Gender ketiga

Gender ketiga adalah sebuah konsep bahwa satu individu bukan pria ataupun wanita baik oleh diri mereka sendiri maupun oleh masyarakat. Gender ketiga juga digunakan untuk mendeskripsikan kategori yang ada di beberapa masyarakat yang mengenal lebih dari dua gender. Kata "ketiga" umumnya diartikan untuk menyebut sesuatu "yang lain". Sementara itu, beberapa antropolog dan sosiolog ada pula yang menggunakan istilah gender "keempat",[1][2] "kelima",[3] dan "beberapa" gender.[4]

Kondisi biologis menentukan apakah seks anatomi dan kromosom dari seseorang itu laki-laki, perempuan, atau salah satu dari variasi yang tidak umum yang dapat menimbulkan ambiguitas yang dikenal sebagai interseks.[5][6] Walaupun begitu, bagaimana orang tersebut mengidentifikasi dirinya sendiri maupun diidentifikasi di dalam masyarakat sebagai pria, wanita, atau yang lainnya, pada umumnya ditentukan oleh identitas gender dan peran gender dalam budaya tertentu tempat ia tinggal. Tidak semua kebudayaan memiliki peran gender yang dibatasi dengan tegas.[7][8][9]

Beragam kebudayaan mengenal gender ketiga, bahkan hingga gender keempat atau kelima, yang dapat menjadi gambaran dari berbagai hal. Kebudayaan Bugis mengenal golongan Bissu yang merupakan kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender.[10] Kebudayaan Hawaii mengenal Māhū yang berada di antara pria dan wanita atau orang tanpa gender tertentu.[11] Masyarakat Dineh di Amerika Serikat barat daya mengenal empat gender yaitu wanita feminin, wanita maskulin, pria feminin, dan pria maskulin.[12] Istilah gender ketiga juga kerap digunakan untuk menyebut hijra di India, Bangladesh, dan Pakistan,[13] fa'afafine di Polinesia, dan burrnesha di Balkan.[14]

Seks dan gender

Sedikitnya sejak dekade 1970-an, antropolog telah menyadari bahwa terdapat beberapa peran gender di beberapa kebudayaan yang tidak dapat cukup dijelaskan di dalam rangka definisi gender biner.[4] Kurang lebih pada waktu yang sama, golongan feminis mulai menunjukkan perbedaan antara jenis kelamin/seks (biologis) dan gender (sosial/psikologis). Teori kajian gender kontemporer umumnya menyebutan bahwa sistem dua gender bukan . Sistem seks/gender yang hanya mengenal dua jenis saja kemudian disebut "heteronormatif".

Orang interseks dan gender ketiga

Orang interseks lahir dengan karakteristik seksual seperti kromosom, gonad, atau organ genitalia yang tidak padan dengan gagasan umum mengenai tubuh laki-laki atau perempuan.[15] Dalam sebuah penelitian terhadap argumen-argumen yang menyebutkan bahwa orang interseks masuk ke dalam klasifikasi gender ketiga, sosiolog Morgan Holmes mengatakan bahwa kebanyakan dari analsis terhadap jenis kelamin atau gender ketiga memiliki sifat yang sederhana.[16]

kebanyakan dari sumber literatur mengenai kebudayaan yang memiliki 'jenis kelamin ketiga' memiliki gambaran sederhana bahwa masyarakat yang memiliki kategori jenis kelamin/gender lebih dari dua dipandang lebih unggul daripada yang hanya membagi dua saja. Saya berargumen bahwa untuk memahami apakah suatu kebudayaan itu lebih mengekang atau sebaliknya daripada kebudayaan lain, kita harus paham bagaimana kebudayaan tersebut memperlakukan berbagai anggota-anggotanya, tidak cuma yang 'ketiga' saja.

Seperti pada orang bukan interseks, beberapa orang interseks dapat tidak mengidentifikasi diri mereka secara eksklusif perempuan atau laki-laki.[5][6][17] Sebuah studi menunjukkan bahwa 8,5-20% orang interseks dapat mengalami disforia gender.[18] Penelitian di Australia menunjukkan bahwa 19% dari orang yang lahir dengan karakteristik seks tidak umum memilih opsi "X" atau "lainnya" (Inggris: other) pada dokumen identitas. Pada penelitian yang sama, 52% responden memilih wanita, 23% memilih opsi pria, dan 6% tidak yakin.[19][20] Di Australia, opsi "X" pada dokumen identitas disediakan. Alex MacFarlane dari Negara Bagian Victoria pada tahun 2003 diyakini sebagai orang pertama di Australia yang memiliki akta kelahiran dengan definisi jenis kelamin tidak ditentukan serta paspor Australia dengan isi kolom jenis kelamin "X".[21]

International Intersex Forum (Forum Interseks Internasional) Ke-III yang diadakan pada bulan November-Desember 2013 memberikan pernyataan mengenai pendaftaran jenis kelamin dan gender sebagai berikut.[22][23][24]

  • Mendaftarkan anak-anak interseks sebagai perempuan atau laki-laki, dengan menyadari bahwa seperti semua orang, mereka dapat kelak mengidentifikasi diri mereka kepada seks atau gender yang lain.
  • Memastikan bahwa pengisian jenis kelamin atau gender dapat disesuaikan melalui prosedur administrasi yang sederhana berdasarkan permintaan serta dengan sepengetahuan individu tersebut. Seluruh orang dewasa dan anak-anak harus dapat memilih antara perempuan (P), laki-laki (L), nonbiner atau pilihan-pilihan lainnya. Ke depannya, seperti ras dan agama, jenis kelamin atau gender akan tidak dicantumkan pada akta kelahiran atau dokumen identifikasi bagi siapapun.

Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions (Forum Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional Asia Pasifik) menyatakan bahwa pengakuan hukum terhadap orang-orang interseks dimulai dari kesetaraan hak dengan warga lainnya. Setelah itu, yang kedua adalah kemudahan akses dalam pembetulan data administratif seperti jika penunjukan jenis kelamin yang sebelumnya tidak sesuai. Yang ketiga adalah bahwa ini semua bukan bermaksud untuk menciptakan klasifikasi baru di dalam masyarakat yaitu "orang interseks" namun lebih kepada hak untuk menentukan nasib diri sendiri.[25]

Pernyataan yang dikeluarkan oleh masyarakat interseks Australia dan Selandia Baru menyerukan penghentian pengelompokan administratif jenis kelamin penduduk serta menyebut opsi jenis kelamin ketiga sama saja dengan dua pilihan lainnya karena dibuat berdasr pada kekerasan terstruktur dan tidak menghormati keberagaman dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Pernyataan tersebut juga menyerukan adanya penindakan hukum terhadap campur tangan medis tanpa izin terhadap orang interseks.[26][27]

Gender ketiga, orang transgender, dan kebudayaan

Puang Matoa Saidi, seorang Bissu.

Gender diatur dengan cara yang berbeda-beda di antara berbagai kebudayaan. Beberapa kebudayaan memiliki lebih dari dua gender dan orang dapat melintas secara bebas antara gender laki-laki dan perempuan. Hal ini dilihat sebagai penghubungan antara ruh atau jiwa dengan fisik duniawi.[28] Terdapat berbagai budaya yang melihat gender ketiga sebagai penengah yang ada bukan sebagai pergantian diri seseorang dari satu seks ke yang lain.[29]

Orang Māhū dalam kebudayaan Hawaii berada dengan gender di antara pria dan wanita atau dengan gender tidak ditentukan.[11] Masyarakat Dineh di Amerika Serikat barat daya mengenal empat gender yaitu wanita feminin, wanita maskulin, pria feminin, dan pria maskulin.[12] Istilah gender ketiga juga kerap digunakan untuk menyebut hijra di India, Bangladesh, dan Pakistan,[13] fa'afafine di Polinesia, dan burrnesha di Balkan.[14] Hijra di India merupakan salah satu contoh kelompok masyarakat gender ketiga dengan pengakuan sosial yang luas.[29]

Psikolog Ingrid Sell, di dalam penelitiannya terhadap orang yang mengidentifikasi diri mereka terhadap gender ketiga di Amerika Serikat, menemukan bahwa mereka secara umum merasa ada hal yang berbeda semenjak usia 5 tahun. Tekanan lingkungan dan orang tua membuat responden yang memiliki penampilan ambigu mempunyai masa kecil yang buruk ditambah kesulitan lainnya dalam hidup saat dewasa. Sell juga menemukan kemiripan antara gender ketiga di budaya timur dan budaya barat. Hampir separuh dari responden bekerja sebagai tabib atau di bidang medis sementara sebagian besar lainnya adalah seniman. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa 93% responden mengaku memiliki kemampuan supranatural.[28]

Kebudayaan Bugis mengenal 5 gender yaitu "Oroane" (laki-laki), "Makunrai" (perempuan), "Calalai" (perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki), "Calabai" (laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan), dan golongan Bissu. Bissu merupakan kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender. Di dalam masyarakat, Bissu mengambil peran gender laki-laki dan perempuan dan bertindak sebagai penghubung antara dunia manusia dan dunia dewata.[10]

Banyak kebudayaan Pribumi Amerika yang mengenal lebih dari dua gender.[30] Beberapa contoh di antaranya adalah Ła'mana di Suku Zuñi,[31] winkte di kebudayaan Lakota,[32] serta alyhaa dan hwamee di kebudayaan orang Mohave.[33] Secara umum, mereka disebut berdache[34] atau Two-Spirit (Dua Roh).[35] Kebudayaan Zapotek memiliki gender ketiga yang disebut muxe.[36]

Open Society Foundations menerbitkan sebuah laporan berjudul License to Be Yourself pada bulan Mei 2014 yang berisi mengenai kebijakan negara-negara yang memberikan akses terhadap orang trans untuk mengubah identitas gender mereka pada dokumen-dokumen resmi. Mengenai pengakuan gender ketiga, laporan tersebut menyebut:[37]

Dari sudut pandang hak asasi manusia, pilihan jenis kelamin / gender ketiga harus bersifat sukarela, menyediakan orang trans pilihan ketiga dalam menjelaskan identitas gendernya. Orang dengan jenis kelamin / gender ketiga harus memiliki hak yang sama dengan orang laki-laki maupun permpuan.

Laporan tersebut juga mengutip pernyataan Mauro Cabral dari Global Action for Trans Equality sebagai berikut.

Orang cenderung melihat jenis kelamin ketiga sebagai sebuah kemerdekaan dari gender biner, tetapi hal tersebut belum tentu selalu benar. Jika hanya orang trans dan/atau interseks yang dapat menggunakan kategori ketiga, atau jika mereka dipaksa untuk menggunakannya, maka gender biner menjadi semakin kuat, bukan sebaliknya.[37]

Referensi

Bacaan lebih lanjut