Mangkubumi
Mangkubumi (juga disebut sebagai Rijksbestierder dalam bahasa Belanda, Bendahara, Pepatih Dalem, Perdipati, Pabbicara Butta, Tuan Bicara, Raja Bicara, atau Tomarilaleng) adalah sebutan untuk perdana menteri yang pernah dipakai pada kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatra dan Kalimantan.[1]
Yang menjabat mangkubumi biasanya bukan dari kalangan bangsawan, tetapi lama-kelamaan jabatan mangkubumi dijabat pula oleh para Paduka Raja/Pangeran Dipati Anom (saudara Sultan atau putera ke-2 dari Sultan yang bertahta), dengan sebutan Pangeran Mangkubumi yang merupakan jabatan paling tinggi di bawah raja.
Etimologi
Istilah mangkubumi adalah istilah yang terdapat dalam bahasa-bahasa di Nusantara, misalnya dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang berbahasa Sunda Kuno, terdapat penggalan kalimat sebagai berikut:[2]
Dalam konsep tata negara di Kerajaan Sunda, mangkubumi adalah jabatan setingkat perdana menteri,[3] selain itu mangkubumi juga bisa berarti syahbandar,[4] dalam pelaksanaan tugasnya, mangkubumi membantu tugas Prebu atau Raja Kerajaan Sunda, Mangkubumi dibantu oleh Nu nangganan, Nu nangganan dibantu oleh Mantri dan Mantri dibantu oleh Wado yang berhubungan langsung dengan rakyat.[5]
Mangkubumi juga terdapat dalam bahasa Jawa, selengkapnya "Mahapatih Hamengkubumi" sering disingkat Patih atau Mangkubumi saja.
Maharaja mangkubumi
Perdana Menteri di Kesultanan Aceh disebut Maharaja Mangkubumi, yang menggabungkan istilah maharaja dan mangkubumi.
Wazir
Wazir Mu'adham (Grand Wazir)berasal dari bahasa Arab. juga berarti Perdana Menteri
Perdana menteri
Perdana menteri adalah ketua menteri atau seseorang yang mengepalai sebuah kabinet pada sebuah negara dengan sistem parlementer. Biasanya dijabat oleh seorang politikus, walaupun di beberapa negara, perdana menteri dijabat oleh militer. Dalam banyak sistem, perdana menteri berhak memilih dan memberhentikan anggota kabinetnya, dan memberikan alokasi jabatan tersebut ke orang yang dipilihnya, baik itu karena kesamaan partai maupun faksi politik.
Jabatan yang setara dengan Perdana Menteri yakni Presiden Dewan Menteri, Presiden Pemerintahan, Menteri Pertama, Ketua Menteri, Kanselir, Premier, Taoiseach, Menteri Negara, Sekretaris Negara atau Ulu. Beberapa sebutan kuno seperti Wazir Agung dan Mahapatih juga disetarakan seperti Perdana Menteri. Jabatan Wazir Mu'adham juga pernah dipakai di Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan.
Gelar Pangeran Mangkubumi ini sering dipakai di pulau Jawa, Kalimantan dan lain-lain.Para Pangeran MangkubumiPangeran yang menyandang gelar Pangeran Mangkubumi:
- Hamengkubuwana II. Ia adalah salah seorang putra dari Hamengkubuwana I.
- Rakyatullah dari Banjar Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit), mangkubumi Banjar pada masa Sultan Saidullah dari Banjar Saidullah 1657-1660
- Pangeran Mas Dipati, mangkubumi Banjar tahun 1660-1663.[6]
- Pangeran Mangkoe Boemi Tamjidullah 1734-1758 Sepuh dari Banjar
- Pangeran Nata Mangkoe Boemi 1761-1801 Sunan Nata Alam
- Pangeran Ismail Ratu Anum Mangku Dilaga Sukma Dilaga Ratoe Anom Mangkoe Boemi Ismail dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda,ditahan kemudian dibunuh oleh Sultan Sulaiman karena diduga akan melakukan kudeta.Jabatan mangkubumi kemudian dipegang oleh Pangeran Husein dengan gelar Pangeran Mangkubumi Nata putera Sultan Sulaiman sendiri
- Pangeran Mangkoe Boemi Nata (Pangeran Husin), mangkubumi Banjar 1823-1842[7][8]
- Pangeran Noch Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menggantikan Pangeran Husin Pangeran Mangkubumi Nata .
- Pangeran Tamjidillah II dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda berdasarkan besluit per tanggal 13 November 1851 No. 2 untuk menggantikan Pangeran Noch Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana
- Hidayatullah II dari Banjar , dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menggantikan Pangeran Tamjidillah II 1856 -`1860 sebagai pangeran Mangkubumi namun 1857 -September 1859 pecah Perang Gerilya berakhir September 1859 Dinobatkan Jadi Sultan Banjar. untuk Pemerintahan Mangkubumi Pangeran Wira Kasoema
- Pangeran Wira Kasoema dilantik oleh oleh sultan Hidayatullah II dari Banjar memerintah:1859 -1862 (memerintah: 1857-1862)
- Pangeran Muhammad Said adalah mangkubumi Kesultanan Banjar (Pagustian) dan sekaligus seorang pejuang perang Banjar(memerintah: 1862-1875)
- Pangeran Perbatasari adalah mangkubumi Kesultanan Banjar (Pagustian) dan sekaligus seorang pejuang perang Banjar. (memerintah: 1875-1885)
Kontrak Perjanjian Kesultanan Banjar dengan Hindia Belanda
Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 Masehi (7 Muharam 1239 Hijriyah) memuat tentang penamaan Pangeran Mangkubumi untuk Raja Bicara (Rijksbestierder, kepala administrasi pemerintahan).[6]