Penanggalan radiokarbon

Penanggalan radiokarbon (disebut pula penanggalan karbon atau penanggalan karbon-14) adalah suatu metode penentuan usia suatu objek yang mengandung materi organik dengan memanfaatkan sifat radiokarbon, suatu isotop radioaktif dari karbon.[1]

Metode ini dikembangkan pada akhir tahun 1940-an oleh Willard Libby,[2] yang menerima Hadiah Nobel dalam Kimia pada tahun 1960 berkat karyanya ini. Metode ini didasarkan pada fakta bahwa radiokarbon (14C) dihasilkan terus-menerus di atmosfer sebagai hasil interaksi sinar kosmik dengan nitrogen di atmosfer. 14C yang dihasilkan bergabung dengan oksigen di atmosfer untuk membentuk karbon dioksida radioaktif, yang digunakan tumbuhan untuk proses fotosintesis; hewan memakan tumbuhan tersebut dan menerima 14C. Ketika hewan dan tumbuhan tersebut mati, pertukaran karbon antara mereka dengan lingkungan berakhir, dan sejak saat itu, jumlah 14C yang dikandungnya mulai berkurang sedikit demi sedikit ketika 14C mengalami peluruhan radioaktif. Pengukuran jumlah 14C dalam sampel tumbuhan atau hewan mati seperti pada suatu potongan kayu atau potongan tulang menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memperkirakan kapan tumbuhan atau hewan tersebut mati. Semakin tua sampel tersebut, maka semakin sedikit 14C yang dapat dideteksi dari sampel tersebut, dan karena waktu paruh 14C (masa ketika setengah dari sampel yang diberikan telah meluruh) adalah sekitar 5.730 tahun, penanggalan tertua yang dapat terukur melalui metode ini adalah sekitar 50.000 tahun lalu, meskipun metode penyiapan khusus terkadang dapat memberikan analisis akurat bagi sampel yang sudah sangat tua.

Sejumlah penelitian telah dilakukan sejak tahun 1960-an untuk menentukan proporsi 14C di atmosfer. Hasilnya, dalam bentuk kurva kalibrasi, saat ini digunakan untuk mengkonversi pengukuran radiokarbon dalam suatu sampel ke dalam perkiraan usia sampel tersebut. Koreksi lainnya harus dibuat dengan mempertimbangkan proporsi 14C dalam jenis organisme yang berbeda (fraksionasi), serta kadar 14C yang bervariasi di biosfer (efek reservoir). Pembakaran bahan bakar fosil seperti arang dan minyak, serta uji nuklir yang dilakukan pada 1950-an dan 1960-an mempersulit perhitungan penanggalan karbon. Karena waktu yang diperlukan untuk mengubah materi biologis menjadi bahan bakar fosil lebih lama dibanding waktu yang diperlukan bagi 14C untuk meluruh pada batas deteksi, bahan bakar fosil hampir sama sekali tidak mengandung 14C, dan karenanya sempat terjadi penurunan proporsi 14C di atmosfer yang berawal pada akhir abad ke-19. Kebalikannya, uji nuklir meningkatkan jumlah 14C di atmosfer, yang mencapai maksimumnya pada sekitar tahun 1965 dengan hampir dua kali dari jumlah 14C yang ada sebelum uji tersebut dimulai.

Pengukuran radiokarbon pada mulanya dilakukan dengan alat pencacah-beta, yang menghitung jumlah radiasi beta yang dipancarkan melalui peluruhan atom 14C dalam sampel. Baru-baru ini, spektrometri massa pemercepat menjadi metode pilihan dalam pengukuran radiokarbon; metode ini menghitung seluruh atom 14C dalam sampel dan tidak hanya karbon yang akan meluruh selama pengukuran; karenanya metode ini dapat digunakan dengan sampel yang lebih sedikit (seperti biji tumbuhan), dan lebih cepat memberikan hasil. Pengembangan penanggalan radiokarbon berdampak besar pada bidang arkeologi. Selain memberi penanggalan yang lebih akurat dibandingkan metode sebelumnya, metode ini mampu membandingkan penanggalan dengan jarak yang amat besar. Sejarah arkeologi terkadang merujuk pengaruh ini sebagai "revolusi radiokarbon". Penanggalan radiokarbon memberikan penanggalan bagi sejumlah masa transisi prasejarah penting, seperti akhir zaman es terakhir, dan awal Neolitikum dan Zaman Perunggu di wilayah yang berbeda.

Sejak diperkenalkan metode ini telah banyak digunakan sampai saat ini untuk menganalisis banyak objek terkenal, antara lain sampel dari Gulungan Laut Mati, Kain Kafan dari Torino, sejumlah besar artefak dari zaman Mesir kuno untuk memasok informasi bagi kronologi Dinasti Mesir,[3] dan Ötzi, manusia purba yang jasadnya ditemukan terawetkan dalam es.[4]

Latar belakang

Sejarah

Pada tahun 1939, Martin Kamen dan Samuel Ruben dari Laboratorium Radiasi di Berkeley memulai percobaan untuk menentukan apakah unsur-unsur yang umum dalam materi organik memiliki isotop dengan waktu paruh yang cukup lama untuk digunakan dalam penelitian biomedis. Mereka mensintesis 14C menggunakan pemercepat siklotron laboratorium tersebut dan kemudian mereka menemukan bahwa atom-atom tersebut memiliki waktu paruh yang jauh lebih lama dari yang mereka anggap sebelumnya.[5] Penemuan ini kemudian diikuti oleh prediksi oleh Serge A. Korff, yang saat itu bekerja di Franklin Institute di Philadelphia, bahwa interaksi neutron termal dengan 14N di atmosfer atas dapat menghasilkan 14C.[note 1][7][8] 14C sebelumnya telah terpikir untuk dibuat dari interaksi deuteron dengan 13C.[5] Pada saat di masa Perang Dunia II, Willard Libby, yang saat itu menjalani studi di Berkeley, mempelajari penelitian Korff dan terpikir akan kemungkinan penggunaan radiokarbon untuk penanggalan.[7][8]

Pada tahun 1945, Libby memulai penelitiannya mengenai penanggalan radiokarbon di Universitas Chicago. Ia menerbitkan sebuah makalah pada tahun 1946 yang berisi usulan mengenai kemungkinan adanya 14C serta karbon non-radioaktif dalam materi hayati.[9][10] Libby dan beberapa kolaborator melakukan percobaan dengan metana yang ia kumpulkan dari selokan di Baltimore, dan setelah memperkaya sampel mereka secara isotopik mereka mampu menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung 14C. Di sisi lain, metana yang dihasilkan dari minyak bumi tidak menujukkan aktivitas radiokarbon karena usia sampel tersebut. Hasil tersebut dirangkum dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Science pada tahun 1947, yang dalam komentarnya para penulis menyatakan bahwa hasil tersebut memperlihatkan adanya kemungkinan untuk melakukan penanggalan pada materi yang mengandung karbon organik.[9][11]

Libby dan James Arnold melanjutkan penelitiannya untuk menguji teori penanggalan radiokarbon dengan menganalisis sampel yang telah diketahui usianya. Sebagai contoh, dua sampel yang diambil dari makam dua raja Mesir, Djoser dan Sneferu, masing-masing tertanggal 2625 SM lebih kurang 75 tahun, diukur dengan metode penanggalan radiokarbon dan menghasilkan usia kira-kira 2800 SM lebih kurang 250 tahun. Hasil ini diterbitkan dalam Science pada tahun 1949.[12][13][note 2] Dalam kurun waktu 11 tahun setelah pengumuman tersebut, lebih dari 20 laboratorium penanggalan radiokarbon telah dibangun di seluruh dunia.[15] Pada tahun 1960, Libby dianugerahi Hadiah Nobel dalam Kimia berkat karyanya tersebut.[9]

Detail kimia dan fisika

Di alam, karbon hadir sebagai dua isotop stabil, nonradioaktif: karbon-12 (12C), dan karbon-13 (13C), serta sebuah isotop radioaktif, karbon-14 (14C), yang dikenal pula sebagai "radiokarbon". Waktu paruh bagi 14C (masa yang diperlukan untuk meluruhnya setengah jumlah 14C) adalah sekitar 5.730 tahun, sehingga konsentrasinya di atmosfer mungkin diperkirakan berkurang selama ribuan tahun, namun 14C diproduksi secara terus-menerus di stratosfer bawah dan troposfer atas, terutama oleh sinar kosmik galaktik, dan pada tingkatan yang lebih rendah oleh sinar kosmik matahari.[9][16] Sinar ini menghasilkan neutron yang kemudian menghantam atom nitrogen-14 (14N) dan membentuk 14C.[9] Reaksi nuklir tersebut merupakan jalur reaksi utama dalam pembentukan 14C:

n + 14
7
N
14
6
C
+ p

Dalam persamaan di atas, n mewakili neutron dan p mewakili proton.[17][18][note 3]

Setelah diproduksi, 14C bergabung secara cepat dengan oksigen di atmosfer untuk membentuk karbon monoksida (CO) pertama,[18] dan kemudian menjadi karbon dioksida (CO2).[19]

14C + O214CO + O
14CO + OH → 14CO2 + H

Karbon dioksida yang dihasilkan dari reaksi ini berdifusi di atmosfer, terlarut di lautan, serta dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Hewan memakan tumbuhan ini, dan karenanya radiokarbon terdistribusi ke seluruh biosfer. Perbandingan 14C dan 12C kira-kira 1,25 bagian 14C terhadap 1012 bagian 12C.[20] Selain itu, sekitar 1% atom karbon merupakan isotop 13C yang stabil.[9]

Persamaan reaksi peluruhan radioaktif 14C adalah:[21]

14
6
C
14
7
N
+ e + νe

Dengan memancarkan partikel beta (suatu elektron, e) dan suatu antineutrino elektron (νe), neutron dalam inti 14C berubah menjadi proton dan inti 14C kembali ke bentuk isotop stabil (non-radioaktif) 14N.[22]

Prinsip

Selama masa hidupnya, tumbuhan atau hewan berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya melalui pertukaran karbon baik dengan atmosfer, atau melalui makanan yang dikonsumsinya. Mereka karenanya memiliki proporsi 14C yang sama dengan atmosfer, atau dalam kasus hewan atau tumbuhan laut, sama dengan laut. Ketika mereka mati, mereka berhenti menerima 14C, namun 14C dalam materi biologisnya saat itu akan terus meluruh, dan karenanya perbandingan 14C terhadap 12C dalam sisa-sisa mereka akan berkurang secara bertahap. Karena 14C meluruh pada laju yang diketahui, proporsi radiokarbon dapat digunakan untuk menentukan seberapa lama sejak sampel yang diberikan berhenti mengalami pertukaran karbon – semakin tua sampel tersebut, semakin sedikit 14C yang tersisa.[20]

Peluruhan isotop radioaktif dinyatakan melalui persamaan:[9]

yang dalam rumus di atas, N0 merupakan jumlah atom isotop dalam sampel awal (pada saat t = 0, saat ketika sampel organisme tersebut mati), dan N adalah jumlah atom yang tersisa pada saat t.[9] λ adalah suatu konstanta yang bergantung pada isotop tertentu; untuk isotop yang diberikan akan berbanding terbalik dengan waktu purata – yaitu waktu rerata atau yang diperkirakan dari atom yang diberikan untuk dapat bertahan sebelum mengalami peluruhan radioaktif.[9] Waktu purata, dinyatakan dengan τ, dari 14C adalah 8.267 tahun,[note 4] sehingga persamaan di atas dapat ditulis kembali sehingga:[24]

Lihat pula

  • Metodologi penanggalan dalam arkeologi

Catatan

Referensi

Sumber

Pranala luar