Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen

perusahaan asal Hindia Belanda

Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen (ZSS) atau Staatstramwegen op Zuid-Sumatra (SZS) adalah divisi dari Staatsspoorwegen yang mengoperasikan kereta api di Sumatera Selatan dan Lampung. Perusahaan ini mengoperasikan jalur-jalur kereta api untuk mengangkut penumpang, hasil bumi, dan batu bara di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung. Saat ini jalur-jalurnya termasuk dalam Divisi Regional III Palembang dan IV Tanjungkarang.

Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen
Jaringan rel ZSS (garis merah tebal) pada tahun 1911
Ikhtisar
Kantor pusatHindia Belanda Kota Bandar Lampung, Hindia Belanda
LokalSumatera Selatan dan Lampung
Tanggal beroperasi1914–1950
PenerusKereta Api Indonesia (Divisi Regional III Palembang dan IV Tanjungkarang)
Teknis
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
Panjang jalur529 kilometer

Sejarah

Untuk mendukung pengembangan daerah-daerah terpencil di wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung, pada tahun 1903 diajukan sebuah konsesi pembangunan jalur kereta api di wilayah tersebut. Proposal konsesi itu diberi judul Rapport der Spoorwegwerken Midden in Zuid Sumatra, diusulkan oleh Ir. K.J.A. Ligtvoet. Konsesi ini mengharuskan keterlibatan Pemerintah Kolonial dalam pengembangannya.[1]

Untuk mewujudkannya, pemerintah membentuk divisi dari Staatsspoorwegen yang diberi nama Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen. Jalur pertamanya adalah Pelabuhan Panjang menuju Tanjungkarang (pusat kota Bandar Lampung) pada tanggal 3 Agustus 1914. Selanjutnya pembangunan diarahkan ke Kota Palembang, dengan dibagi menjadi dua wilayah kerja yaitu Lampung dan Palembang. Pada tanggal 22 Februari 1927 Palembang dan Bandar Lampung akhirnya bisa terhubung, dengan ditandainya peresmian segmen ke arah Blambangan Umpu oleh Kepala Jawatan SS.[2][3]

Perpanjang menuju Tanjung Enim juga dibangun untuk pengangkutan batu bara. Segmen pertamanya adalah segmen Prabumulih menuju Gunung Megang yang diresmikan pada tanggal 1 Desember 1916. Kemudian diresmikan perpanjangannya ke arah Muara Enim pada tanggal 2 April 1917, dan terakhir sampai di Tanjung Enim pada tanggal 1 September 1919.[2] Selanjutnya, pada awal dekade 1930-an jalur ini diperpanjang hingga Stasiun Lubuklinggau dan diresmikan pada pertengahan tahun 1933.[4]

Belanda pada awalnya tidak begitu tertarik menghubungkan seluruh Sumatra dengan kereta api. Belanda pun membagi wilayah Sumatra menjadi dua bagian: Pantai Barat dan Pantai Selatan, ditinjau dari budaya, bentang alam, dan komposisi sosial masyarakatnya. Justru yang mempersatukan seluruh Sumatra adalah Jalan Raya Lintas Sumatra yang digagas pada tahun 1916. Bahkan, dengan adanya hubungan jalan raya ini, praktis pengangkutan hasil-hasil perkebunan di Sumatra terutama kelapa sawit dan karet menjadi semakin lancar dan menyebabkan harga-harganya di pasar melambung. Selain itu, justru impor mobil pribadi dan truk juga meningkat tajam; tercatat pada tahun 1924–1926 jumlah mobil pribadi yang diimpor naik dari 539 menjadi 3.059 unit. Adapun truk yang diimpor meningkat tajam dari 94 menjadi 1.172 unit.[5]

Kesuksesan yang diraih SS menginspirasi perusahaan ini pernah menyusun masterplan agar seluruh Sumatra terhubung dengan rel kereta api, namun Depresi Besar (zaman malaise) yang terjadi di akhir dekade 1920-an menyebabkan rencana ini gagal.[6]

Rencana masterplan yang terwujud hanyalah segmen Muara Enim–Lahat–Lubuklinggau (mulai dibangun tahun 1927) yang akhirnya selesai pada pertengahan kuartal pertama dekade 1930-an, tepatnya pada tanggal 1 Juni 1933. Pembangunan yang cukup lama dari segmen ini dikarenakan adanya dua terowongan yang beroperasi, yaitu Terowongan Gunung Gajah dan Terowongan Tebing Tinggi, yang membutuhkan waktu dua tahun hingga rampung sepenuhnya pada tahun 1932. Segmen terakhirnya, Muara Saling–Lubuklinggau selesai pada tanggal 1 Juni 1933.[7]

Jalur yang dibangun

Berikut adalah jalur kereta api yang dibangun oleh perusahaan ini.[8]

JalurSegmentasi lintasWaktu PembukaanPanjang Lintasan Rel (km)Keterangan
Panjang–PrabumulihPanjang–Tanjungkarang3 Agustus 191412
Tanjungkarang–Labuanratu1 Maret 19155
Labuanratu–Tegineneng1 November 191522
Tegineneng–Haji Pemanggilan1 Februari 191724
Haji Pemanggilan–Blambangan Pagar1 Februari 191814
Blambangan Pagar–Kotabumi2 Januari 192120
Kotabumi–Cempaka1 Juni 19238
Cempaka–Negararatu1 Mei 192610
Negararatu–Martapura21 Maret 192769
Martapura–Baturaja16 November 192533
Baturaja–Peninjawan1 Juli 192338
Peninjawan–Prabumulih15 September 192256
Percabangan Garuntang–Telukbetung27 Mei 19214
Kertapati–Prabumulih1 November 191578
Percabangan Muara Enim–Tanjung Enim1 September 191913
Lubuklinggau–PrabumulihPrabumulih–Gunung Megang1 Desember 191644
Gunung Megang–Muara Enim2 April 191729
Muara Enim–Lahat21 April 1924[7]37
Lahat–Tebing Tinggi–Muara Saling1 November 1932[7]86
Muara Saling–Lubuklinggau1 Juni 1933[7]30

Referensi