Bahasa Melayu Kuno

bentuk Melayu tertua yang berhasil dibuktikan, dibuktikan melalui inskripsi yang terutama ditemukan di Sumatra dan Jawa

Bahasa Melayu Kuno (atau Melayu Kuno saja tanpa "bahasa", terkadang juga disebut sebagai Melayu Tua, Inggris: Old Malay, OM) adalah nama yang digunakan untuk menyebut suatu bahasa yang tertulis pada beberapa prasasti yang berasal dari abad ke-7 hingga abad ke-10 M yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Sebagian besar prasasti yang menjadi sumber korpus (bukti tertulis) Melayu Kuno berkaitan dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya.[5] Nama "Melayu Kuno" menunjukkan bahwa bahasa ini merupakan pendahulu dari bahasa Melayu Modern dan bahasa Melayu Klasik, tetapi para ahli memiliki pandangan berbeda terhadap hal tersebut, begitu pun terhadap persoalan apakah bahasa ini adalah salah satu anggota rumpun bahasa Melayik.[6][7][8][9]

Bahasa Melayu Kuno
Bahasa Melayu Kuno
Prasasti Kedukan Bukit (683) yang ditemukan di Sumatra adalah spesimen bahasa Melayu tertua yang masih ada.[1]
Wilayah
EtnisPara penutur bahasa-bahasa Malayik
EraAbad ke-7 hingga ke-14 M
Lihat sumber templat}}
Bentuk awal
Aksara Pallawa
Kode bahasa
ISO 639-3omy
Glottologoldm1243[2]
QIDQ31775823
Status konservasi
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Melayu Kuno diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [3][4]

Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Bahasa Melayu pertama kali digunakan pada milenium pertama yang dikenal sebagai bahasa Melayu Kuno, bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam waktu dua milenium, bahasa Melayu telah mengalami berbagai lapisan pengaruh asing melalui perdagangan antarbangsa, perluasan agama, penjajahan, dan perkembangan tren sosial politik baru. Bentuk bahasa Melayu tertua berasal dari bahasa Melayu-Polinesia Purba yang dituturkan oleh pemukim Austronesia terawal di Asia Tenggara. Bentuk ini kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno ketika budaya dan agama India mulai menembusi wilayah ini, kemungkinan besar menggunakan aksara Kawi dan Rencong, kata beberapa peneliti linguistik. Bahasa Melayu Kuno mengandung beberapa istilah yang ada pada saat ini, tetapi tidak dapat dipahami oleh penutur modern, sedangkan bahasa modern sebagian besar sudah dapat dikenali dalam bahasa Melayu Klasik tertulis tahun 1303 M.[10]

Bahasa Melayu Kuno yang ditemukan dalam prasasti-prasasti sumber memakai banyak kosakata bahasa Sanskerta dan ditulis menggunakan aksara Pallawa yang merupakan aksara Brahmi sehingga terdapat beberapa penyesuaian yang ditemukan untuk mengakomodasi fonologi Melayu Kuno yang berbeda dengan Sanskerta.[11]

Nama

Para arkeolog dan linguis pada awalnya tidak menggunakan nama tertentu untuk menyebut bahasa yang digunakan pada prasasti-prasasti berbahasa Melayu yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Linguis Charles Otto Blagden (1913) dan arkeolog George Cœdès (1930) menggunakan penyebutan seperti "bentuk kuno" atau "teks paling kuno" dari bahasa Melayu sedangkan linguis Gabriel Ferrand menggunakan nama malayo-sanscrit ("Melayu-Sanskerta") dalam tulisannya pada tahun 1932.[a][14] Indolog J. G. de Casparis mulai menggunakan nama Oud-Maleise ("Melayu Tua") dalam bukunya Prasasti Indonesia jilid pertama yang terbit tahun 1950.[15] Nama tersebut kemudian digunakan oleh sastrawan A. Teeuw dengan menulis Old Malay dalam tulisan singkatnya tahun 1959 mengenai sejarah bahasa Melayu.[16]

Sejarah

Perincian Aksara Rencong, sistem penulisan yang ditemukan di Sumatra bagian Tengah.[17] Teks itu berbunyi (ejaan Voorhoeve): "haku manangis ma / njaru ka'u ka'u di / saru tijada da / tang [hitu hadik sa]", yang diterjemahkan oleh Voorhoeve sebagai: "Aku menangis menyeru kau. Kau diseru tiada datang" (hitu adik sa- adalah sisa baris ke-4.)

Awal era umum menjadi saksi pengaruh peradaban India yang tumbuh di kepulauan ini. Sebelum kedatangan para pedagang India ke Kepulauan Melayu, bahasa yang digunakan masyarakat setempat dikenal dengan bahasa Melayu Purba. Dengan penyerapan dan penyebaran perbendaharaan kata Dravida dan pengaruh agama-agama besar India seperti Hindu dan Buddha, bahasa Purwa-Malayik berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno. Prasasti Dong Yen Chau diyakini berasal dari abad ke-4 M, ditemukan di barat laut Tra Kieu, dekat ibu kota lama Campa di Indrapura, Vietnam modern.[18][19][20] Namun, bahasa ini dianggap ditulis dalam bahasa Cam Kuno daripada bahasa Melayu Kuno oleh para ahli seperti Graham Thurgood. Spesimen bahasa Melayu Kuno yang tidak menimbulkan perdebatan adalah Prasasti Sojomerto abad ke-7 M dari Jawa Tengah, Prasasti Kedukan Bukit dari Sumatera Selatan, dan beberapa prasasti lain yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-10 yang ditemukan di Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa, pulau-pulau lain di Kepulauan Sunda, serta Luzon. Semua prasasti bahasa Melayu Kuno menggunakan aksara India seperti aksara Pallawa, Nagari atau aksara-aksara Sumatra Kuno yang dipengaruhi India.[21]

Tata bahasa Melayu Kuno sangat dipengaruhi oleh kitab-kitab Sanskerta dari segi fonem, morfem, kosakata, dan ciri-ciri keilmuan, terutama apabila kata-kata tersebut berkait erat dengan budaya India seperti puja, bakti, kesatria, maharaja, dan raja, serta pada agama Hindu-Buddha seperti dosa, pahala, neraka atau surga, puasa, sami, dan biara, yang bertahan hingga kini. Bahkan, beberapa orang Melayu tanpa memandang agama pribadi mempunyai nama yang berasal dari bahasa Sanskerta seperti nama-nama dewa atau pahlawan Hindu India antara lain Putri, Putra, Wira, dan Wati.

Secara populer diklaim bahwa bahasa Melayu Kuno prasasti-prasasti Sriwijaya dari Sumatera Selatan adalah leluhur bahasa Melayu Klasik. Namun, seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli bahasa, hubungan yang tepat antara kedua bahasa ini, baik leluhur maupun bukan, diragukan dan masih tidak pasti.[22] Hal ini disebabkan adanya sejumlah kekhasan morfologis dan sintaksis, serta imbuhan yang lazim dari bahasa Batak dan Jawa yang berkaitan, tetapi tidak ditemukan bahkan dalam manuskrip-manuskrip bahasa Melayu Klasik. Mungkin saja bahasa prasasti-prasasti Sriwijaya adalah sepupu dekat dan bukannya leluhur bahasa Melayu Klasik.[23] Selain itu, walaupun bukti terawal bahasa Melayu Klasik telah ditemukan di Semenanjung Malaya dari tahun 1303, bahasa Melayu Kuno tetap digunakan sebagai bahasa tulisan di Sumatra hingga akhir abad ke-14, dibuktikan dari Prasasti Bukit Gombak bertarikh 1357[24] dan manuskrip Tanjung Tanah zaman Adityawarman (1347–1375). Bahasa Melayu Kuno mencapai kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-14 pada zaman kerajaan Sriwijaya sebagai bahasa perantara dan bahasa penadbiran.

Sumber-sumber bahasa Melayu Kuno

Meskipun tidak terlalu banyak, ada cukup sumber naskah atau tulisan yang dapat dipelajari sehingga orang cukup memperoleh gambaran mengenai aspek kebahasaan bahasa ini.

Bahasa Melayu Kuno ditemukan pada prasasti-prasasti berikut (tidak lengkap):

Penggolongan

Bahasa Melayu Kuno merupakan sebuah bahasa Melayu–Polinesia namun belum terdapat konsensus mengenai kedudukannya di dalam rumpun bahasa tersebut. Linguis Alexander Adelaar menggunakan bahasa Melayu Kuno sebagai tambahan dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat.[31] Adelaar serta beberapa linguis lain seperti seperti Walther Aichele dan René van den Berg telah menulis penjelasannya masing-masing mengenai perbedaan fonologi dan morfologi antara Melayu Kuno ke Melayu Modern.[32][33][34] Terdapat pula penulis-penulis lainnya yang menulis tentang morfologi Melayu Kuno sembari menyebutkan posisi bahasa tersebut terhadap rumpun bahasa Melayik. Sastrawan A. Teeuw beranggapan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan versi terdahulu dari bahasa Melayu Modern berdasarkan perbedaan morfologi kedua bahasa tersebut meskipun ia juga menjelaskan hubungan antara kedua bahasa itu. Teeuw berpemikiran bahwa perbedaan tersebut tidak cukup dijelaskan hanya sebagai perkembangan fonologi maupun serapan seperti yang dijelaskan oleh Aichele.[35]

Imbuhan di- dan ni-

Adelaar, dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat, tidak merekonstruksi imbuhan bahasa Melayu Modern di- salah satunya berdasarkan pertimbangan bahwa bahasa Melayu Kuno tidak memiliki di- namun menggunakan ni-. Ia mengatakan bahwa imbuhan tersebut dapat berasal dari kata depan di.[36][37] Pemikiran Adelaar ini berbeda dengan Berg yang mengungkapkan bahwa imbuhan di- dapat berkembang dari imbuhan Melayu Kuno ni-, sembari mengutip pemikiran serupa yang sebelumnya disebutkan oleh Teeuw dan Casparis.[38] Linguis Malcolm Ross, di lain pihak, menyebutkan bahwa bahasa Proto-Melayik dapat memiliki imbuhan *di-. Ia kemudian mengajukan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan sebuah bahasa Melayik karena tidak merefleksikan imbuhan ini dan imbuhan +bAr- yang disebutkan berkembang dari imbuhan *mAr- dalam bahasa Proto-Melayik.[39] Adelaar, dalam sanggahannya, menyebutkan bahwa tidak ditemukannya di- dalam bahasa Melayu Kuno menjadikan imbuhan tersebut bukan sebuah penentu dasar dalam pengelompokan bahasa Melayik. Sementara itu, sebagian besar fonologi Melayu Kuno ditemukan berkorespondensi dengan perkembangan fonologi Melayik sementara yang tidak berkorespondensi menurutnya lebih terkait dengan sedikitnya korpus Melayu Kuno.[40]

Ciri-ciri

Dari berbagai sumber naskah dan prasasti tampak sekali pengaruh dari bahasa Sanskerta melalui banyak kata-kata yang dipinjam dari bahasa itu serta bunyi-bunyi konsonan aspiratif seperti bh, ch, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatchitta). Namun struktur kalimat jelas bersifat Malayik atau berkemelayuan, serta juga Austronesia, seperti adanya imbuhan (affix). Imbuhan-imbuhan ini dapat dilacak hubungannya dengan bentuk imbuhan bahasa Melayu Klasik atau bahasa Melayu,[41] seperti awalan mar- (ber- dalam bahasa Melayu Klasik dan Melayu), ni- (di-), nipar- (diper-), maN- (meN-), ka- (ter-, juga ke pada bahasa Betawi), dan maka- (ter-).

Pronomina (kata ganti) pribadi, seperti juga bahasa Melayu, juga terdiri dari pronomina independen dan pronomina ekliktik (genitif):[42] 1s = aku, -ku/-nku, 2p = kamu, mamu, 3s = iya, nya, 3p (hormat) = sida, -da,-nda, 2p (divinum) = kita, -ta/-nta.

Dua dialek telah diduga oleh Aichelle pada tahun 1942 dan A. Teeuw sejak 1959:[43] Dialek prasasti Sumatra: ni-/var- dan dialek luar Sumatra di-/bar-.

Kosakata

Bahasa Melayu Kuno banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa Sanskerta. Hal ini karena kebanyakan masyarakat Melayu ketika itu beragama Hindu dan Bahasa Sanskerta telah menjadi bahasa bangsawan dan mempunyai hierarki yang tinggi. Selain itu, sifat bahasa Melayu yang mudah lentur sesuai keadaan juga menjadi salah satu penyebab bahasa asing seperti Sanskerta diterima. Hal ini dapat dibuktikan dari pengaruh tulisan atau aksara Pallawa dan Dewanagari yang berasal dari India, kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, rangkai-rangkai kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, dan fonem-fonem Sanskerta. Pengaruh bahasa Sanskerta ini menyebabkan penambahan kosakata bahasa Melayu Kuno. Contoh kata yang diambil dari bahasa Sanskerta seperti syukasyitta, athava, karana, tatakala, dan sebagainya. Bahasa Melayu Kuno tidak mempunyai pengaruh Parsi atau Arab.

Hubungan antara Melayu Kuno dan Melayu Modern dapat dilihat dari kata-kata yang bertahan dari dahulu sampai sekarang seperti curi, makan, tanam, air, dan sebagainya, serta kata-kata yang mempunyai bentuk atau format yang serupa seperti dalam tabel-tabel dibawah:

Bahasa Melayu KunoBahasa Melayu Modern
wulanbulan
nasyikasyik
nayiknaik
mangalapmengambil
mamavamembawa
saribuseribu
dangandengan
vanaknabanyaknya
sukhacittasukacita
koke
samvausampan
datamdatang
varibari = berisekarang
rajaputraputra raja
vatubatu
tawadtabat (tebat, kolam)
valabala (tentara)
rumwiyarumbia
hauraur
wuluhbuluh
pattungbetung (bambu)
niyurnyiur

Awalan ni- menjadi di-

Penggunaan awalan di- dalam Bahasa Melayu Modern sama dengan awalan ni- dalam Bahasa Melayu Kuno dan awalan diper- sama seperti nipar-.

Bahasa Melayu KunoBahasa Melayu Modern
nimakandimakan
niminumnadiminumnya
niparvuatdiperbuat
nipaihumpadipersumpah
nivunuhdibunuh

Awalan mar- menjadi ber-

Awalan ber- dalam Bahasa Melayu modern hampir sama dengan awalan mar- dalam Bahasa Melayu Kuno.

Bahasa Melayu KunoBahasa Melayu Modern
marvanumberbangun
marvuatberbuat
marlapasberlepas
marppadahberpadah
marsilabersila
marwuddhiberbudi
marjahatimenjahati / berbuat jahat

Akhiran -na menjadi -nya

Akhiran -na yang digunakan dalam Bahasa Melayu Kuno sama dengan -nya pada masa kini.

Bahasa Melayu KunoBahasa Melayu Modern
vininasemuanya
vuahnasemuanya

Akhiran -ku adalah singkatan aku yang masih digunakan sampai sekarang

Contohnya:

  • catrunku
  • hulutuhanku
  • niraksanku

Ringkasan

Secara singkat, berikut ciri-ciri bahasa Melayu Kuno

  • Mengandung banyak kata serapan dari bahasa Sanskerta seperti tatkala, atau, dan sebagainya
  • Bunyi b adalah w dalam bahasa Melayu Kuno. Contohnya, bulan adalah wulan
  • Bunyi e pepet tidak ada. Contoh: dengan - dngan atau dangan
  • Awalan ber- adalah mar- dalam Bahasa Melayu Kuno (contoh: berlepas-marlapas)
  • Awalan di- adalah ni- dalam bahasa Melayu Kuno (Contoh: diperbuat - niparvuat)
  • Ada bunyi konsonan yang diembuskan seperti bh, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatshitta)
  • Huruf h hilang dalam bahasa modern (Contoh: semua - samuha; saya - sahaya)

Catatan kaki

Rujukan

Daftar pustaka

Pranala luar