Perampasan harta benda Gereja Ortodoks Rusia 1922

Penyitaan perhiasan dari gereja-gereja di Rusia pada tahun 1922 dilakukan oleh pemerintah Bolshevik untuk memerangi wabah kelaparan pada tahun 1921–1922 di Rusia.[1]

Monumen ini berlokasi di alun-alun Shuya, di depan Katedral Kebangkitan Kristus. Dibuat untuk mengenang orang-orang yang terbunuh selama perlawanan penyitaan perhiasan dan harta benda dari gereja untuk membantu orang-orang yang kelaparan.

Penyitaan ini menimbulkan perlawanan karena memasukkan barang-barang yang ditujukan khusus untuk keperluan liturgi. Selain itu beberapa pendeta juga mengorganisir perlawanan terhadap penyitaan perhiasan gereja.

Pemerintah Soviet mengeluarkan Dekrit Pemisahan Gereja dari Negara Bagian dan Sekolah dari Gereja pada 5 Februari 1918 yang menyebutkan bahwa semua properti yang ada pada Gereja Ortodoks Rusia dan organisasi keagamaan lainnya akan disita untuk negara kecuali bangunan dan benda yang digunakan secara khusus untuk keperluan liturgi. Bangunan dan benda yang terkait dengan liturgi tersebut masih dapat digunakan melalui ketetapan khusus dari pemerintah lokal atau pusat.[1][2]

Keputusan ini menyebabkan ketidakpuasan dari berbagai pihak sehingga akibatnya sekelompok orang mencoba melakukan perlawanan ketika beberapa perwakilan negara akan mendaftar properti gereja dan biara. Perlawanan tersebut berakhir dengan sebuah persidangan.[3]

Tanggal 23 Februari 1922, Komite Eksekutif Pusat Seluruh Rusia mengeluarkan dekrit "Tentang Penyitaan Perhiasan Gereja" [4] yang memerintahkan agar pemerintah setempat mengambil semua benda berharga yang ada di gereja-gereja dan kemudian mengirimkannya ke Central Fund for the Relief of the Starving.

Seorang pendeta yang bernama Patriark Tikhon juga ikut menghalangi kegiatan penyitaan tersebut.[5][6] Ia mengeluarkan seruan pada 28 Februari 1922[7] yang isinya antara lain adalah melarang penyitaan benda-benda suci dan menyebut tindakan ini sebagai pencurian benda-benda suci. Untuk memperkuat pendapatnya, Patriark merujuk pada 73 kanon para rasul [8] serta 10 kanon Dewan Protodeutera.[9][10][11]

Akibat dari pesannya tersebut maka terjadi bentrokan antara perwakilan pemerintah dan umat Kristiani.[12] Bentrokan bersenjata paling terkenal terjadi di Shuya, dimana sekelompok orang dengan bersenjatakan kayu berusaha menghalangi perwakilan pemerintah yang akan merebut perhiasan gereja. Akibat dari peristiwa tersebut, Patriark Tikhon dan pengikutnya kemudian disidang.[13]

Penyitaan harta gereja tersebut selesai pada 26 Mei 1922.

The New York Times melaporkan bahwa sebanyak delapan imam, dua orang awam dan satu wanita dijatuhi hukuman mati di Moskow pada 8 Mei 1922 akibat menolak penyitaan tersebut.[14]

Catatan

Referensi