Keresidenan Madura

wilayah administratif di Hindia Belanda
(Dialihkan dari Karesidenan Madura)

Keresidenan Madura adalah sebuah keresidenan yang awalnya didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Madura pada awal abad ke-19 Masehi. Keberadaan Keresidenan Madura berlanjut hingga masa pendudukan Jepang di Indonesia dan masa Pemerintah Indonesia. Pada masa awal pemerintahan Indonesia, Keresidenan Madura diberi hak khusus untuk memindahkan Mahkamah Tentara Luar Biasa dalam keadaan darurat.

Sejarah

Masa Hindia Belanda

Kerajaan-kerajaan di Madura merupakan wilayah yang tidak terikat dan tidak terlibat dalam persaingan politik antara para dinasti pada masa awal Islam di Jawa. Namun, akhirnya wilayah Madura dikuasai oleh Kesultanan Mataram. Namun, kerajaan-kerajaan di Madura kemudian memperoleh jaminan kebebasan dari Belanda terhadap pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa. Belanda memberikan jaminan kepada Kerajaan Sumenep pada pada tahun 1705. Kemudian pada tahun 1743, Belanda memberikan lagi jaminannya kepada Kerajaan Bangkalan. Belanda kemudian menggelari kedua penguasa di kerajaan tersebut dengan gelar yang setingkat dengan gelar raja-raja Kesunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.[1]

Keresidenan Madura merupakan salah satu keresidenan yang dibentuk di wilayah Indonesia pada masa Hindia Belanda.[2] Pada masa pemerintahan Baron van der Capellen selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda, ditetapkan pembentukan keresidenan di Jawa sebanyak 20 keresidenan. Penetapan ini dilakukan secara formal melalu penerbitan Staatsblad Nomor 16 tahun 1819. Salah satunya keresidenan yang terbentuk adalah Keresidenan Madura.[3]

Pada tahun 1828, Keresidenan Madura dihapuskan dan digabungkan sebagai bagian dari Keresidenan Surabaya.[4] Belanda kemudian memberikan gelar tertinggi kepada tiga raja yang berkuasa di Madura. Gelar yang diberikan disamakan dengan gelar raja-raja Surakarta dan Yogyakarta. Pemberian gelar dari Belanda dianggap sebagai penanda posisi kerajaan-kerajaan di Madura sebagai bawahan Belanda. Raja Kerajaan Sumenep diberi gelar sultan pada tahun 1825. Raja di Kerajaan Pamekasan diberi gelar panembahan oleh Belanda pada tahun 1830.[5] Pada tahun ini juga diketahui bahwa wilayah Madura telah dimasukkan sebagai bagian dari Keresidenan Surabaya.[6] Kemudian raja Kerajaan Bangkalan diberi gelar panembahan pada tahun 1847.[5]

Keresidenan Madura kemudian dibentuk kembali oleh Residen Belanda pada tahun 1857. Tujuannya untuk memperkuat kekuasaan politik Belanda di Madura.[4] Belanda menetapkan ibu kota Keresidenan Madura di Pamekasan. Di Kerajaan Sumenep dan Kerajaan Bangkalan, Belanda menetapkan seorang asisten residen sebagai perwakilannya. Kedua kerajaan ini masing-masing dianggap sebagai sebuah kabupaten. Dalam perkembangannya, wilayah kedua kerajaan ini dipersempit hingga akhirnya statusnya sebagai kerajaan dihilangkan. Kerajaan Pamekasan dihilangkan statusnya pada tahun 1858. Kemudian diikuti oleh Kerajaan Sumenep pada tahun 1883 dan Kerajaan Bangkalan pada tahun 1885. Lalu pada tahun 1864, atas paksaan Belanda, wilayah Sampang menjadi wilayah yang urusan administrasinya diserahkan kepada asisten residen Belanda sementara kekuasaannya tetap kepada Panembahan Bangkalan.[7]

Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, Keresidenan Madura dimasukkan sebagai salah satu dari tujuh keresidenan di Jawa Timur. Status Jawa Timur pada masa ini adalah pemerintahan militer daerah dengan koordinasi oleh Gunseibu. Keresidenan pada masa pendudukan Jepang disebut sebagai Syu. Kewenangan pemerintahan keresidenan di Jawa Timur diberikan kepada Gubernur Militer Jawa Timur.[8]

Masa Pemerintah Indonesia

Pada tahun 1950, pemerintah pusat Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya terbagi menjadi tujuh keresidenan yang melingkupi 29 kabupaten. Keresidenan Madura menjadi salah satu yang termasuk di dalamnya.[9] Wilayah Keresidenan Madura mencakup beberapa kabupaten di Jawa Timur. Kabupaten-kabupaten ini meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep.[2]

Kemiliteran

Keresidenan Madura merupakan salah satu keresidenan di Indonesia yang memiliki Mahkamah Tentara Luar Biasa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1946, kedudukan Mahkamah Tentara Luar Biasa di Keresidenan Madura dapat dipindahkan dalam keadaan darurat. Wewenang pemindahan kedudukan ini diberikan kepada perwira tertinggi dalam ketentaraan di Keresidenan Madura.[10]

Residen

Berikut adalah daftar residen yang pernah memerintah Madura.

Residen MaduraMulaiSelesai
Elias Jacob Roeslier18171822
Jan Adriaan Steijn Parve18221824
François Emanuel Hardy18241827
1827-1858 menjadi asisten residen di bawah Residen Surabaya
Nicolaas Anne Theodoor Arriëns18571862
Nicolaas Dirk Lammers van Toorenburg18621864
Joan Hendrik Tobias24 Juni 186411 Maret 1867
Casparus Bosscher11 Maret 186716 Juni 1872
Gerard Marinus Willem van der Kaa16 Juni 187227 November 1875
Adriaan Anton Maximiliaan Nicolaas Keuchenius27 November 187512 Juni 1876
Johan Christiaan Gijsbert Schmeil van Kraaijenoord12 Juni 187610 April 1880
Gerard Jan van der Tuuk10 April 188011 November 1884
Owen Maurits de Munnick30 November 18843 April 1886
Hendrik Herman Donker Curtius3 April 188625 Mei 1889
Johannes Lublink Weddik25 Mei 188913 Maret 1893
Petrus Christiaan Arends13 Maret 189313 Juli 1895
Diedericus Heinricus Fraenkel13 Juli 18958 Mei 1902
Henri de Chauvigny de Blot8 Mei 19025 Maret 1905
Fokko Fokkens5 Maret 190513 April 1909
Hendrik Jan Wijers13 April 19092 Juni 1911
Charles Emil Bodemeijer2 Juni 19112 November 1914
WH. Hoedt2 November 19146 Mei 1918
Samuel Cohen6 Mei 191816 November 1920
Frederik Bute Batten16 November 192013 Desember 1923
Adrien Henri Maas Geesteranus13 Desember 192330 September 1924
Theodorus Arnoldus Meister30 September 192426 Juni 1926
Johannes Gerardus van Heijst26 Juni 19261928
1928-1931 dipecah menjadi Keresidenan Madura Barat dan Timur
Josef Ferdinand VerhoogNovember 193130 Desember 1932
Willem van Hartingsveldt30 Desember 19324 September 1937
Emile Leendert Johan Tydeman4 September 19373 September 1938
Jan Emile Victor Alexander Slors3 September 1938sebelum pendudukan Jepang


Referensi

Catatan kaki

Daftar pustaka