Hepatitis B

peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis-B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.[1] Virus ini tidak menyebar melalui makanan atau kontak biasa, tetapi dapat menyebar melalui darah atau cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi. Seorang bayi dapat terinfeksi dari ibunya selama proses kelahirannya. Virus dapat menyebar melalui kegiatan seksual,[2] penggunaan berulang jarum suntik,[3] dan transfusi darah dengan virus di dalamnya.[4]

Hepatitis B
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata
Hepatitis B virus
Mikrograf TEM menunjukkan virion hepatitis B
Klasifikasi virus
Grup:
Grup VII (dsDNA-RT)
Famili:
Hepadnaviridae
Genus:
Orthohepadnavirus
Spesies:
Virus Hepatitis B

Mula-mula penyakit dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika.[5] Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.[6]

Infeksi karena hepatitis B dapat dicegah melalui vaksinasi, yaitu diberikan suntikan untuk membuat tubuh kebal terhadap infeksi virus. Semua masyarakat direkomendasikan untuk mendapat tiga vaksinasi (0, 1 bulan, dan 6 bulan) untuk memberikan proteksi yang baik terhadap virus ini. Bagaimanapun, vaksinasi hanya memberikan proteksi maksimal sekitar 90 persen, dan tidak menyingkirkan sama sekali risiko infeksi.[7]

Beberapa orang yang terinfeksi virus ini dapat dengan cepat mengalahkan virusnya. Namun, kebanyakan orang yang terinfeksi tetap memiliki virus dalam tubuhnya untuk seumur hidup, dengan sedikit atau tanpa gejala sama sekali. Pada beberapa orang, infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat, menyebakan gagal hati. Gejala yang umum dari gagal hati adalah jaundis, yaitu kulit dan mata penderita menjadi kuning karena lolosnya bilirubin ke banyak organ lain yang seharusnya dinetralkan oleh hati. Masalah lainnya adalah hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati.[8]

Tes darah dapat menemukan tanda-tanda proses kerusakan hati. Jika penderita memiliki tanda-tanda tersebut, pengobatan hepatitis B dapat mencegah kerusakan hati yang disebakan virusnya. Pengobatan antivirus diberikan untuk mencegah perbanyakan virus. Bagaimanapun, sekali virus masuk, maka tidak mungkin untuk menyingkirkannya semuanya hingga tuntas.

Gejala dan tanda

Infeksi akut virus hepatitis B dikaitkan dengan "hepatitis virus akut", suatu penyakit yang dimulai dengan kesehatan umum yang menurun, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, nyeri tubuh, demam ringan, dan urin berwarna gelap. Penyakit kemudian berkembang menjadi jaundis (penyakit kuning). Penyakit ini berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian berangsur-angsur membaik pada sebagian besar orang yang terkena. Infeksi dapat sepenuhnya tanpa gejala.[9] Namun, pada beberapa orang penyakit dapat berkembang menjadi bentuk penyakit hati yang lebih parah disebut sebagai gagal hati fulminan, dan dapat berakhir dengan kematian.[10][11]

Infeksi kronis hepatitis B dapat berupa tanpa gejala atau berhubungan dengan peradangan kronis hati (hepatitis kronis), yang mengarah ke sirosis. Jenis infeksi ini secara nyata meningkatkan kejadian karsinoma hepatoseluler (HCC; suatu jenis kanker hati). Di seluruh Eropa, hepatitis B dan C menyebabkan sekitar 50% karsinoma hepatoseluler.[12][13] Pengidap hepatitis infeksi kronis dianjurkan untuk menghindari konsumsi alkohol karena meningkatkan risiko sirosis dan kanker hati. Hepatitis B telah dikaitkan dengan perkembangan glomerulonefritis membranosa.[14]

Gejala di luar hati terdapat pada 1-10% orang yang terinfeksi HBV dan gejala meliputi sindrom serupa penyakit serum, vaskulitis nekrotikans akut (poliarteritis nodosa), glomerulonefritis membranosa, dan akrodermatitis papular pada masa kanak-kanak (sindrom Gianotti-Crosti).[15][16][17] Sindrom serupa penyakit serum yang terjadi pada hepatitis B akut, sering mendahului onset jaundis.[18] Gambaran klinisnya yaitu demam, ruam kulit, dan poliarteritis. Gejala sering mereda segera setelah timbulnya jaundis, tetapi dapat bertahan selama durasi hepatitis B akut.[19] Sekitar 30-50% orang dengan vaskulitis nekrotikans akut (poliarteritis nodosa) merupakan pembawa HBV.[20] Nefropati terkait HBV telah ditemukan pada orang dewasa, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.[21][22] Glomerulonefritis membranosa merupakan bentuk yang paling umum.[19] Gangguan hematologi yang diperantarai imun lainnya, seperti krioglobulinemia campuran esensial dan anemia aplastik telah diketahui sebagai bagian dari manifestasi ekstrahepatik dari infeksi HBV, tetapi hubungannya tidak begitu jelas. Oleh karena itu, penyakit-penyakit tersebut tidak boleh dianggap memiliki penyebab yang sama dengan HBV.[19]

Diagnosis

Virus hepatitis B.

Tes (asai) untuk mendeteksi infeksi virus hepatitis B melibatkan uji serum atau darah yang mendeteksi antigen virus (protein yang diproduksi oleh virus) atau antibodi yang diproduksi oleh inang. Interpretasi hasil tes ini membutuhkan pengetahuan yang tinggi oleh ahli.[23]

Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) paling sering digunakan untuk menapis keberadaan infeksi. HBsAg merupakan antigen virus pertama yang muncul terdeteksi selama infeksi. Namun, pada awal infeksi, antigen ini bisa jadi tidak terdeteksi karena sedang dibersihkan oleh inang. Virion menular mengandung "partikel inti" dalam yang melingkupi genom virus. Partikel inti berbentuk ikosahedral terbuat dari 180 atau 240 salinan protein inti, atau dikenal sebagai antigen inti hepatitis B, atau HBcAg. Waktu antara pelepasan HBsAg dan munculnya anti-HB disebut periode jendela. Selama periode ini, inang tetap terinfeksi tetapi berhasil membersihkan virus, sehingga antibodi IgM spesifik terhadap antigen inti hepatitis B (anti-HBc IgM) merupakan satu-satunya bukti serologis penyakit. Oleh karena itu, sebagian besar panel diagnostik hepatitis B mengandung HBsAg dan anti-HBc total (baik IgM dan IgG).[24]

Hepatosit ground glass seperti yang terlihat pada biopsi hati hepatitis B kronis. Pewarnaan H&E.

Segera setelah munculnya HBsAg, akan muncul antigen lain yang disebut antigen hepatitis B e (HBeAg). Secara tradisional, keberadaan HBeAg dalam serum inang dikaitkan dengan tingkat replikasi virus yang jauh lebih tinggi dan peningkatan kemampuan menularkan infeksi. Namun, varian hepatitis B tidak menghasilkan antigen 'e', jadi aturan ini tidak selalu benar.[25] Selama perjalanan alami infeksi, HBeAg dapat dibersihkan, dan antibodi terhadap antigen 'e' (anti-HBe) akan segera muncul setelahnya. Konversi ini biasanya dikaitkan dengan penurunan nyata dalam replikasi virus.

Jika inang mampu membersihkan infeksi, akhirnya HBsAg menjadi tidak terdeteksi dan diikuti dengan antibodi IgG terhadap antigen permukaan hepatitis B dan antigen inti (anti-HBs dan anti-HBc IgG).[26] Seseorang dengan HBsAg negatif tetapi positif untuk anti-HB dapat berarti telah sembuh dari infeksi atau telah divaksinasi sebelumnya.

Individu dengan HBsAg positif setidaknya selama enam bulan dianggap sebagai pembawa hepatitis B.[27] Pembawa mungkin mengidap hepatitis B kronis, yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar serum alanina aminotransferase (ALT) dan peradangan hati, jika individu pembawa tersebut berada dalam fase pembersihan imun dari infeksi kronis. Pembawa yang telah serokonversi ke status HBeAg negatif, khususnya mereka yang memperoleh infeksi sebagai orang dewasa, memiliki multiplikasi virus yang sangat sedikit dan karenanya mungkin berisiko kecil komplikasi jangka panjang atau penularan infeksi ke orang lain.[28] Namun, kemungkinan lain individu memasuki "kekebalan" dengan hepatitis HBeAg-negatif.

Lima fase infeksi hepatitis B kronis seperti yang didefinisikan oleh Asosiasi Eropa untuk Studi Hati.

Tes PCR telah dikembangkan untuk mendeteksi dan mengukur jumlah DNA HBV, yang disebut viral load (beban virus, jumlah partikel virus yang diukur dalam darah). Tes ini digunakan untuk menilai status infeksi seseorang dan untuk memantau pengobatan.[29] Individu dengan beban virus tinggi, secara khas memiliki hepatosit ground glass pada biopsi.[30]

Penularan

Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus hepatitis B ini menular.[1]

  • Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
  • Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (Hanya jika penderita memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah), lendir (berciuman), atau luka yang mengeluarkan darah, serta hubungan seksual dengan penderita.

Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap hepatitis, sifilis, dan HIV.

Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, memeriksakan diri dapat dilakukan untuk mencegah penularan penyakit ini.

Pencegahan

Vaksin

Vaksin untuk mencegah hepatitis B telah rutin direkomendasikan diberikan pada bayi sejak 1991 di Amerika Serikat.[31] Kebanyakan vaksin diberikan dalam 3 dosis selama beberapa bulan. Respons perlindingan terhadap vaksin dinyatakan sebagai konsentrasi antibodi anti-HB sekurang-kurangnya 10 mIU/ml pada serum tubuh tervaksinasi. Vaksin lebih efektif diberikan pada anak-anak dan 95 persennya memiliki antibodi anti-HB. Antibodi tersebut turun menjadi 90% pada usia 40 tahun dan menjadi sekitar 75 persen bagi mereka yang telah berusia 60 tahun. Proteksi vaksinasi bersifat jangka panjang, bahkan sesudah antibodi turun di bawah 10 mIU/ml. Untuk bayi baru lahir dari ibu HBsAg-positif: vaksin hepatitis B saja, imunoglobulin hepatitis B saja, atau kombinasi vaksin ditambah imunoglobulin hepatitis B, semuanya mencegah terjadinya hepatitis B.[32] Lebih lanjut, kombinasi vaksin plus imunoglobulin hepatitis B lebih unggul daripada vaksin saja. Kombinasi ini mencegah penularan HBV sekitar waktu kelahiran pada 86% hingga 99% kasus.[32]

Semua yang berisiko bersinggungan dengan cairan tubuh seperti darah harus divaksinasi. Tes untuk menguji efektifitas imunisasi direkomendasikan dan dosis lanjutan vaksin diberikan kepada mereka yang belum cukup kebal.[31]

Mereka yang berisiko tinggi terinfeksi harus dites apakah ada pengobatan yang efektif pada mereka yang memiliki penyakit ini. Kelompok yang ditapis direkomendasikan termasuk mereka yang belum divaksinasi dan salah satu dari: masyarakat dari daerah yang tingkat hepatitis B-nya lebih dari 2 persen (Indonesia termasuk), mereka yang terjangkit HIV, pengguna narkoba suntik, lelaki yang memiliki aktivitas seksual dengan lelaki, dan mereka yang tinggal bersama dengan penderita hepatitis B.[33]

Dalam 10 hingga 22 tahun penelitian tidak ada kasus hepatitis B pada mereka yang memiliki kekebalan normal dan telah divaksinasi, hanya ada beberapa infeksi-infeksi kronik yang telah didokumentasikan.[34] Vaksinasi sangat direkomendasikan untuk kelompok berisiko tinggi termasuk: petugas kesehatan, penderita gagal ginjal kronis, dan lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki.[35][36]

Lainnya

Pada bayi tabung, pencucian sperma tidak diperlukan bagi laki-laki yang menderita hepatitis B untuk mencegah penularan, kecuali pasangan wanitanya belum efektif tervaksinasi. Pada wanita dengan hepatitis B, risiko penularan dari ibu ke bayinya menggunakan teknik IVF maupun kehamilan normal adalah sama.[37]

Skrining rutin untuk kanker hati juga dianjurkan, terutama untuk orang yang lebih tua, mereka yang menderita sirosis, dan pasien dengan riwayat keluarga kanker hati. Skrining meliputi pemeriksaan USG hati ditambah tes darah untuk alpha-fetoprotein (AFP) setiap enam bulan.[38]

Alkohol harus dihindari karena dapat memperburuk kerusakan hati. Semua jenis minuman beralkohol bisa berbahaya bagi hati. Orang dengan hepatitis B dapat mengembangkan komplikasi hati bahkan dengan sejumlah kecil alkohol.[39]

Beberapa obat dapat memberikan toksisitas pada hati. Untuk parasetamol, dosis maksimum yang dianjurkan pada orang dengan penyakit hati tidak lebih dari 2 gram (2000 mg atau empat tablet kekuatan ekstra atau forte) dalam 24 jam. Sebagian besar tablet parasetamol mengandung 325 atau 500 mg. Banyak obat flu dan sakit kepala yang dijual bebas mengandung parasetamol. Untuk iibuprofen, naproksen, dan aspirin harus dihindari jika seseorang menderita sirosis.[40]

Perawatan

Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik.[1]

Infeksi hepatitis B akut biasanya tidak memerlukan pengobatan dan kebanyakan orang dewasa membersihkan infeksi secara spontan.[41][42] Pengobatan antivirus dini mungkin diperlukan pada kurang dari 1% orang, yang infeksinya berlangsung sangat agresif (hepatitis fulminan) atau yang sistem imunnya terganggu. Di sisi lain, pengobatan infeksi kronis mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan kanker hati. Individu yang terinfeksi secara kronis dengan serum alanina aminotransferase yang terus meningkat dan tingkat DNA HBV meruapakan kandidat untuk terapi.[43] Perawatan berlangsung dari enam bulan hingga satu tahun, tergantung pada obat dan genotipe.[44][45]

Meskipun tidak ada obat yang dapat membersihkan infeksi, obat tersebut dapat menghentikan replikasi virus, sehingga meminimalkan kerusakan hati. Pada 2018, ada delapan obat yang dilisensikan untuk pengobatan hepatitis B di Amerika Serikat, termasuk obat antivirus lamivudin, adefovir, tenofovir disoproksil, tenofovir alafenamid, telbivudin, dan entecavir, dan dua modulator sistem imun interferon alfa-2a dan peg-interferon alfa-2a. Pada 2015, Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan tenofovir atau entecavir sebagai agen lini pertama.[46] Mereka dengan sirosis saat ini paling membutuhkan pengobatan.[46]

Penggunaan interferon, yang membutuhkan suntikan setiap hari atau tiga kali seminggu, telah digantikan oleh interferon PEGylated beraksi panjang, yang disuntikkan hanya sekali seminggu.[47] Namun, beberapa individu jauh lebih mungkin untuk merespons daripada yang lain, dan ini mungkin karena genotipe virus yang menginfeksi atau faktor keturunan orang tersebut. Pengobatan ini mengurangi replikasi virus di hati, sehingga mengurangi beban virus.[48] Respons terhadap pengobatan berbeda antara genotipe. Pengobatan interferon dapat menghasilkan tingkat serokonversi antigen e sebesar 37% pada genotipe A, tetapi hanya 6% serokonversi pada tipe D. Genotipe B memiliki tingkat serokonversi yang serupa dengan tipe A, sedangkan serokonversi tipe C hanya pada 15% kasus. Kehilangan antigen e yang berkelanjutan setelah pengobatan adalah ~45% pada tipe A dan B, tetapi hanya 25–30% pada tipe C dan D.[49]

Selain obat-obat di atas, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis diantaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale), Bombyx mori L, Morus alba L, Castanospermum australe, Scutellaria radix, Phyllanthus urinaria, Artemisia annua, Rheum palmatum L, Alisma orientalis.[50][51]

Tampaknya tidak mungkin bahwa penyakit ini akan dihilangkan hingga 2030, tujuan yang ditetapkan pada tahun 2016 oleh WHO. Namun, kemajuan sedang dibuat dalam mengembangkan pengobatan. Pada 2010, Yayasan Hepatitis B melaporkan bahwa 3 obat tahap praklinis dan 11 obat tahap klinis sedang dikembangkan, berdasarkan mekanisme aksi yang sebagian besar serupa. Pada 2020, mereka melaporkan bahwa ada 17 obat tahap praklinis dan 32 obat tahap klinis yang sedang dikembangkan, menggunakan mekanisme yang beragam.[52]

Lihat pula

Referensi