Boediono

Wakil Presiden Indonesia ke-11

Prof. H. Boediono, B.Sc., M.Ec., Ph.D (lahir 25 Februari 1943) adalah Wakil Presiden Indonesia ke-11 yang menjabat sejak 20 Oktober 2009 hingga 20 Oktober 2014. Ia terpilih dalam Pilpres 2009 bersama pasangannya, presiden yang sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono.

Boediono
Foto Potret resmi, Boediono sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, 2009.
Wakil Presiden Indonesia ke-11
Masa jabatan
20 Oktober 2009 – 20 Oktober 2014
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Sebelum
Pendahulu
Jusuf Kalla
Pengganti
Jusuf Kalla
Sebelum
Gubernur Bank Indonesia ke-13
Masa jabatan
22 Mei 2008 – 16 Mei 2009
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Sebelum
Pengganti
Miranda Goeltom (Pelaksana Tugas)
Darmin Nasution
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir25 Februari 1943 (umur 81)
Blitar, Jawa Timur, Wilayah Kolonial Jepang
Partai politikIndependen
Suami/istri
Herawati
(m. 1969)
[2]
Anak2
Tempat tinggalJakarta
Alma materUniversitas Gadjah Mada
Universitas Western Australia
Universitas Monash
Universitas Pennsylvania
Profesi
Tanda tangan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Direktur Bank Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur). Saat ini ia juga mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada sebagai guru besar.[3] Oleh relasi dan orang-orang yang sering kali berinteraksi dengannya ia dijuluki The man to get the job done.[4]

Kehidupan awal

Boediono menghabiskan masa kecilnya di Kota Blitar, Jawa Timur. Saat masih sekolah dasar ia bersekolah di SD Muhammadiyah.[5] Setelah menyelesaikan sekolah dasar ia melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Negeri 1 Blitar[6] dan kemudian di SMA Negeri 1 Blitar[7]

Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, ia kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Setelah itu gelar Bachelor of Economics (Hons.) diraihnya dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania.[8]

Boediono menikah dengan Herawati (lahir di Blitar, 15 Februari 1944), pada tahun 1969 dan memiliki dua orang anak yaitu Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan.[9]

Karier

Boediono pertama kali diangkat menjadi menteri pada tahun 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie. Bersama dengan beberapa tokoh nasional, ia turut mendirikan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan untuk mendorong reformasi.[10]

Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada tahun 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut.[11] Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut.[12] Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dijuluki 'The Dream Team' karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dolar AS.[13]

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Menurut laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Indikasi Boediono akan menggantikan Aburizal Bakrie direspon sangat positif oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan menguatnya IHSG serta mata uang rupiah. Kurs rupiah menguat hingga di bawah Rp 10.000 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100.[14] Ini karena Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter.

Pada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh Burhanuddin Abdullah, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamar Dagang Industri atau Kadin, serta seluruh anggota DPR kecuali fraksi PDIP.[15]

Ketika namanya diumumkan sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada bulan Mei 2009, banyak pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai alasan, seperti tidak adanya pengalaman politik, pendekatan ekonominya yang liberal, serta bahwa ia juga orang Jawa (SBY juga orang Jawa). Namun, ia dipilih oleh SBY karena ia sangat bebas kepentingan dan konsisten dalam melakukan reformasi di bidang keuangan. Pasangan ini didukung Partai Demokrat dan 23 partai lainnya, termasuk PKB, PPP, PKS, dan PAN. Pada Pemilihan Umum 8 Juli 2009, pasangan SBY-Boediono menang atas dua pesaingnya, MegawatiPrabowo dan KallaWiranto.

Jabatan politik

Boediono menjadi calon wakil presiden 2009–2014 mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dideklarasikan 15 Mei 2009 di Sasana Budaya Ganesha kota Bandung. Jika terpilih, dia akan menjadi wakil presiden pertama yang berlatar belakang ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI). Dalam acara ini dirilis sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik dan kerakyatan atau kemasyarakatan.[16] Boediono berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta api regular Parahyangan.[17][18]

Jabatan lain

  • Executive Board for Asia - Wharton Advisory Boards, The Wharton School of the University of Pennsylvania[19]
  • Commissioner of Commission on Growth and Development[20]

Penghargaan

Boediono mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana tahun 1999[21] dan "Distinguished International Alumnus Award" dari University of Western Australia pada tahun 2007.[22] Setelah menjadi Wakil Presiden, Boediono juga menerima beberapa tanda kehormatan bintang sipil.[23]

Tanda kehormatan

Penerimaan

Baik saat sebagai wakil presiden maupun ketika masih menjabat Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Ekonomi, ataupun Gubernur BI, kebijakan Boediono disikapi secara beragam oleh berbagai kalangan.

  • Pasar diprediksi akan sambut positif pemilihannya sebagai calon wakil presiden.[24][25][26]
  • Beberapa pengusaha merasa sangat yakin dengan kemampuan ekonominya, namun masih meragukan kemampuan politiknya.[27]
  • Isu penentangan Boediono sebagai cawapres yang lain adalah bahwa ia tidak mewakili tokoh partai, dan ia bukan pula representasi dari partai politik Islam sebagaimana Gus Dur-Mega, Mega-Hamzah Haz dan SBY-JK.[28][29]
  • Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara dan Perbankan Syariah berhasil diwujudkan ketika Boediono menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.[30][31]
  • Hendri Saparini, orang dekat Rizal Ramli,[32][33] dan analis ekonomi-politik, melihat Boediono, yang kini menjabat gubernur BI hendak membawa negara Indonesia ke arah neoliberal. Indikasinya, utang negara secara nominal bertambah Rp 400 triliun dalam periode 2004-2009.[butuh rujukan] Walau demikian, perlu dicatat bahwa sebenarnya rasio hutang(debt ratio) kita turun drastis dari 100% pada tahun 1999, 56% pada tahun 2004, dan tahun 2009 tinggal 30-35%[34] sekalipun nominal besarnya utang kurang lebih sama selama periode 2003-2008[35]
  • Pada saat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Boediono menyatakan bahwa pada dasarnya subsidi bagi rakyat harus dihapus. Ketika para petani tebu meminta proteksi, Boediono dengan menyarankan agar petani tebu menanam komoditas lain bila tebu dinilai tidak menguntungkan, ini dinilai sejumlah kalangan bertentangan dengan orientasi kemandirian pangan. Tampaknya pendapat Boediono sejalan dengan Taufiq Kiemas, suami Megawati, yang menyatakan bahwa subsidi seperti candu.[36]
  • Kwik Kian Gie mengatakan, Boediono memiliki peran penting dalam proses keluarnya kebijakan pemerintah terkait penyelesaian BLBI. Pasalnya, Boediono saat itu merupakan menteri keuangan pemerintahan Megawati yang tahu betul tata cara penyelesaian utang bagi para obligor BLBI. Dia (Boediono) tahu seluk-beluk ini (BLBI)[37][38]
  • Sejumlah ekonom seperti Ekonom UGM, Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro dan Chief Economist BNI, Tony Prasetiantono, menilai tuduhan kepada Boediono sebagai figur yang mengusung neoliberalisme dan titipan dari pihak asing sangatlah tidak berdasar. Boediono justru termasuk orang yang dekat dengan almarhum Prof. Mubyarto, tokoh UGM yang terkenal dengan gagasan ekonomi kerakyatan. Sepulang dari lulus PhD di Wharton School, University of Pennsylvania, Boediono turut membantu Prof. Mubyarto mengorganisasi Seminar Ekonomi Pancasila saat Dies Natalis Fakultas Ekonomi UGM di Bulaksumur, September 1980. Ketika hasil seminar ini dibukukan berjudul 'Ekonomi Pancasila' (penerbit BPFE Yogyakarta) tahun 1981, Boediono adalah editor buku tersebut. 'Ekonomi Pancasila' inilah yang bertransformasi dan dikenal sebagai 'Ekonomi Kerakyatan' belakangan ini.[39][40]
  • Ekonom Faisal Basri juga menganggap tudingan 'neoliberal' dan 'antek IMF' pada Boediono sangat tidak berdasar. Ia justru menganggap kinerja Boediono dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti di pemerintahan Megawati cukup mengesankan dalam menstabilkan perekonomian Indonesia yang kacau kala itu. Boediono yang masuk kembali ke pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pasca-reshuffle kabinet juga dinilai berhasil menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sempat mengalami kemunduran dalam 2 tahun pertama Kabinet Indonesia Bersatu pra-reshuffle.

Karya dan publikasi

  • Boediono, Ekonomi Indonesia Mau ke Mana?: Kumpulan Esai Ekonomi, 2009, PT Gramedia, Jakarta. ISBN 978-979-9101-89-1.
  • Stabilization in A Period of Transition: Indonesia 2001-2004. dalam The Australian Government-The Treasury, Macroeconomic Policy and Structural Change in East Asia: Conference Proceedings, Sydney (2005), ISBN 0-642-74290-1, 43-48 pp.
  • 'Managing The Indonesian Economy: Some Lessons From The Past?', Bulletin of Indonesia Economic Studies, 41(3):309-324, December 2005.
  • 'Professor Mubyarto, 1938-2005'. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41(2):159-162, August 2005.
  • 'Kebijakan Fiskal: Sekarang dan Selanjutnya?', dalam Subiyantoro dan S. Riphat (Eds.). 2004. Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Penerbit Buku Kompas, 43-55 pp.
  • The International Monetary Fund Support Program in Indonesia: Comparing Implementation Under Three Presidents. Bulletin of Indonesia Economic Studies, 38(3): 385-392, December 2002.
  • Boediono. 2001. Indonesia menghadapi ekonomi global. BPFE. Yogyakarta.
  • Boediono. 'Strategi Industrialisasi: Adakah Titik Temu ?', Prisma, Tahun XV, No.1. (1986)
  • Mubyarto, Boediono, Ace Partadiredja. 1981. Ekonomi Pancasila. BPFE. Yogyakarta.

Galeri

Referensi

Bacaan lanjutan

Pranala luar

Jabatan politik
Didahului oleh:
Muhammad Jusuf Kalla
Wakil Presiden Indonesia
2009–2014
Diteruskan oleh:
Muhammad Jusuf Kalla
Didahului oleh:
Aburizal Bakrie
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
2005–2008
Diteruskan oleh:
Sri Mulyani Indrawati
sebagai Pelaksana Tugas
Didahului oleh:
Rizal Ramli
Menteri Keuangan Indonesia
2001–2004
Diteruskan oleh:
Jusuf Anwar
Didahului oleh:
Ginandjar Kartasasmita
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia
1998–1999
Jabatan lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Kwik Kian Gie
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Burhanuddin Abdullah
Gubernur Bank Indonesia
2008–2009
Diteruskan oleh:
Miranda Gultom
(Pelaksana Tugas)