KRI dr. Soeharso (990)

kapal milik Angkatan Laut Republik Indonesia

KRI dr. Soeharso adalah kapal rumah sakit TNI Angkatan Laut. Awalnya dirancang dan dibangun pada tahun 2003 di Korea Selatan sebagai Landing Platform Dock bernama KRI Tanjung Dalpele. Namun, setelah peluncurannya, kapal tersebut didesain ulang menjadi kapal rumah sakit serbaguna. Pada tahun 2020, dr. Soeharso digunakan untuk mengangkut awak kapal WNI dari kapal pesiar selama pandemi COVID-19.

Kapal rumah sakit Indonesia KRI dr. Soeharso (990)
Tentang kelas
Nama:Tanjung Dalpele class
Operator: Angkatan Laut Indonesia
Digantikan oleh:kelas  Makassar (LPD)
kelas  Sudirohusodo (Kapal rumah sakit)
Rencana:1
Selesai:1
Aktif:1
Indonesia
NamaKRI Tanjung Dalpele
Asal namaTanjung Dalpele, Papua[1]
Ganti namaKRI dr. Soeharso
Asal namaSuharso
PembangunDae Sun Shipbuilders, Busan, Korea Selatan
Pasang lunas2002
Diluncurkan17 Mei 2003
Mulai berlayarSeptember 2003
Identifikasi
StatusAktif
Ciri-ciri umum as built
Kelas dan jenisKapal rumah sakit/Landing Platform Dock
Berat benaman
  • 7.400 t (7.300 ton panjang) Standar
  • 11.600 t (11.400 ton panjang) Muatan penuh
Panjang122 m (400 ft 3 in)
Lebar22 m (72 ft 2 in)
Daya muat49 m (160 ft 9 in)
Tenaga3.910 kW (5.250 hp)
PendorongCODAD; 2 × B&W 8L28/32A Mesin diesels, 2 shafts
Kecepatan15 knot (28 km/h; 17 mph)
Jangkauan8.600 nmi (15.900 km; 9.900 mi) at 12 knot (22 km/h; 14 mph)
Kapal dan pesawat
yang diangkut
Tentara
  • 13 tank
  • 507 pasukan
  • Awak kapal126
    Senjata
    • 1 × meriam 57 mm (2,2 in)
    • 1 × senjata kembar 40 mm (1,6 in)
    Pesawat yang
    diangkut
    2 × Helikopter Super Puma
    Fasilitas penerbanganHangar and dek helikopter

    Desain dan deskripsi

    Saat dibangun, Tanjung Dalpele dibangun sebagai Landing Platform Dock (LPD). Kapal tersebut memiliki bobot perpindahan standar 7.400 ton (7.300 long ton) dan 11.600 t (11.400 long ton) pada muatan penuh.[2] Indeks Kapal Miramar memiliki bobot standar yang dibangun sebesar 10.000 ton (9.800 ton panjang).[3] Kapal ini berukuran panjang keseluruhan 122 meter (400 ft 3 in) dengan lebar 22 meter (72 ft 2 in) dan draft 4,9 meter (16 ft 1 in). Kapal ini didukung oleh sistem gabungan diesel dan diesel (CODAD) yang terdiri dari dua mesin diesel Burmeister & Wain (B&W) 8L28/32A yang memutar dua poros menghasilkan 3.910 kilowatt (5.250 hp). Kapal ini memiliki kecepatan maksimum 15 knot (28 km/jam; 17 mph) dan jangkauan 8.600 mil laut (15.900 km; 9.900 mil) pada kecepatan 12 knot (22 km/jam; 14 mph).[2]

    Kapal ini dilengkapi dengan dek sumur dan mampu menampung dua kapal pendarat LCU-23M dan dua kapal pendarat untuk kendaraan dan personel (LCVP). Sebagai LPD, Tanjung Dalpele mempunyai kapasitas angkut 13 tank dan 507 pasukan.[2] Kapal ini dilengkapi dengan fasilitas rumah sakit (lima ruang operasi dan enam poliklinik) dan dimanfaatkan sebagai kapal rumah sakit oleh TNI Angkatan Laut.[4] Sebagai kapal rumah sakit, kapal ini mampu menerima hingga 2.000 pasien dan memiliki awak 126 orang dengan 51 dokter spesialis.[2][4]

    Saat dibangun, kapal ini dipersenjatai dengan satu meriam 57 mm (2,2 in) dan meriam 40 mm (1,6 in) yang dipasang kembar. Kapal ini memiliki hanggar dan dek helikopter di bagian buritan serta mampu mengoperasikan dua helikopter Super Puma.[2]

    Konstruksi dan karir

    Kontrak kapal senilai US$35 juta tersebut ditandatangani dengan Daewoo International pada bulan September 2003. Kapal tersebut dibangun oleh Daesun Shipbuilding di galangan kapal mereka di Busan, Korea Selatan, dengan peletakan lunas pada tahun 2002. Dinamakan Tanjung Dalpele, kapal tersebut diluncurkan pada 17 Mei 2003 dan mulai bertugas di Angkatan Laut Indonesia pada bulan September tahun itu. Pada bulan Februari 2007, Tanjung Dalpele membawa keluarga korban Adam Air Penerbangan 574 ke lokasi jatuhnya pesawat untuk upacara peringatan.

    Pada tanggal 1 Agustus 2007 kapal tersebut diubah menjadi kapal rumah sakit, dan berganti nama menjadi KRI dr. Soeharso dengan nomor lambung 990.[4][5][a] Pada tahun 2016, dr. Soeharso melaksanakan misi luar negerinya yang pertama, dan ditugaskan ke Timor-Leste untuk misi perawatan medis.[4]

    pandemi virus corona 2020

    dr. Soeharso menjemput 188 WNI awak kapal pesiar World Dream di Selat Durian pada 26 Februari 2020. Kapal tersebut membawa mereka ke Pulau Sebaru Kecil dan ditempatkan di karantina.[6]

    dr. Soeharso mengevakuasi 89 awak kapal pesiar Diamond Princess dari pelabuhan pembangkit listrik tenaga panas Indramayu, setelah awak kapal tersebut mendapat surat keterangan sehat dari Jepang dan terbang ke Bandara Internasional Kertajati. Mereka kemudian menggunakan bus untuk melakukan perjalanan ke pelabuhan. Awak kapal menjalani tes putaran kedua, di mana salah satu awak kapal dinyatakan positif COVID-19 dan dirawat di rumah sakit di Jakarta. 68 awak kapal Diamond Princess turun di Pulau Sebaru Kecil. Para pengungsi World Dream dan para pengungsi Diamond Princess menggunakan blok/bangunan yang terpisah.[7][8]

    Daftar Operasi yang dijalankan

    Komandan kapal

    1. Letkol Laut (P) Prasetyo (2003—2005)
    2. Letkol Laut (P) Estu Prabowo (2005—2007)⭐⭐
    3. Letkol Laut (P) Purwanto (2007—2008)
    4. Letkol Laut (P) Hadi Prayitno (2008)
    5. Letkol Laut (P) Indarto Budiarto (2008)⭐
    6. Letkol Laut (P) Basri Mustari (2008—2009)
    7. Letkol Laut (P) Heribertus Yudho Warsono (2009—2011)
    8. Letkol Laut (P) Ari Widyatmoko (2011—2012)
    9. Letkol Laut (P) Dede Burhanudin (2012—2013)
    10. Letkol Laut (P) I Putu Darjatna (2013—2014)
    11. Letkol laut (P) Slamet Hariono (2014—2015)
    12. Letkol Laut (P) Ashari Alamsyah (2015—2016)
    13. Letkol Laut (P) Asep Budiman (2016—2017)
    14. Letkol Laut (P) Alfred Daniel Matthews (2017—2018)
    15. Letkol Laut (P) Joko Setiyono, S.E., M.Tr.Hanla. (2018—2020)
    16. Letkol Laut (P) Agus Joko Sulistya (2020—2023)
    17. Letkol Laut (P) Mahfud Effendi, M.Tr.Hanla., CHRMP. (2023—Sekarang)

    Catatan

    Kutipan

    Referensi