Mudik

aktivitas migran/pekerja luar kota untuk kembali ke kampung halamannya

Mudik (oleh KBBI disinonimkan dengan istilah pulang kampung[1]) adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya.[2] Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Idul Fitri, Idul Adha, Natal & Tahun Baru dan Hari besar Nasional. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dan sungkeman dengan orang tua. Transportasi yang digunakan antara lain: pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, bahkan truk dan bajaj dapat digunakan untuk mudik.

Sepeda motor yang akan menyeberang pada saat mudik di Merak

Etimologi

Kata mudik berasal dari bahasa Jawa Kuno muḍik, dari kata uḍik yang artinya naik; maju (berjalan) ke hulu; menuju ke darat.[3] Pada zaman dahulu sebelum di Jakarta terjadi urbanisasi besar-besaran, masih banyak wilayah yang bernama akhir udik atau ilir (utara atau hilir) dan kebanyakan akhiran itu diganti dengan kata Melayu selatan atau utara. Contohnya seperti Meruya Udik, Meruya Ilir, Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir, dan sebagainya.[4]

Pada saat Jakarta masih bernama Batavia, suplai hasil bumi daerah kota Batavia diambil dari wilayah-wilayah di luar tembok kota di selatan. Karena itu, ada nama wilayah Jakarta yang terkait dengan tumbuhan, seperti Kebon Jeruk, Kebon Kopi, Kebon Nanas, Kemanggisan, Duren Kalibata, dan sebagainya. Para petani dan pedagang hasil bumi tersebut membawa dagangannya melalui sungai. Dari situlah muncul istilah milir-mudik, yang artinya sama dengan bolak-balik. Mudik atau menuju udik saat pulang dari kota kembali ke ladangnya, begitu terus secara berulang kali.[5][6]

Terdapat juga teori yang mengatakan bahwa asal-usul kata "Mudik" berasal dari akronim dua kata dalam bahasa Jawa yaitu "Mulih dhisik" yang bermakna "Pulang dahulu". Walau belum dapat dipastikan kebenarannya, namun teori ini cukup beredar luas, terlebih di kalangan masyarakat pulau Jawa.[7][8]

Angkutan mudik

Beban yang paling berat yang dihadapi dalam mudik adalah penyediaan sistem transportasinya karena secara bersamaan jumlah masyarakat menggunakan angkutan umum atau kendaraan melalui jaringan jalan yang ada sehingga sering mengakibatkan penumpang/pemakai perjalanan menghadapi kemacetan, penundaan perjalanan.

Mudik di Indonesia

Statistik

Jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta adalah menuju Jawa Tengah. Secara rinci prediksi jumlah pemudik tahun 2014 ke Jawa Tengah mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil, 3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang naik pesawat.[9] Bahkan menurut data Kementerian Perhubungan Indonesia menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng dan 39% Jatim. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp. 3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp. 1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp. 5-10 Juta, 3% berpendapatan dibawah Rp. 1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp. 10 Juta.[10]

Insiden

Pada tanggal 1 Juli 2016, terjadi kemacetan total di pintu keluar tol Brebes Timur pada masa mudik lebaran.[11] Dalam peristiwa tersebut, mobil dan kendaraan bermotor lainnya berhenti sampai lebih dari 20 jam di ujung jalan tol.[12] Kemacetan tersebut juga menyebabkan dua belas orang pengguna kendaraan bermotor hingga meninggal dunia.[13] Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, kemacetan di ruas tol Pejagan-Brebes Timur menuju arah Tegal disebabkan tiga faktor utama, yaitu ribuan kendaraan yang melintas di jalan tol Pejagan-Brebes Timur tidak mampu ditampung jalan arteri, banyak pemudik yang menyerobot antrean lajur menuju SPBU, dan petugas di lapangan terlambat melakukan pengalihan arus sehingga lalu lintas macet total serta sulit diurai karena banyak pemudik berhenti di pinggir jalan karena kelelahan menghadapi kemacetan.[14]

Media massa menyingkat tol Brebes Timur Exit menjadi "Brexit", berdasarkan keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa.[15]

Kontroversi

Pada tanggal 23 April 2020, saat sedang ada pelarangan untuk mudik oleh pemerintah karena pandemi corona, Presiden Jokowi mengklaim bahwa mudik dan pulang kampung memiliki arti yang berbeda.[16] Meski di KBBI mudik berarti sama dengan pulang kampung,[17] beberapa ahli ada yang membenarkan pernyataan presiden Jokowi tersebut.[18] Pada tanggal 28 Mei 2020, Menhub Budi Karya Sumadi menganggap tidak ada perbedaan dalam kata mudik dan pulang kampung.[19]

Galeri

Lihat pula

Referensi