Operasi Syahid Soleimani

Pada tanggal 8 Januari 2020, dalam kode operasi militer bernama Operasi Syahid Soleimani (Persia: عملیات شهید سلیمانی),[1] Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) meluncurkan sedikitnya 15 rudal balistik ke pangkalan udara Ayn al-Asad di Kegubernuran Al Anbar, Irak Barat, serta pangkalan udara lain di Erbil, Kurdistan Irak sebagai tanggapan terhadap pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qasem Soleimani oleh pasukan Amerika Serikat.[2][3][4] Ada laporan yang saling bertentangan mengenai korban dimana menurut pihak AS tidak ada korban dari Irak atau Amerika yang dilaporkan. Serangan balasan sebelumnya juga terjadi pada 4 Januari, ketika roket dan mortir menghantam Pangkalan Udara Balad dan Zona Hijau.[5][6] Pada malam hari tanggal 8 Januari 2020, Reuters melaporkan bahwa tiga roket Katyusha diluncurkan dan menabrak Zona Hijau Bagdad.[7][8]

Serangan Iran terhadap pasukan Amerika Serikat di Irak
Bagian dari Krisis Teluk Persia
dan Konflik proksi Iran–Arab Saudi
Ayn al-Asad Airbase di Iraq
Ayn al-Asad Airbase
Ayn al-Asad Airbase
Lokasi Pangkalan udara Ayn al-Asad di Irak
Lingkup operasiSerangan militer terarah terhadap beberapa tempat
LokasiPangkalan udara Ayn al-Asad, Kegubernuran Al Anbar, Irak
Bandar Udara Internasional Erbil, Kegubernuran Erbil, Wilayah Kurdistan, Irak

33°48′N 42°26′E / 33.800°N 42.433°E / 33.800; 42.433 42°26′E / 33.800°N 42.433°E / 33.800; 42.433
PerencanaIran Iran
PemimpinMay. Jen. Hossein Salami
SasaranPangkalan udara Ayn al-Asad
Bandar Udara Internasional Erbil
Tanggal8 Januari 2020 (UTC+03:00)
PelaksanaKorps Pengawal Revolusi Islam
Hasil6 hingga 10 rudal Fateh-313 mengenai Pangkalan udara Ayn al-Asad
1 rudal Qiam 1 mengenai dalam jarak 20 mil dari Bandar Udara Internasional Erbil (diklaim)
1 rudal Qiam 1 mencapai Bandar Udara Internasional Erbil dan tidak meledak (diklaim)
3 rudal Qiam 1 gagal di udara (diklaim)
Korban
  • 80 tewas dan 200 terluka (dinyatakan oleh media Iran)
  • 110 terluka (cedera otak traumatis) (dinyatakan oleh Amerika Serikat)

Latar belakang

Menjelang serangan, para pejabat Iran telah menyatakan bahwa Iran akan membalas terhadap pasukan AS atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani di Bagdad pada 3 Januari 2020.[9] Dilaporkan, setelah serangan Bagdad, agen mata-mata AS mendeteksi bahwa resimen rudal balistik Iran berada pada kesiapan yang meningkat tetapi tidak jelas pada saat itu apakah itu adalah tindakan defensif atau indikasi serangan di masa depan terhadap pasukan AS.[10] Presiden AS Donald Trump memperingatkan Teheran bahwa pembalasan apa pun akan mengakibatkan AS menargetkan 52 situs signifikan Iran, termasuk situs budaya.[11]

Minggu sebelumnya, pada 3 Desember 2019, lima roket telah mendarat di pangkalan udara Ayn al-Asad dan tidak ada yang terluka.[12] "Sumber keamanan" di dalam pangkalan udara Ayn al-Asad dan "pejabat lokal di kota terdekat" mengatakan bahwa laporan bahwa pangkalan udara Ayn al-Asad diserang pada waktu itu adalah palsu.

Pada 4 Januari 2020, dua roket menghantam Pangkalan Udara Balad yang terletak di dekat Bagdad.[5][6]Dua mortir juga mengenai Zona Hijau Bagdad.[6] Tidak ada korban jiwa maupun luka dalam serangan itu.[5]

Menurut juru bicara Perdana Menteri Irak Adil Abdul-Mahdi pada 8 Januari tak lama setelah tengah malam, Perdana Menteri telah menerima pesan dari Iran yang menunjukkan bahwa respons terhadap pembunuhan Jenderal Soleimani telah "mulai atau akan segera mulai". Iran juga memberi tahu PM bahwa hanya lokasi-lokasi di mana pasukan AS ditempatkan akan ditargetkan. Meskipun lokasi pasti dari pangkalan tidak diungkapkan, para pejabat AS mengkonfirmasi pasukan mereka memiliki peringatan yang memadai untuk berlindung dari serangan.[13][14]

Serangan

Menurut Kantor Berita Pelajar Iran (ISNA), outlet berita milik pemerintah negara itu, Iran menembakkan "puluhan rudal darat-ke-darat" di pangkalan itu dan mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.[1] ISNA menyatakan bahwa kode yang digunakan untuk meluncurkan rudal adalah 'Oh Zahra.'[15][1] Serangan itu berlangsung dalam dua gelombang, masing-masing terpisah sekitar satu jam.[16]

Meskipun Pentagon membantah jumlah yang diluncurkan, pihaknya telah mengkonfirmasi bahwa pangkalan udara Ayn al-Asad dan Erbil di Irak terkena rudal Iran.[17][18] Seorang juru bicara militer AS untuk Komando Pusat Amerika Serikat menyatakan total lima belas rudal ditembakkan. Sepuluh mengenai pangkalan udara Ayn al-Asad, satu mengenai pangkalan Erbil, dan empat rudal gagal.[16] Sumber-sumber lain mengkonfirmasi bahwa dua rudal balistik menargetkan Erbil: satu mengenai Bandara Internasional Erbil dan tidak meledak, yang lain mendarat sekitar 20 mil di sebelah barat Erbil.[19]

Menurut militer Irak, 22 rudal balistik ditembakkan di dua lokasi antara pukul 01:45 dan 02:15 waktu setempat di fasilitas al-Asad dan Erbil. Mereka mengatakan 17 rudal telah diluncurkan di pangkalan Ain al-Asad dan lima rudal di Erbil.[20][21]

Kantor Berita Fars merilis video mengenai hal yang diklaimnya sebagai serangan terhadap pasukan militer AS di Irak.[22][23]

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Iran secara simbolis menargetkan pangkalan-pangkalan yang melancarkan serangan,[24] sementara seorang juru bicara Korps Pengawal Revolusi Iran mengatakan waktu serangan datang kira-kira pada waktu yang sama ketika Soleimani meninggal.[25]

Korban

Kerusakan (dilingkari) pada setidaknya lima struktur bangunan di pangkalan udara Ayn al-Asad dalam serangkaian serangan rudal oleh Iran

Awalnya, disebutkan bahwa tidak ada rudal yang ditargetkan di pangkalan Erbil yang menyebabkan korban.[19] Diyakini bahwa Iran sengaja menghindari korban dalam operasi mereka,[26][27][28] sementara masih mengirimkan pesan yang kuat tentang penyelesaian setelah pembunuhan Soleimani oleh pasukan AS.[27][28]

Pejabat AS menyatakan bahwa penilaian kerusakan bom sedang berlangsung beberapa jam setelah serangan. Presiden AS Donald Trump kemudian menyatakan bahwa penilaian korban dan kerusakan sedang berlangsung.[2][29] Penilaian awal adalah bahwa "tidak ada korban di pihak AS."[16] dan rudal yang menghantam daerah pangkalan udara Ayn al-Asad yang tidak dihuni oleh orang Amerika.[30] Sumber keamanan Irak mengatakan ada korban pihak Irak di pangkalan itu.[30] Namun, militer Irak kemudian melaporkan tidak ada korban di antara pasukannya.[20][21][31] Pejabat senior Irak menambahkan pernyataan mereka bahwa tidak ada korban Amerika atau Irak yang diakibatkan oleh serangan rudal.[32]

Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Norwegia menyatakan tidak ada cedera yang dilaporkan untuk sekitar tujuh puluh pasukan Norwegia yang ditempatkan di pangkalan udara Ayn al-Asad.[15] Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, membenarkan bahwa tidak ada warga Australia yang terluka dalam serangan itu. Selama serangan itu, PM Australia dilaporkan memberi tahu Angus Campbell, kepala Angkatan Bersenjata Australia, untuk "mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan" pasukan dan diplomat Australia di Irak.[2][33] Jonathan Vance, kepala Angkatan Bersenjata Kanada, membenarkan bahwa tidak ada orang Kanada yang terbunuh dalam serangan itu.[2][34] Angkatan Udara Kerajaan Denmark membenarkan bahwa tidak ada tentara Denmark yang terluka akibat serangan itu.[35] Menteri Pertahanan Polandia menyatakan tidak ada pasukan Polandia yang ditempatkan di Irak terluka.[36][37] Sekretaris Jenderal OPEC Mohammed Barkindo pada konferensi di Abu Dhabi mengumumkan bahwa fasilitas minyak Irak aman[37]

Televisi Iran mengklaim 80 warga AS tewas dan terjadi kerusakan pada helikopter AS.[38][39] Trump kemudian mengumumkan bahwa tidak ada korban yang disebabkan oleh serangan udara itu dan kerusakan itu "minimal".[40][41]

Situasi berkembang pada 24 Januari, ketika seorang juru bicara Pentagon mengatakan bahwa 34 anggota tentara mengalami cedera otak traumatis dari serangan tersebut. Sejumlah 18 orang dievakuasi menuju Landstuhl Regional Medical Center di Jerman, dan delapan di antaranya kemudian dikirim ke AS untuk dirawat di Walter Reed Army Medical Center.[42] Seorang lainnya dievakuasi ke Kuwait. Di samping itu, 16 anggota tentara dirawat di Irak dan telah kembali bertugas.[43]

Pada 28 Januari, menurut beberapa petinggi Pentagon, sekotar "200 orang yang berada dalam wilayah ledakan pada saat serangan telah diperiksa untuk mencari gejala cederanya." Hasilnya, "50 tentara Amerika didiagnosis dengan COT (cedera otak traumatis)." Disebutkan bahwa jumlah orang yang didiagnosis mungkin akan berubah,[44][45] karena menurut informasi terbaru, aada 31 orang yang telah dirawat di Irak, sedangkan 18 (sebelumnya 17) dirawat di Jerman.[44]

Hingga 22 Februari, angka resmi jumlah cedera meningkat hingga 110.[46] Pentagon berkata semua korban didiagnosa dengan cedera otak traumatis sedang dan 77 orang telah kembali bertugas.[46]

Akibat

Otoritas penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration mengeluarkan Notice to Airmen yang melarang maskapai penerbangan sipil AS beroperasi di wilayah udara Irak, Iran, perairan Teluk Persia dan Teluk Oman.[2][47][48] Singapore Airlines mengalihkan penerbangan dari wilayah udara Iran setelah serangan itu.[49]

Harga minyak melonjak sebesar 4% di tengah berita tentang serangan itu, dengan para analis mencatat bahwa para investor telah meremehkan respons yang diharapkan Iran terhadap kematian Soleimani.[50] Bloomberg melaporkan bahwa hanya beberapa jam setelah serangan yang gagal, "minyak memperlambat kenaikan harga sebelumnya yang luar biasa."[51]

Citra satelit yang dibuat oleh Planet Labs menunjukkan kerusakan parah pada Pangkalan udara Ayn al-Asad. Setidaknya lima bangunan rusak dalam serangan yang tampaknya cukup tepat untuk menabrak bangunan individu. David Schmerler, seorang analis dari Middlebury Institute of International Studies di Monterey yang mengevaluasi foto-foto itu mengatakan, "Serangan-serangan itu tampaknya mengenai gedung-gedung yang menyimpan pesawat, sementara gedung-gedung yang digunakan untuk staf perumahan tidak terkena serangan."[52]

Reaksi

Pada 8 Januari 2020, Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran mengatakan bahwa tindakan militer tersebut tidak cukup dan bahwa "kehadiran korup" Amerika Serikat di Timur Tengah harus diakhiri.[53]

Setelah serangan itu, menteri luar negeri Iran Javad Zarif menyatakan di Twitter bahwa "Iran mengambil & menyimpulkan langkah-langkah proporsional dalam bela diri berdasarkan Pasal 51 dari Piagam PBB yang menargetkan pangkalan yang meluncurkan serangan bersenjata pengecut terhadap warga negara kami & pejabat senior. Kami tidak mencari eskalasi atau perang, tetapi akan membela diri terhadap agresi apa pun."[2][54][55]

Para pemimpin UE telah mendesak Trump, baik secara publik maupun pribadi, untuk tidak memberikan reaksi militer terhadap serangan-serangan itu.[56] Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengecam serangan rudal Iran terhadap pangkalan militer AS di Irak dan mendesak Teheran untuk menghindari serangan lebih "sembrono dan berbahaya".[57] Tak lama setelah pengumuman Trump mengenai serangan 8 Januari, ulama berpengaruh Muqtada al-Sadr mendesak pengikutnya untuk tidak melakukan serangan terhadap unsur-unsur AS di Irak.[58]

Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengatakan saat peresmian pipa gas TurkStream dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, bahwa "tidak ada yang memiliki hak untuk mejadikan seluruh wilayah, khususnya Irak, menjadi cincin api baru demi kepentingan mereka sendiri." Dia juga mengatakan bahwa "ketegangan antara sekutu kami Amerika Serikat dan tetangga kami Iran telah mencapai titik yang kita tidak inginkan sama sekali", sementara mereka juga mempromosikan upaya-upaya diplomatik Turki untuk meredakan krisis.[59]

Respon Amerika Serikat

Video pidato Donald Trump pada 8 Januari 2020

Dalam komentar publik pertamanya tentang serangan itu, Presiden AS Trump menyatakan di Twitter bahwa "Semua baik-baik saja!". Dia menambahkan bahwa penilaian kerusakan sedang berlangsung dan bahwa dia akan membuat pernyataan tentang serangan keesokan paginya.[2][29]

Dalam pidatonya, Trump meremehkan dampak serangan udara dan mengumumkan sanksi baru terhadap Iran.[40][41] Dia juga menyatakan bahwa dia bersedia "merangkul perdamaian."[40][41]

Anggota Partai Republik dari Senat AS menyarankan pemerintahan Trump untuk menurunkan sikapnya dengan Iran. Pemimpin mayoritas senat Mitch McConnell mengatakan, "Saya percaya Presiden ingin menghindari konflik atau kehilangan nyawa yang tidak perlu, tetapi dia siap untuk melindungi kehidupan dan kepentingan Amerika dan saya berharap para pemimpin Iran tidak salah menghitung dengan mempertanyakan kehendak kolektif kita dalam meluncurkan serangan lebih lanjut."[60]

Referensi