima sebuah undangan untuk memimpin gereja di Neuchâtel. Calvin juga mendapatkan undangan untuk memimpin gereja pengungsi Prancis di Strasbourg oleh para reformator terkemuka di kota itu, Martin Bucer dan Wolfgang Capito. Awalnya, Calvin menolak karena Farel tidak termasuk dalam undangan tersebut, tetapi ia kemudian berubah ketika Bucer membujuknya. Pada bulan September 1538, Calvin telah memegang jabatan barunya di Strasbourg, berharap sepenuhnya bahwa kali ini ia akan menetap secara permanen. Beberapa bulan kemudian, ia mengajukan dan diberikan kewarganegaraan kota itu.[23]

Selama tiga tahun Calvin berada di Strasbourg, ia melayani sebagai seorang dosen dan pendeta bagi orang-orang Huguenot Prancis. Ia tidak terikat pada satu gereja tertentu, tetapi memegang jabatannya secara berturut-turut di Gereja Saint-Nicolas, Gereja Sainte-Madeleine, dan bekas Gereja Dominikan, yang berganti nama menjadi Temple Neuf.[24] (Semua gereja ini masih ada, tetapi semuanya tidak dalam kondisi arsitektural pada masa Calvin.) Calvin menjadi gembala bagi 400-500 anggota dalam gerejanya. Ia berkhotbah atau memberikan kuliah setiap hari, dengan dua khotbah pada hari Minggu. Perjamuan Kudus dirayakan setiap bulan dan menyanyikan mazmur secara berjemaat didorong.[25] Calvin juga mengerjakan edisi kedua dari Institutio. Calvin tidak puas dengan struktur aslinya yang menggunakan bentuk katekismus, buku pengajaran dasar bagi anak-anak Kristen.[26]

Untuk edisi keduanya yang diterbitkan pada tahun 1539, Calvin mengubah bentuknya menjadi penjabaran yang sistematis dari doktrin-doktrin utama Alkitab. Dalam prosesnya, buku ini diperbesar dari enam bab menjadi tujuh belas.[26] Pada saat yang sama ia mengerjakan buku lain, Tafsiran Surat Roma, yang diterbitkan pada bulan Maret 1540. Buku ini menjadi model bagi buku-buku tafsirannya yang terkemudian: buku ini meliputi terjemahan kitab dalam bahasa Latin yang ia sendiri terjemahkan alih-alih menggunakan Vulgata, sebuah eksegesis, dan sebuah eksposisi.[27] Dalam halaman dedikasi, Calvin memuji karya-karya pendahulunya Philipp Melanchthon, Heinrich Bullinger, dan Martin Bucer, tetapi ia juga membedakan karyanya dari karya mereka dan mengkritik beberapa kekurangan mereka.[28]

Pernikahan

Teman-teman Calvin mendesaknya untuk menikah. Calvin mengambil pandangan yang tidak menarik, menuliskan kepada seorang koresponden:

Saya, yang memiliki sikap yang sangat memusuhi kehidupan selibat, masih belum menikah dan tidak tahu apakah saya akan menikah. Jika pun saya menikah, itu karena saya lebih terbebas dari berbagai kekhawatiran dan saya dapat mengabdikan diri saya kepada Tuhan.[29]

Beberapa calon disodorkan kepadanya, termasuk seorang wanita muda dari keluarga borjuis. Dengan berat hati, Calvin menyetujui pernikahan tersebut, dengan syarat wanita itu mau belajar bahasa Prancis. Meskipun tanggal pernikahan telah direncanakan pada bulan Maret 1540, ia tetap enggan dan pernikahan tidak pernah terjadi. Ia kemudian menulis bahwa ia tidak akan pernah berpikir untuk menikahinya, "kecuali jika Tuhan telah menghilangkan akal sehat saya".[30] Sebagai gantinya, pada bulan Agustus tahun itu, ia menikahi Idelette de Bure, janda seorang mantan Anabaptis yang memiliki dua anak dari pernikahan pertamanya.[31]

Diundang kembali ke Jenewa

Jenewa mempertimbangkan kembali pengusiran Calvin. Jumlah orang yang hadir dalam gereja menurun, dan iklim politik telah berubah. Ketika Bern dan Jenewa berselisih soal wilayah, aliansi mereka pun retak. Ketika Kardinal Jacopo Sadoleto menulis sebuah surat kepada dewan kota, mengundang Jenewa untuk kembali kepada keyakinan Katolik, dewan kota mencari otoritas gerejawi untuk memberikan tanggapan terhadapnya. Awalnya mereka meminta bantuan Pierre Viret, tetapi ketika ia menolak, dewan kota meminta Calvin. Ia setuju dan karyanya Responsio ad Sadoletum (Tanggapan kepada Sadoleto) mempertahankan dengan kuat pandangan Jenewa mengenai reformasi di dalam gereja.[32] Pada tanggal 21 September 1540, dewan kota menugaskan salah satu anggotanya, Ami Perrin, untuk mencari cara memanggil Calvin kembali. Sebuah utusan mencapai Calvin ketika ia sedang berada di dalam sebuah kolokium, sebuah konferensi untuk menyelesaikan disputasi religius, di Worms. Tanggapannya terhadap usulan ini adalah sebuah reaksi kengerian yang di dalamnya ia menuliskan, "Saya lebih baik mati seratus kali daripada salib itu yang padanya saya harus binasa setiap hari lebih dari seribu kali."[33] Namun, dalam sebuah surat kepada Farel, tertanggal 24 Oktober 1540, Calvin menuliskan:

... ketika aku ingat bahwa aku bukanlah milikku sendiri, aku serahkan hatiku, dipersembahkan sebagai korban sembelihan bagi Tuhan.[34]

Sebuah rencana disusun yang mengusulkan agar Viret ditunjuk untuk bertanggung jawab atas Jenewa secara sementara selama enam bulan, sedangkan Bucer dan Calvin akan mengunjungi kota itu dan menentukan langkah-langkah berikutnya. Dewan kota mendesak agar Calvin segera diberikan jabatan di Jenewa. Pada pertengahan tahun 1541, Strasbourg memutuskan untuk meminjamkan Calvin ke Jenewa untuk enam bulan. Calvin kembali pada tanggal 13 September 1541 dengan pengawal resmi dan sebuah kereta kuda untuk keluarganya.[35]

Masa kedua di Jenewa (1541–1555)

Reformasi di Jenewa

Dalam mendukung usulan reformasi Calvin, dewan Jenewa mengesahkan Ordonnances ecclésiastiques (Ordonansi Gerejawi) pada tanggal 20 November 1541. Ordonansi tersebut menetapkan empat kategori dari pelayanan gerejawi: pendeta untuk berkhotbah dan melayani sakramen; doktor untuk mendidik orang-orang percaya; penatua untuk memberikan disiplin; dan diaken untuk merawat yang miskin dan membutuhkan.[36] Mereka juga menyerukan pembentukan Consistoire (Konsistori), sebuah pengadilan gerejawi yang terdiri dari para penatua dan pendeta. Pemerintah kota tetap mempertahankan wewenang untuk memanggil orang ke pengadilan, dan Konsistori hanya dapat mengadili perkara gerejawi yang tidak memiliki yurisdiksi perdata. Awalnya, Konsistori mempunyai wewenang untuk menjatuhi hukuman, dengan ekskomunikasi sebagai hukuman terberatnya. Pemerintah menggugat wewenang ini, dan pada tanggal 19 Maret 1543 dewan memutuskan bahwa semua hukuman akan dilaksanakan oleh pemerintah.[37]

Calvin berkhotbah di Katedral St. Pierre, gereja utama di Jenewa.

Pada tahun 1542, Calvin mengadaptasi buku kebaktian yang digunakan di Strasbourg, dengan menerbitkan La Forme des Prières et Chants Ecclésiastiques (Bentuk-Bentuk Doa dan Kidung Pujian Gerejawi). Calvin menyadari kekuatan musik dan ia bermaksud agar musik digunakan untuk mendukung pembacaan Alkitab. Buku mazmur Strasbourg yang asli berisi dua belas mazmur karya Clément Marot dan Calvin menambahkan beberapa himne gubahannya sendiri dalam versi Jenewa. Pada akhir tahun 1542, Marot menjadi pengungsi di Jenewa dan menulis sembilan belas mazmur lainnya. Louis Bourgeois, yang juga seorang pengungsi, tinggal dan mengajar musik di Jenewa selama enam belas tahun dan Calvin mengambil kesempatan untuk menambahkan nyanyian pujiannya, yang paling terkenal adalah Old Hundredth.[38]

Pada tahun 1542 yang sama itu, Calvin menerbitkan Catéchisme de l'Eglise de Genève (Katekismus Gereja Jenewa), yang terinspirasi oleh Kurze Schrifftliche Erklärung tahun 1534 karya Bucer. Calvin sebelumnya telah menulis katekismus selama masa pertamanya di Jenewa yang sebagian besar didasarkan pada Katekismus Besar karya Martin Luther. Katekismus versi pertamanya disusun secara pedagogis, menjelaskan Hukum, Iman, dan Doa. Katekismus versi tahun 1542 disusun ulang karena alasan teologis, meliputi Iman terlebih dahulu, kemudian baru Hukum dan Doa.[39]

Para sejarawan berdebat mengenai sejauh mana Jenewa adalah sebuah teokrasi. Di sisi lain, teologi Calvin jelas menyerukan pemisahan antara gereja dan negara. Sejarawan lainnya juga telah menekankan kekuatan politik yang besar yang dimiliki oleh para klerus dalam kehidupan sehari-hari.[40][41]

Selama pelayanannya di Jenewa, Calvin menyampaikan lebih dari dua ribu khotbah. Awalnya ia berkhotbah dua kali pada hari Minggu dan tiga kali sepanjang minggu. Hal ini menjadi beban yang terlalu berat bagi Calvin dan pada akhir tahun 1542 dewan memperbolehkannya untuk berkhotbah hanya sekali pada hari Minggu. Pada bulan Oktober 1549, ia sekali lagi diminta untuk berkhotbah dua kali pada hari Minggu dan, sebagai tambahan, setiap hari kerja pada minggu-minggu bergantian. Khotbah-khotbahnya berdurasi lebih dari satu jam dan ia tidak menggunakan catatan. Seorang sekretaris sesekali mencoba mencatat khotbahnya, tetapi sangat sedikit dari khotbahnya yang dijaga sebelum 1549. Pada tahun itu, seorang juru tulis profesional Denis Raguenier, yang mempelajari atau mengembangkan sebuah sistem stenografi. ditugaskan untuk mencatat semua khotbah Calvin. Sebuah analisis khotbah-khotbahnya oleh T. H. L. Parker menunjukkan bahwa Calvin adalah seorang pengkhotbah yang konsisten dan gayanya hanya berubah sedikit selama tahun-tahun itu.[42][43] Yohanes Calvin juga dikenal karena caranya yang teliti dalam menelaah Alkitab secara berurutan dalam khotbah-khotbahnya. Dari bulan Maret 1555 hingga Juli 1556, Calvin menyampaikan dua ratus khotbah dari Kitab Ulangan.[44]

Voltaire menulis mengenai Calvin, Luther dan Zwingli, "Jika mereka mengecam hidup selibat bagi para imam, dan membuka gerbang biara, itu hanya untuk mengubah seluruh masyarakat menjadi sebuah biara. Pertunjukan dan hiburan secara tegas dilarang oleh agama mereka; dan selama lebih dari dua ratus tahun tidak ada satu pun alat musik yang diizinkan di kota Jenewa. Mereka mengutuk pengakuan dosa secara pribadi, tetapi mereka memerintahkan pengakuan dosa secara publik; dan di Swiss, Skotlandia, dan Jenewa, hal ini dilakukan sama seperti penitensi."[45]

Kehidupan pribadi

Idelette dan Calvin tidak memiliki anak yang bertahan hidup melewati masa bayi.

Sangat sedikit yang diketahui mengenai kehidupan pribadi Calvin di Jenewa. Rumahnya dan perabotan-perabotan di dalamnya dimiliki oleh dewan. Rumahnya cukup besar untuk mengakomodasi keluarganya serta keluarga Antoine beserta beberapa pelayan. Pada tanggal 28 Juli 1542, Idelette melahirkan seorang anak laki-laki, Jacques, tetapi ia lahir secara prematur dan hanya bertahan sebentar. Idelette jatuh sakit pada tahun 1545 dan meninggal pada tanggal 29 Maret 1549. Calvin tidak pernah menikah lagi. Ia mengekspresikan kesedihannya dalam sebuah surat kepada Viret:

Saya telah kehilangan sahabat terbaik dalam hidup saya, seorang yang, jika memang ditetapkan demikian, dengan sukarela akan berbagi tidak hanya kemiskinan saya tetapi juga kematian saya. Selama hidupnya dia adalah penolong yang setia dalam pelayanan saya. Darinya saya tidak pernah mengalami halangan sedikit pun.[46]

Sepanjang sisa hidupnya di Jenewa, ia memelihara beberapa pertemanan dari masa mudanya, termasuk Montmor, Cordier, Cop, Farel, Melanchthon, dan Bullinger.[47]

Munculnya oposisi

Lukisan Yohanes Calvin abad ke-16 oleh seorang pelukis yang tidak diketahui. Dari koleksi Bibliothèque de Genève (Perpustakaan Jenewa)

Calvin menghadapi perlawanan keras terhadap pekerjaannya di Jenewa. Sekitar tahun 1546, kelompok-kelompok yang tidak terkoordinasi bersatu menjadi sebuah kelompok yang ia sebut sebagai kaum libertine, tetapi mereka lebih suka disebut sebagai kaum Spirituel atau Patriot.[48][49] Menurut Calvin, mereka adalah orang-orang yang merasa bahwa setelah dimerdekakan melalui anugerah, mereka terbebas dari hukum gerejawi dan hukum sipil. Kelompok ini terdiri dari keluarga-keluarga kaya, berkuasa secara politik, dan saling terkait di Jenewa.[50] Pada akhir bulan Januari 1546, Pierre Ameaux, seorang pembuat kartu remi yang pernah berkonflik dengan Konsistori, menyerang Calvin dengan menyebutnya sebagai seorang "Picard", sebuah julukan yang menunjukkan sentimen anti-Prancis, dan menuduhnya sebagai pengajar doktrin yang keliru. Ameaux dihukum oleh dewan dan dipaksa untuk melakukan pendamaian dengan cara diarak keliling kota dan memohon pengampunan kepada Tuhan.[51] Beberapa bulan kemudian Ami Perrin, orang yang membawa Calvin ke Jenewa, pindah menjadi oposisi secara terbuka. Perrin telah menikahi Françoise Favre, putri François Favre, seorang pedagang Jenewa yang mapan. Baik istri maupun ayah mertua Perrin sebelumnya pernah berkonflik dengan Konsistori. Pengadilan mencatat bahwa banyak tokoh penting Jenewa, termasuk Perrin, telah melanggar hukum yang melarang berdansa. Awalnya, Perrin mengabaikan pengadilan ketika ia dipanggil, tetapi setelah menerima surat dari Calvin, ia hadir menghadap Konsistori.[52]

Pada tahun 1547, penentangan terhadap Calvin dan para pendeta pengungsi Prancis lainnya telah berkembang menjadi mayoritas sindik, para magistrat sipil Jenewa. Pada tanggal 27 Juni, sebuah surat ancaman yang tidak bertanda tangan dalam dialek Jenewa ditemukan di mimbar Katedral St. Pierre tempat Calvin berkhotbah. Mencurigai adanya persekongkolan melawan gereja dan negara, dewan menunjuk sebuah komisi untuk menyelidiki. Jacques Gruet, seorang anggota kelompok Favre di Jenewa, ditangkap dan bukti-bukti yang memberatkan ditemukan ketika rumahnya digeledah. Di bawah penyiksaan, ia mengakui beberapa kejahatan termasuk menulis surat yang ditinggalkan di mimbar yang mengancam para pemimpin gereja. Pengadilan sipil menjatuhi hukuman mati kepada Gruet dan ia dipenggal pada tanggal 26 Juli. Calvin tidak menentang keputusan pengadilan sipil tersebut.[53]

Kaum libertine terus menggalang oposisi, menghina para pendeta yang ditunjuk, dan menantang otoritas Konsistori. Dewan berada di antara kedua pihak yang berkonflik, secara bergantian menegur dan mendukung Calvin. Ketika Perrin terpilih sebagai sindik utama pada bulan Februari 1552, otoritas Calvin tampaknya berada pada titik terendah. Setelah beberapa kekalahan di hadapan dewan, Calvin percaya bahwa ia telah dikalahkan. Pada tanggal 24 Juli 1553, ia meminta dewan untuk mengizinkannya mengundurkan diri. Meskipun kaum libertine menguasai dewan, permintaannya ditolak. Pihak oposisi menyadari bahwa mereka dapat mengekang otoritas Calvin, tetapi mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mengusirnya.[54]

Michael Servetus

Michael Servetus bertukar banyak surat dengan Calvin hingga ia dikecam Calvin dan dieksekusi.

Titik balik dalam nasib Calvin terjadi ketika Michael Servetus, seorang polimatik Spanyol yang brilian yang memperkenalkan gagasan Islam[55] tentang peredaran darah pulmonalis ke Eropa, dan buronan dari pihak berwenang gerejawi, muncul di Jenewa pada tanggal 13 Agustus 1553. Servetus adalah seorang buronan dalam pelarian setelah ia menerbitkan Restitusi Kekristenan (1553). Seorang sarjana Calvin, Bruce Gordon, mengomentari hal ini, "Di antara pelanggaran-pelanggarannya adalah penyangkalan terhadap dosa asal dan pandangan yang aneh dan hampir tidak dapat dimengerti tentang Trinitas."[56][57]

Beberapa dekade sebelumnya, pada bulan Juli 1530, ia berdisputasi dengan Johannes Oecolampadius di Basel dan akhirnya diusir. Ia pergi ke Strasbourg dan menerbitkan sebuah pamflet yang menentang ajaran Trinitas di sana. Bucer memberikan refutasi secara terbuka dan meminta Servetus untuk pergi. Sekembalinya ke Basel, Servetus menerbitkan Dua Buku Dialog tentang Trinitas (Latin: Dialogorum de Trinitate libri duo) yang menimbulkan sensasi di antara para Reformator dan Katolik. Ketika Yohanes Calvin memberi tahu Inkuisisi di Spanyol tentang publikasi ini, sebuah perintah dikeluarkan untuk penangkapan Servetus.[58]

Calvin dan Servetus pertama kali berhubungan pada tahun 1546 melalui seorang kenalan bersama, Jean Frellon dari Lyon. Mereka bertukar surat untuk memperdebatkan doktrin. Calvin menggunakan pseudonim Charles d' Espeville dan Servetus dengan nama Michel de Villeneuve.[56] Pada akhirnya, Calvin kehilangan kesabaran dan menolak untuk menanggapi; pada saat itu Servetus telah menulis sekitar tiga puluh surat kepada Calvin. Calvin terutama sangat marah ketika Servetus mengiriminya sebuah salinan Institutio Christianae Religionis yang berisi banyak anotasi dengan argumen-argumen yang menunjukkan kesalahan-kesalahan di dalam buku tersebut. Ketika Servetus menyebutkan bahwa ia akan datang ke Jenewa, "Espeville" (Calvin) menulis surat kepada Farel pada tanggal 13 Februari 1546, yang menyatakan bahwa jika Servetus datang, ia tidak dapat menjamin bahwa ia akan selamat: "karena jika ia datang, sejauh kewenanganku, aku tidak akan membiarkannya pergi dalam keadaan hidup."[59]

Pada tahun 1553 Servetus menerbitkan Christianismi Restitutio (bahasa Indonesia: Restitusi Kekristenan), yang di dalamnya ia menolak doktrin Kristen tentang Allah Trinitas dan konsep predestinasi. Pada tahun yang sama, perwakilan Calvin, Guillaume de Trie, mengirimkan surat yang memberitahukan Inkuisisi Prancis mengenai Servetus.[60] Menyebutnya seorang "Portugis Spanyol", mencurigai dan menuduhnya[61] sebagai memiliki asal dari converso Yahudi, suatu tuduhan yang baru saja terbukti.[62][63][64] De Trie menuliskan bahwa "nama aslinya adalah Michael Servetus, tetapi saat ini ia menyebut dirinya Villeneuve, yang berpraktik sebagai dokter. Ia tinggal selama beberapa waktu di Lyon, dan sekarang ia tinggal di Vienne."[65] Ketika inkuisitor jenderal Prancis mengetahui bahwa Servetus bersembunyi di Vienne, menurut Calvin dengan nama samaran, ia menghubungi Kardinal François de Tournon, sekretaris uskup agung Lyon, untuk menangani masalah ini. Servetus ditangkap dan dibawa untuk diinterogasi. Surat-suratnya kepada Calvin disajikan sebagai bukti kebidatan, tetapi ia menyangkal telah menulisnya, dan kemudian mengatakan bahwa ia tidak yakin itu adalah tulisan tangannya. Ia berkata, setelah bersumpah di hadapan Injil suci, bahwa "ia adalah Michel De Villeneuve, seorang dokter berusia sekitar 42 tahun, seorang asal Tudela dari kerajaan Navarra, sebuah kota yang takluk pada Kaisar."[66] Keesokan harinya ia berkata: "... meskipun ia bukan Servetus, ia mengambil alih peran Servet untuk berdebat dengan Calvin".[67] Ia berhasil melarikan diri dari penjara, dan pihak berwenang Katolik menjatuhkan hukuman mati secara in absentia dengan cara dibakar secara perlahan.[68]

Dalam perjalanannya menuju Italia, Servetus singgah di Jenewa untuk mengunjungi d'Espeville. Di sana, ia dikenali dan ditangkap. Sekretaris Calvin, Nicholas de la Fontaine, menyusun daftar tuduhan yang diajukan ke pengadilan. Jaksa penuntutnya adalah Philibert Berthelier, seorang anggota keluarga libertine dan putra dari patriot Jenewa yang terkenal, dan persidangan dipimpin oleh Pierre Tissot, saudara ipar Perrin. Kaum libertin membiarkan persidangan berlangsung berlarut-larut dalam upaya untuk mengusik Calvin. Kesulitan dalam menggunakan Servetus sebagai senjata melawan Calvin adalah bahwa reputasi bidat Servetus tersebar luas dan sebagian besar kota di Eropa mengamati dan menunggu hasil persidangan. Hal ini menimbulkan dilema bagi kaum libertine, sehingga pada tanggal 21 Agustus, dewan memutuskan untuk menulis surat kepada kota-kota lain di Swiss untuk meminta pendapat mereka, sehingga mengurangi tanggung jawab mereka atas keputusan akhir.[69] Selagi menunggu tanggapan dari kota-kota Swiss, dewan juga bertanya kepada Servetus apakah ia lebih memilih untuk diadili di Vienne atau di Jenewa. Ia memohon untuk tetap berada di Jenewa. Pada tanggal 20 Oktober, tanggapan dari Zurich, Basel, Bern, dan Schaffhausen dibacakan dan dewan mengutuk Servetus sebagai seorang bidat. Keesokan harinya ia dijatuhi hukuman dibakar di tiang pancang, hukuman yang sama seperti di Vienne. Beberapa ahli menyatakan bahwa Calvin dan para pendeta lainnya meminta agar ia dipenggal dan bukannya dibakar, mengetahui bahwa pembakaran di tiang pancang adalah satu-satunya rekursus yang sah.[70] Permohonan ini ditolak dan pada tanggal 27 Oktober, Servetus dibakar hidup-hidup di dataran tinggi Champel di tepi Jenewa.[71]

Mengonsolidasi Reformasi

Setelah kematian Servetus, Calvin diakui sebagai pembela Kekristenan, tetapi kemenangan utamanya atas kaum libertine masih dua tahun lagi. Ia selalu bersikeras bahwa Konsistori tetap memiliki kuasa untuk mengekskomunikasi, meskipun dewan sebelumnya telah memutuskan untuk mencabutnya. Selama persidangan Servetus, Philibert Berthelier meminta izin kepada dewan kota untuk menerima perjamuan kudus, karena ia telah diekskomunikasi pada tahun sebelumnya atas penghinaan terhadap seorang pendeta. Calvin memprotes bahwa dewan kota tidak memiliki otoritas hukum untuk membatalkan ekskomunikasi Berthelier. Tidak yakin bagaimana dewan akan memutuskan, ia mengisyaratkan dalam sebuah khotbah pada tanggal 3 September 1553 bahwa ia mungkin akan diberhentikan oleh pihak berwenang. Dewan memutuskan untuk memeriksa kembali Ordonnances dan pada tanggal 18 September, dewan memberikan suara untuk mendukung Calvin—ekskomunikasi berada di dalam yurisdiksi Konsistori. Berthelier mengajukan permohonan untuk dipulihkan kepada majelis administratif Jenewa yang lain, Deux Cents (Dua Ratus), pada bulan November. Badan ini membalikkan keputusan dewan dan menyatakan bahwa penentu akhir mengenai ekskomunikasi adalah dewan. Para pendeta terus melakukan protes, dan seperti dalam kasus Servetus, pendapat gereja-gereja Swiss diminta. Persoalan ini berlanjut terus hingga tahun 1554. Akhirnya, pada tanggal 22 Januari 1555, dewan mengumumkan keputusan gereja-gereja Swiss: Ordonnances yang semula akan dipertahankan dan Konsistori akan mendapatkan kembali kekuasaan resminya.[72]

Kejatuhan kaum libertine dimulai dengan pemilihan umum bulan Februari 1555. Pada waktu itu, banyak pengungsi Prancis telah menerima kewarganegaraan dan dengan dukungan mereka, partisan Calvin memilih mayoritas dari sindik dan anggota dewan. Pada tanggal 16 Mei kaum libertine melakukan protes mabuk di jalanan dan berupaya membakar sebuah rumah yang konon penuh dengan orang Prancis. Seorang sindik Henri Aulbert mencoba untuk mengintervensi, membawa baton jabatan yang mewakili kuasanya. Perrin merebut baton dan melambaikannya kepada massa, yang membuat ia terlihat seperti mengambil alih kekuasaan dan menjalankan sebuah kudeta. Pemberontakan segera berakhir ketika sindik lain muncul dan memerintahkan Perrin untuk pergi bersamanya ke balai kota. Perrin dan para pimpinan lainnya terpaksa meninggalkan kota. Dengan persetujuan Calvin, komplotan lain yang masih berada di kota ditemukan dan dieksekusi. Perlawanan terhadap tata pemerintahan gereja Calvin pun berakhir.[73]

Tahun-tahun akhir (1555–1564)

John Calvin pada usia 53 tahun dalam sebuah ukiran oleh René Boyvin

Selama tahun-tahun terakhirnya, otoritas Calvin hampir tak tertandingi, dan ia menikmati reputasi internasional sebagai seorang reformator yang berbeda dari Martin Luther.[74] Awalnya, Luther dan Calvin saling menghormati satu dengan yang lain. Namun, terjadilah sebuah konflik doktrinal di antara Luther dan reformator Zurich Ulrich Zwingli mengenai interpretasi Perjamuan Kudus. Pendapat Calvin mengenai isu ini memaksa Luther untuk menempatkannya di kubu Zwingli. Calvin secara aktif berpartisipasi dalam polemik-polemik yang terjadi di antara cabang-cabang Lutheran dan Reformed dari gerakan Reformasi.[75] Pada saat yang sama, Calvin merasa kecewa akan tidak adanya kesatuan di antara para reformator. Ia mengambil langkah menuju rapprochement dengan Bullinger dengan menandatangani Consensus Tigurinus, sebuah konkordat antara gereja-gereja Zurich dan Jenewa. Calvin memuji ide tersebut, tetapi pada akhirnya Cranmer tidak dapat mewujudkannya.[76]

Calvin memberikan perlindungan kepada para pengasingan Marian (mereka yang melarikan diri dari pemerintahan Mary Tudor yang beragama Katolik di Inggris) di Jenewa mulai tahun 1555. Di bawah perlindungan kota, mereka dapat membentuk gereja reformed mereka sendiri di bawah kepemimpinan John Knox dan William Whittingham dan akhirnya membawa ide-ide Calvin tentang doktrin dan tata pemerintahan kembali ke Inggris dan Skotlandia.[77]

Collège Calvin adalah sekolah persiapan perguruan tinggi untuk Maturité Swiss.

Akademi Jenewa

Di Jenewa, perhatian utama Calvin adalah mendirikan sebuah "collège", sebuah institusi pendidikan bagi anak-anak. Sebuah lokasi untuk sekolah ini dipilih pada tanggal 25 Maret 1558 dan dibuka pada tahun berikutnya pada tanggal 5 Juni 1559. Meskipun sekolah ini merupakan satu institusi, sekolah ini dibagi menjadi dua bagian: sekolah tata bahasa yang disebut collège atau schola privata dan sekolah tingkat lanjut yang disebut académie atau schola publica. Calvin mencoba merekrut dua profesor untuk institut tersebut, Mathurin Cordier, teman lamanya dan sarjana Latin yang sekarang tinggal di Lausanne, dan Immanuel Tremellius, mantan Profesor Regius Bahasa Ibrani di Cambridge. Ia gagal mengundang keduanya, namun ia berhasil menjadikan Theodore Beza sebagai rektor. Dalam waktu lima tahun, terdapat 1.200 siswa di sekolah tata bahasa dan 300 siswa di sekolah tingkat lanjut. Collège akhirnya menjadi Collège Calvin, salah satu sekolah persiapan perguruan tinggi di Jenewa; académie menjadi Universitas Jenewa.[78]

Dampak terhadap Prancis

Calvin sangat berkomitmen untuk mereformasi tanah kelahirannya, Prancis. Gerakan Protestan di sana telah menjadi gerakan yang bertenaga, tetapi mereka tidak memiliki arahan organisasional yang terpusat. Dengan dukungan finansial dari gereja di Jenewa, Calvin mengalihkan tenaganya yang sangat besar untuk mendukung perjuangan Protestan Prancis. Seperti seorang sejarawan menjelaskan:

Ia menyediakan dogma, liturgi, dan ide-ide moral dari agama baru tersebut, dan ia juga menciptakan lembaga-lembaga gerejawi, politik, dan sosial yang selaras dengannya. Sebagai seseorang yang terlahir pemimpin, ia menindaklanjuti karyanya dengan seruan-seruan pribadi. Korespondensinya yang luas dengan kaum Protestan Prancis tidak hanya menunjukkan semangat yang tinggi, tetapi juga kepedihan yang tak terhingga dan kebijaksanaan yang luar biasa serta membawa pulang pelajaran dari risalah-risalah yang dicetaknya.[79] Antara tahun 1555 dan 1562, lebih dari 100 pendeta dikirim ke Prancis. Namun demikian, Raja Prancis Henri II menganiaya kaum Protestan dengan keras di bawah Maklumat Chateaubriand dan ketika pihak berwenang Prancis mengeluhkan kegiatan misionaris tersebut, para bapa kota di Jenewa menolak tanggung jawab resmi.[80]

Penyakit terakhir

Makam yang secara tradisional diduga sebagai tempat Calvin dikuburkan di Cimetière de Plainpalais di Jenewa; letak pasti dari makamnya tidak diketahui.

Pada akhir tahun 1558, Calvin jatuh sakit karena demam. Karena ia takut akan meninggal sebelum menyelesaikan revisi terakhir dari Institutio, ia memaksakan dirinya untuk bekerja. Edisi terakhir dari Institutio sangat diperluas sampai-sampai Calvin menyebutnya sebagai sebuah karya baru. Pengembangan dari 21 bab pada edisi sebelumnya menjadi 80 bab disebabkan oleh pembahasan yang diperluas dari materi yang sudah ada dan bukan karena penambahan topik-topik baru.[81] Segera setelah ia pulih, ia memaksakan suaranya saat berkhotbah, yang menyebabkan batuk-batuk parah. Pembuluh darah di paru-parunya pecah, dan kesehatannya terus menurun. Ia menyampaikan khotbah terakhirnya di St. Pierre pada tanggal 6 Februari 1564. Pada tanggal 25 April, ia membuat surat wasiat, yang di dalamnya ia meninggalkan sejumlah kecil uang untuk keluarganya dan untuk collège. Beberapa hari kemudian, para pendeta gereja datang mengunjunginya, dan ia mengucapkan salam perpisahan terakhirnya, yang dicatat dalam Discours d'adieu aux ministres. Ia menceritakan kehidupannya di Jenewa, dan terkadang mengenang dengan pahit beberapa penderitaan yang ia alami. Calvin meninggal pada tanggal 27 Mei 1564 pada usia 54 tahun. Awalnya, tubuhnya dibaringkan di tempat kehormatan, tetapi karena begitu banyak orang yang datang untuk melihatnya, para reformator takut bahwa mereka akan dituduh mengembangkan kultus orang suci yang baru. Keesokan harinya, ia dimakamkan di sebuah makam tak bertanda di Cimetière des Rois.[82] Letak persis makamnya tidak diketahui. Sebuah batu ditambahkan pada abad ke-19 untuk menandai makam yang secara tradisional dianggap sebagai makam Calvin.[83]

Teologi

Calvin mengembangkan teologinya dalam tafsiran Alkitabnya maupun dalam khotbah-khotbah dan risalahnya. Namun, ekspresi yang paling komprehensif dari pandangan-pandangannya dapat ditemukan dalam magnum opusnya, Institutio Christianae Religionis. Ia bermaksud agar buku tersebut digunakan sebagai ringkasan pandangan-pandangannya mengenai teologi Kristen dan dibaca bersamaan dengan tafsiran-tafsirannya.[84] Berbagai edisi dari karya tersebut mencakup hampir seluruh kariernya sebagai seorang reformator, dan revisi-revisi yang dilakukan terhadap buku tersebut menunjukkan bahwa teologinya hanya sedikit berubah sejak masa mudanya hingga kematiannya.[85] Edisi pertama dari tahun 1536 hanya terdiri dari enam bab. Edisi kedua, yang diterbitkan pada tahun 1539, tiga kali lebih panjang karena ia menambahkan bab-bab tentang subjek yang muncul dalam Loci Communes karya Melanchthon. Pada tahun 1543, ia kembali menambahkan materi baru dan mengembangkan sebuah bab tentang Pengakuan Iman Rasuli. Edisi terakhir dari Institutio diterbitkan pada tahun 1559. Saat itu, karya ini terdiri dari empat jilid yang berisi delapan puluh bab, dan setiap jilid diberi nama sesuai dengan pernyataan-pernyataan dalam pengakuan iman: Jilid 1 mengenai Allah Sang Pencipta, Jilid 2 mengenai Penebus di dalam Kristus, Jilid 3 mengenai menerima Anugerah Kristus melalui Roh Kudus, dan Jilid 4 mengenai Persekutuan umat Kristus atau Gereja.[86]

Halaman judul dari edisi terakhir magnum opus Calvin, Institutio Christianae Religionis, yang meringkaskan teologinya.

Pernyataan pertama di dalam Institutio menyatakan tema utamanya, yaitu bahwa keseluruhan hikmat manusia terdiri dari dua bagian: pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri kita sendiri.[87] Calvin berargumen bahwa pengenalan akan Allah tidak inheren dalam diri manusia atau hal tersebut dapat ditemukan dengan mengobservasi dunia ini. Satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah melalui belajar Alkitab. Calvin menuliskan, "Agar seseorang dapat sampai kepada Allah Sang Pencipta, ia membutuhkan Kitab Suci sebagai penuntun dan gurunya."[88] Ia tidak berusaha membuktikan otoritas Alkitab, tetapi menggambarkannya sebagai autopiston atau membuktikan diri sendiri. Ia membela pandangan Allah yang trinitarian, dalam pendirian polemis yang kuat terhadap Gereja Roma Katolik, berargumen bahwa gambar-gambar Allah membawa kepada penyembahan berhala.[89] Yohanes Calvin dengan terkenal mengatakan "hati manusia adalah pabrik berhala yang abadi".[90] Pada akhir jilid pertama, ia memberikan pandangannya mengenai providensia, menuliskan, "Dengan kuasa-Nya, Allah memeluk dan mellindungi Dunia yang ia ciptakan dan dengan Providensia-Nya memerintah setiap bagian individualnya."[91] Manusia tidak dapat sepenuhnya mengerti mengapa Allah melakukan suatu tindakan tertentu, tetapi kebaikan atau kejahatan apa pun yang dapat dilakukan manusia, usaha mereka selalu menghasilkan pelaksanaan dari kehendak dan penghakiman Allah.[92]

Buku kedua berisi beberapa esai mengenai dosa asal dan kejatuhan manusia, yang secara langsung merujuk pada Agustinus, yang mengembangkan doktrin-doktrin ini. Ia sering mengutip para Bapa Gereja untuk membela perjuangan reformasi terhadap tuduhan bahwa para reformator sedang membuat teologi yang baru.[93] Dalam pandangan Calvin, dosa bermula dari kejatuhan Adam dan menurun ke seluruh umat manusia. Dominasi dosa adalah sempurna hingga pada titik manusia terdorong untuk melakukan kejahatan.[94] Sehingga, kejatuhan manusia membutuhkan penebusan yang dapat ditemukan di dalam Kristus. Tetapi sebelum Calvin menjelaskan doktrin ini, ia menjelaskan situasi khusus orang-orang Yahudi yang hidup di masa Perjanjian Lama. Allah membuat sebuah kovenan dengan Abraham, menjanjikan kedatangan Kristus. Maka, Kovenan Lama tidaklah bertentangan dengan Kristus, tetapi merupakan sebuah kelanjutan dari janji Allah. Calvin kemudian menjelaskan Kovenan Baru menggunakan bagian dari Pengakuan Iman Rasuli yang menggambarkan penderitaan Kristus di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dan kedatangannya kembali untuk menghakimi yang hidup dan yang mati. Bagi Calvin, seluruh perjalanan ketaatan Kristus kepada Bapa menghilangkan pertentangan antara umat manusia dan Allah.[95]

Dalam jilid ketiga, Calvin menjelaskan bagaimana persatuan spiritual antara Kristus dan umat manusia dicapai. Ia pertama-tama mendefinisikan iman sebagai pengenalan yang teguh dan pasti akan Allah di dalam Kristus. Akibat langsung dari iman adalah pertobatan dan penghapusan dosa. Hal ini diikuti dengan kelahiran baru, yang mengembalikan orang percaya kepada keadaan kudus sebelum pelanggaran Adam. Kesempurnaan penuh tidak dapat dicapai dalam kehidupan ini, dan orang percaya harus mengharapkan adanya perjuangan yang terus-menerus untuk melawan dosa.[96] Beberapa bab dikhususkan untuk membahas pembenaran hanya oleh iman. Ia mendefinisikan pembenaran sebagai "penerimaan yang olehnya Allah menganggap kita sebagai orang benar yang telah diterima-Nya dalam anugerah."[97] Dalam definisi ini, adalah jelas bahwa Allah-lah yang memulai dan melaksanakan tindakannya dan bahwa manusia tidak memiliki peran apa pun. Allah sepenuhnya berdaulat dalam keselamatan.[98] Mendekati akhir jilid ini, Calvin menjelaskan dan mempertahankan doktrin predestinasi, sebuah doktrin yang dikemukakan Agustinus melawan ajaran Pelagius. Sesama teolog yang mengikuti tradisi Augustinian hingga titik ini termasuk Thomas Aquinas dan Martin Luther,[99] meskipun formulasi Calvin tentang doktrin ini melangkah lebih jauh dari tradisi yang sudah berkembang sebelumnya.[100] Prinsipnya, dalam bahasa Calvin, adalah bahwa "Semua orang tidak diciptakan dengan ketentuan yang sama, tetapi beberapa ditetapkan untuk kehidupan kekal, dan lainnya untuk penghukuman kekal. Dan, sebab itu, sebagaimana setiap orang diciptakan untuk satu tujuan atau lainnya dari kedua tujuan akhir ini, kita mengatakan bahwa ia telah dipredestinasikan kepada kehidupan atau kepada maut."[101] Calvin percaya bahwa ketetapan mutlak Allah adalah predestinasi ganda, tetapi ia juga mengakui bahwa hal ini adalah ketetapan yang mengerikan: "Ketetapan ini sungguh mengerikan, ku akui." (Latin: "Decretum quidem horribile, fateor."; Prancis: "Je confesse que ce decret nous doit epouvanter.")[102]

Jilid terakhir menjelaskan apa yang menurutnya adalah Gereja dan pelayanannya, otoritasnya, dan sakramen-sakramen. Ia menyangkali klaim kepausan terhadap keutamaan paus dan tuduhan bahwa para reformator bersifat skismatik. Bagi Calvin, Gereja diartikan sebagai tubuh yang berisi orang-orang percaya yang menempatkan Kristus sebagai kepalanya. Sesuai dengan definisinya, hanya ada satu Gereja yang "katolik" atau "universal". Maka, ia berargumen bahwa para reformator "harus meninggalkan mereka agar kita dapat datang kepada Kristus."[103] Para pelayan Gereja dijelaskan berdasarkan bagian dari Surat Efesus. dan mereka terdiri atas para rasul, nabi, pemberita Injil, gembala, dan pengajar. Calvin menilai ketiga jabatan pertama sebagai sementara, keberadaan mereka terbatas pada zaman Perjanjian Baru. Kedua jabatan terakhir ditetapkan di gereja di Jenewa. Meskipun Calvin menghormati karya dari konsili-konsili ekumenis, ia menganggap semua itu harus taat kepada Firman Allah di dalam Alkitab. Ia juga percaya bahwa pemerintah sipil dan gereja sebagai terpisah dan tidak boleh mencampuri urusan satu sama lain.[104]

Calvin mendefinisikan sakramen sebagai sebuah tanda duniawi yang berhubungan dengan janji dari Allah. Ia hanya menerima dua sakramen sebagai sah di bawah kovenan baru: baptisan dan Perjamuan Kudus (bertentangan dengan penerimaan Katolik terhadap tujuh sakramen). Ia sepenuhnya menolak doktrin transubstansiasi Katolik dan perlakuan terhadap Perjamuan sebagai sebuah pengorbanan. Ia juga tidak dapat menerima doktrin kesatuan sakramental Lutheran yang mengajarkan bahwa Kristus ada "di dalam, dengan, dan di bawah" unsur-unsur. Pandangannya sendiri dekat dengan pandangan simbolis Zwingli, tetapi tidak identik. Alih-alih memegang pandangan yang sepenuhnya simbolis, Calvin memerhatikan bahwa dengan partisipasi Roh Kudus, iman dipelihara dan dikuatkan oleh sakramen. Dalam kata-katanya sendiri, ritus Perjamuan Kudus merupakan "sebuah rahasia yang terlalu agung untuk dipahami oleh pikiran saya atau diungkapkan dengan kata-kata. Saya mengalaminya daripada memahaminya."[105]

Kontroversi

Joachim Westphal tidak setuju dengan teologi Calvin tentang Perjamuan Kudus.

Teologi Calvin menuai kontroversi. Pierre Caroli, seorang pendeta Protestan di Lausanne, menuduh Calvin, juga Viret dan Farel, sebagai menganut Arianisme pada tahun 1536. Calvin mempertahankan keyakinannya tentang Trinitas dalam Confessio de Trinitate propter calumnias P. Caroli.[106] Pada tahun 1551 Jérôme-Hermès Bolsec, seorang dokter di Jenewa, menyerang doktrin predestinasi Calvin dan menuduhnya membuat Allah sebagai penyebab dosa. Bolsec diusir dari kota, dan setelah kematian Calvin, menulis sebuah biografi yang sangat mencemarkan karakter Calvin.[107] Pada tahun berikutnya, Joachim Westphal, seorang pendeta Gnesio-Lutheran di Hamburg, mengecam Calvin and Zwingli sebagai bidat karena menolak doktrin persatuan tubuh Kristus dengan unsur-unsur dalam Perjamuan Kudus. Calvin menanggapinya dengan menerbitkan Defensio sanae et orthodoxae doctrinae de sacramentis (Sebuah Pembelaan terhadap Doktrin Sakramen yang Sadar dan Ortodoks) pada tahun 1555.[108] Pada tahun 1556 Justus Velsius, seorang disiden Belanda, menyelenggarakan disputasi publik dengan Calvin selama kunjungannya ke Frankfurt. Dalam disputasi tersebut, Velsius membela kehendak bebas melawan doktrin predestinasi Calvin. Menyusul eksekusi Servetus, seorang rekan dekat Calvin, Sebastian Castellio, berselisih dengannya dalam masalah perlakuan terhadap para bidat. Dalam Risalah mengenai Para Bidat (1554) karya Castellio, ia menganjurkan untuk berfokus pada ajaran moral Kristus sebagai ganti atas kesia-siaan teologi,[109] dan ia kemudian mengembangkan sebuah teori toleransi berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.[110]

Calvin dan orang-orang Yahudi

Para ahli telah memperdebatkan pandangan Calvin mengenai orang Yahudi dan agama Yahudi. Beberapa orang berpendapat bahwa Calvin adalah yang paling tidak antisemitik di antara semua reformator besar pada masanya, terutama jika dibandingkan dengan Martin Luther.[111] Yang lain berpendapat bahwa Calvin dengan tegas berada di dalam kubu antisemit.[112] Para ahli sepakat bahwa penting untuk membedakan antara pandangan Calvin terhadap orang-orang Yahudi dalam Alkitab dan sikapnya terhadap orang-orang Yahudi pada zamannya. Dalam teologinya, Calvin tidak membedakan antara kovenan Allah dengan Israel dengan Kovenan Baru. Ia menyatakan, "semua anak-anak perjanjian, yang dilahirkan kembali dari Allah, yang telah menaati perintah-perintah dengan iman yang dikerjakan melalui kasih, telah menjadi bagian dari Kovenan Baru sejak dunia dimulai."[113] Meskipun begitu, ia adalah seorang teolog kovenan dan berargumen bahwa orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang ditolak yang harus menerima Yesus untuk masuk kembali ke dalam kovenan.[114]

Sebagian besar pernyataan Calvin tentang orang Yahudi pada masanya menjadi polemik. Sebagai contoh, Calvin pernah menulis, "Saya telah melakukan banyak percakapan dengan banyak orang Yahudi: Saya tidak pernah melihat setetes pun kesalehan atau sebutir pun kebenaran atau kecerdikan - tidak, saya tidak pernah menemukan akal sehat dalam diri orang Yahudi mana pun."[115] Dalam hal ini, ia sedikit berbeda dengan teolog Protestan dan Katolik lainnya pada zamannya.[116] Di antara tulisan-tulisannya yang masih ada, Calvin secara eksplisit membahas isu-isu Yahudi kontemporer dan agama Yahudi hanya dalam satu risalah,[117] Tanggapan terhadap Pertanyaan dan Keberatan dari Orang Yahudi Tertentu.[118] Di dalamnya, ia berargumen bahwa orang Yahudi salah membaca kitab suci mereka sendiri karena mereka tidak dapat melihat kesatuan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.[119]

Pemikiran politik

Tujuan dari teori politik Calvin adalah untuk melindungi hak-hak dan kebebasan orang-orang biasa. Meskipun ia yakin bahwa Alkitab tidak memuat cetak biru untuk suatu bentuk pemerintahan tertentu, Calvin menyukai kombinasi antara demokrasi dan aristokrasi (pemerintahan campuran). Ia menghargai keunggulan demokrasi.[120] Untuk meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan politik, Calvin mengusulkan untuk membaginya di antara beberapa institusi politik seperti aristokrasi, masyarakat kelas bawah, atau magistrat dalam sebuah sistem pemeriksaan dan keseimbangan (pemisahan kekuasaan). Puncaknya, Calvin mengajarkan bahwa jika para penguasa bangkit melawan Allah, mereka kehilangan hak ilahi mereka dan harus digulingkan.[121][122] Negara dan gereja terpisah, meskipun mereka harus bekerja sama untuk kepentingan rakyat. Para magistrat Kristen harus memastikan bahwa gereja dapat memenuhi tugasnya dengan bebas. Dalam kasus-kasus ekstrem, para magistrat harus mengusir atau menghukum mati para bidat yang berbahaya, tetapi tidak seorang pun dapat dipaksa untuk menjadi seorang Protestan.[123][124]

Calvin berpendapat bahwa pertanian dan kerajinan tradisional adalah aktivitas manusia yang normal. Dalam hal perdagangan dan dunia keuangan, ia lebih liberal daripada Luther, tetapi keduanya menentang keras riba. Calvin mengizinkan pembebanan suku bunga yang wajar pada pinjaman. Seperti para Reformator lainnya, Calvin memahami pekerjaan sebagai sarana yang melaluinya orang-orang percaya dapat mengekspresikan rasa syukur mereka kepada Allah atas penebusan mereka di dalam Kristus dan sebagai sebuah pelayanan kepada sesama. Setiap orang diwajibkan untuk bekerja; bermalas-malasan dan mengemis tidak dibenarkan. Gagasan bahwa keberhasilan secara ekonomi adalah tanda nyata dari anugerah Allah hanya memainkan peran kecil dalam pemikiran Calvin. Hal ini menjadi lebih penting dalam bentuk-bentuk Calvinisme di kemudian hari yang tersekularisasi dan menjadi titik awal teori Max Weber tentang bangkitnya kapitalisme.[122]

Karya-karya pilihan

Karya yang pertama kali diterbitkan Calvin adalah sebuah tafsiran atas karya Seneca Muda, De Clementia. Diterbitkan dengan biaya sendiri pada tahun 1532, karya ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang humanis dalam tradisi Erasmus dengan pemahaman yang menyeluruh tentang kesarjanaan klasik.[125] Karya teologis pertamanya, Psychopannychia, berusaha membantah doktrin jiwa yang tertidur yang disebarluaskan oleh kaum Anabaptis. Calvin mungkin menulisnya selama kurun waktu setelah pidato Cop, tetapi tidak diterbitkan hingga tahun 1542 di Strasbourg.[126]

Calvin menulis banyak surat kepada pemimpin agama dan politik di seluruh Eropa, termasuk surat ini yang dikirimkan kepada Edward VI dari Inggris.

Calvin menulis tafsiran atas sebagian besar kitab-kitab dalam Alkitab. Tafsiran pertamanya atas Surat Roma diterbitkan pada tahun 1540, dan ia berencana untuk menulis tafsiran atas seluruh Perjanjian Baru. Enam tahun berlalu sebelum ia menulis tafsirannya yang kedua, sebuah tafsiran atas Surat 1 Korintus, tetapi setelah itu ia memberikan lebih banyak perhatian untuk mencapai tujuannya. Dalam waktu empat tahun ia telah menerbitkan tafsiran atas semua surat-surat Paulus, dan ia juga merevisi tafsiran atas surat Roma. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada surat-surat umum, yang ia dedikasikan kepada Edward VI dari Inggris. Pada tahun 1555, ia telah menyelesaikan karyanya mengenai Perjanjian Baru, diakhiri dengan Kisah Para Rasul dan kitab-kitab Injil (ia hanya melewatkan Surat-surat Yohanes kedua dan ketiga yang singkat dan Kitab Wahyu). Untuk Perjanjian Lama, ia menulis tafsiran atas Kitab Yesaya, kitab-kitab dalam Pentateukh, Mazmur, dan Kitab Yosua. Materi untuk tafsiran-tafsiran tersebut sering kali berasal dari kuliah-kuliah kepada para mahasiswa dan para pendeta yang kemudian ia susun ulang untuk diterbitkan. Sejak tahun 1557 dan seterusnya, ia tidak dapat menemukan waktu untuk melanjutkan metode ini, dan ia memberikan izin agar kuliah-kuliahnya diterbitkan dari catatan-catatan para stenografer. Praelectiones ini mencakup kitab nabi-nabi kecil, Kitab Daniel, Kitab Yeremia, Kitab Ratapan, dan sebagian dari Kitab Yehezkiel.[127]

Calvin juga menulis banyak surat dan risalah. Setelah Responsio ad Sadoletum, Calvin menulis atas permintaan Bucer sebuah surat terbuka kepada Karl V pada tahun 1543, Supplex exhortatio ad Caesarem, yang membela iman reformasi. Surat ini disusul oleh sebuah surat terbuka kepada paus (Admonitio paterna Pauli III) pada tahun 1544, yang di dalamnya Calvin menegur Paulus III karena menghalangi para reformator untuk melakukan rapprochement. Paus kemudian membuka Konsili Trente, yang menghasilkan keputusan-keputusan yang menentang para reformator. Calvin menyanggah keputusan-keputusan tersebut dengan menerbitkan Acta synodi Tridentinae cum Antidoto (Sinode Trente dengan Penawar) pada tahun 1547. Ketika Karl mencoba mencari solusi kompromi dengan Interim Augsburg, Bucer dan Bullinger mendesak Calvin untuk menanggapi. Ia menulis risalah Vera Christianae pacificationis et Ecclesiae reformandae ratio (Sistem yang sejati dari pasifikasi Kristen dan reformasi Gereja) pada tahun 1549, yang di dalamnya ia menjelaskan doktrin-doktrin yang harus ditegakkan, termasuk pembenaran oleh iman.[128]

Calvin menyediakan banyak dokumen dasar bagi gereja-gereja reformed, termasuk dokumen-dokumen mengenai katekismus, liturgi, dan tata kelola gereja. Ia juga menyusun beberapa pengakuan iman untuk menyatukan gereja-gereja.Pada tahun 1559, ia menyusun draf dari pengakuan iman bagi gereja Prancis, Pengakuan Iman Galia, dan sinode di Paris menerimanya dengan beberapa perubahan. Pengakuan Iman Belgia pada tahun 1561, sebuah pengakuan iman Belanda, didasarkan sebagian pada Pengakuan Iman Galia.[129]

Warisan

Lukisan Calvin oleh Titian

Setelah kematian Calvin dan penggantinya, Beza, dewan kota Jenewa secara bertahap memperoleh kendali atas bidang kehidupan yang sebelumnya berada dalam yurisdiksi gerejawi. Meningkatnya sekularisasi diikuti dengan kemunduran gereja. Bahkan académie Jenewa dikalahkan oleh universitas-universitas di Leiden dan Heidelberg, yang menjadi benteng baru gagasan-gagasan Calvin, yang pertama kali diidentifikasi sebagai "Calvinisme" oleh Joachim Westphal pada tahun 1552. Pada tahun 1585, Jenewa, yang dulunya pernah menjadi sumber gerakan reformasi, kini hanya menjadi simbol belaka.[130] Calvin selalu memperingatkan agar tidak menggambarkannya sebagai "berhala" dan Jenewa sebagai "Yerusalem" yang baru. Ia mendorong orang untuk beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada. Bahkan dalam korespondensi polemis dengan Westphal, ia menasihati sekelompok pengungsi berbahasa Prancis, yang menetap di Wesel, Jerman, untuk berintegrasi dengan gereja Lutheran setempat. Walaupun ia berbeda pendapat dengan kaum Lutheran, ia tidak menyangkali bahwa mereka adalah anggota Gereja yang sejati. Pengakuan Calvin akan perlunya beradaptasi dengan keadaan setempat menjadi karakteristik penting gerakan reformasi ketika gerakan ini menyebar ke seluruh Eropa.[131]

Akhir hayat Calvin (Barcelona: Montaner y Simón, 1880–1883)

Karena pekerjaan misionaris Calvin di Prancis, karya reformasinya kemudian mencapai wilayah penutur bahasa Prancis di Belanda. Calvinisme diterima di Elektorat Pfalz di bawah Friedrich III. Hal tersebut berujung pada perumusan Katekismus Heidelberg pada tahun 1563. Katekismus ini dan Pengakuan Iman Belgia diadopsi sebagai standar konfesional dalam sinode pertama dari Gereja Reformed Belanda pada tahun 1571. Beberapa teolog terkemuka, baik Calvinis atau mereka yang bersimpati terhadap Calvinisme, menetap di Inggris (Martin Bucer, Petrus Martir, dan Jan Laski) dan Skotlandia (John Knox). Selama Perang Saudara Inggris, Puritan Calvinis menghasilkan Pengakuan Iman Westminster, yang menjadi standar konfesional bagi kaum Presbiterian di dunia berbahasa Inggris. Karena Kesultanan Utsmaniyah tidak melakukan pengislaman paksa di wilayah-wilayah taklukan baratnya, gagasan-gagasan reformasi sangat diterima di dua pertiga wilayah pendudukan Hungaria (sepertiga wilayah Hungaria, yaitu yang dikuasai Habsburg, masih menganut keyakinan Katolik). Sebuah Sinode Konstitusional Reformed diadakan pada tahun 1567 di Debrecen, pusat utama Calvinisme Hungaria. Dalam sinode tersebut, Pengakuan Iman Helvetik Kedua diterima sebagai pengakuan resmi kaum Calvinis Hungaria. Setelah menjadi mapan di Eropa, gerakan ini terus menyebar ke belahan dunia lain termasuk Amerika Utara, Afrika Selatan, dan Korea.[132]

Calvin tidak sempat melihat landasan karyanya berkembang menjadi gerakan internasional. Namun, kematiannya memungkinkan gagasan-gagasannya keluar dari kota asalnya, berhasil melampaui batas negaranya, dan membentuk ciri khas tersendiri.[133]

Calvin diakui sebagai Pembaharu Gereja di gereja-gereja Lutheran dan diperingati pada tanggal 26 Mei.[134] Di Gereja Inggris, Calvin juga diperingati dengan sebuah perayaan pada tanggal 26 Mei.[135]

Lihat pula

Catatan

Referensi

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar