Hieronimus

Hieronimus (bahasa Latin: Eusebius Sophronius Hieronymus; Yunani: Εὐσέβιος Σωφρόνιος Ἱερώνυμος, Eusebios Sofronios Hieronumos; 27 Maret 347  –  30 September 420) adalah seorang imam, konfesor, teolog, dan sejarawan. Ia lahir di Stridon, sebuah desa di dekat Emona, tapal batas antara Dalmatia dan Panonia.[3][4][5] Ia lebih dikenal karena karya terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin yang dikerjakannya (karya terjemahan ini dikenal dengan sebutan Vulgata), dan ulasan-ulasannya atas kitab-kitab Injil. Selain itu, ia juga menghasilkan banyak sekali karya tulis.[6]

Santo Hieronimus
Hieronymus
Hieronumos
Santo Hieronimus
Petapa dan Pujangga Gereja
Lahirca. 27 Maret 347
Stridon (Strido Dalmatiae, tapal batas antara Dalmatia dan Panonia)
Meninggal30 September 420
(pada usia ca. 73 tahun)[1]
Betlehem, Palaestina Prima
Dihormati diGereja Katolik
Gereja Ortodoks Timur
Gereja Anglikan
Gereja Lutheran
Gereja Ortodoks Oriental
Tempat ziarahBasilika Santa Maria Maggiore, Roma, Italia
Pesta30 September (Gereja Barat)
15 Juni (Gereja Timur)
AtributSinga, atribut kardinal, salib, tengkorak, sangkakala, burung hantu, buku-buku dan media tulis
PelindungArkeolog, petugas pengarsipan, pengkaji Alkitab, pustakawan, perpustakaan, murid sekolah, pelajar, penerjemah
Tradisi
Doa Santo Hieronimus[2]
KaryaVulgata
De Viris Illustribus
Chronicon

Di bawah perlindungan Paus Damasus I, Hieronimus tampil menjadi tokoh yang tersohor berkat ajaran-ajarannya tentang kehidupan moral Kristiani, khususnya di kalangan warga pusat-pusat kosmopolitan seperti Roma. Ia sering kali menyoroti kehidupan kaum perempuan, dan menuliskan wejangan-wejangan tentang cara hidup yang sepatutnya dijalani oleh seorang perempuan yang telah membaktikan diri bagi Yesus. Perhatiannya yang besar terhadap kaum perempuan tumbuh dari hubungan yang akrab dengan para pengayomnya, yakni para petarak perempuan yang berasal dari keluarga-keluarga senator.[7]

Hieronimus dihormati sebagai seorang Santo dan Pujangga Gereja oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, gereja Lutheran, dan gereja Anglikan.[8] Pestanya dirayakan setiap tanggal 30 September.

Riwayat hidup

Hieronimus lahir di Stridon, sekitar tahun 347 M.[9] Ia adalah warga keturunan Iliria, dan bahasa ibunya adalah bahasa Iliria.[10][11] Ia baru dibaptis antara 360–366 M, setelah berangkat ke Roma bersama sahabatnya, Bonosus (mungkin sama dan mungkin pula berbeda dari Bonosus yang disebut-sebut oleh Hieronimus sebagai sahabatnya yang menjadi petapa di sebuah pulau di Laut Adriatik), untuk mendalami ilmu retorika dan filsafat. Ia berguru pada Aelius Donatus, ahli tata bahasa yang mengajarinya bahasa Latin dan setidaknya sedikit bahasa Yunani,[12] namun agaknya pelajaran bahasa Yunani dari Aelius Donatus tidak mencakup pengetahuan mendalam tentang sastra Yunani yang menurut pengakuan Hieronimus telah ia terima ketika masih duduk di bangku sekolah.[13]

Santo Hieronimus dalam studinya, karya Domenico Ghirlandaio

Setelah beberapa tahun lamanya di Roma, dia melakukan perjalanan bersama Bonosus ke Gallia dan menetap di Trier "pada tepian sungai Rhine yang setengah-liar" tempat dia mempelajari teologi untuk pertama kalinya, dan tempat dia menyalin, bagi sahabatnya Rufinus, ulasan Hilarus mengenai Kitab Mazmur dan traktat De synodis. Kemudian dia tinggal selama sekurang-kurangnya beberapa bulan, atau mungkin beberapa tahun, dengan Rufinus di Aquileia tempat dia menjalin persahabatan dengan banyak orang Kristen.

Beberapa sahabatnya itu menemaninya tatkala dia melakukan perjalanan sekitar tahun 373 melewati Trakea dan Asia Kecil menuju Syria Utara. Di Antiokhia, tempat dia menetap paling lama, dua dari rekan seperjalanannya meninggal dunia dan dia sendiri sakit parah lebih dari sekali. Pada waktu terbaring sakit inilah (sekitar musim dingin tahun 373-374) dia mendapat suatu penglihatan yang menyuruhnya untuk mengesampingkan studi-studi duniawi dan membaktikan dirinya untuk perkara-perkara Illahi. Tampaknya saat itu dia sudah cukup lama abstain dari studi klasik dan bersungguh-sungguh mendalami studi Alkitab, berkat dorongan Apollinaris dari Laodicea yang mengajarinya sampai benar-benar mahir dalam Bahasa Yunani.

St. Hieronimus sedang membaca di pingiran desa, oleh Giovanni Bellini

Karena hasratnya yang menggebu-gebu untuk hidup bermatiraga, selama beberapa waktu dia tinggal di Gurun Chalcis, arah Barat Daya dari kota Antiokhia, yang dikenal sebagai Thebaid Syria karena sebagian besar pertapa yang hidup di situ berasal dari Syria. Selama itu tampaknya dia masih sempat meluangkan waktu untuk studi dan tulis-menulis. ntuk pertama kalinya dia mencoba mempelajari Bahasa Ibrani di bawah bimbingan seorang Yahudi yang sudah beralih ke agama Kristen; pada saat itu rupanya dia telah menjalin hubungan dengan orang-orang Yahudi yang beragama Kristen di Antiokhia, dan mungkin saja sejak itulah dia tertarik pada Injil Umat Ibrani, yang menurut kaum Yahudi Kristen tersebut adalah sumber dari Injil Matius yang kanonik.

Setelah kembali ke Antiokhia pada tahun 378 atau 379, dia ditahbiskan oleh Uskup Paulinus. Rupanya dia tidak berkeinginan untuk ditahbiskan, dan oleh karena itu ia mengajukan syarat agar diperbolehkan melanjutkan pola hidup bermatiraga setelah ditahbiskan. Segera setelah itu dia berangkat ke Konstantinopel untuk melanjutkan studinya dalam bidang Kitab Suci di bawah bimbingan Santo Gregorius Nazianzus. Tampaknya dia menetap di kota itu selama dua tahun; tiga tahun berikutnya (382-385) dia di Roma lagi, berhubungan dekat dengan Paus Damasus dan para pemuka masyarakat Roma yang beragama Kristen. Keberadaannya di Roma mula-mula karena diundang untuk menghadiri sinode tahun 382 yang digelar dengan tujuan mengakhiri skisma di Antiokhia, dirinya menjadi sangat penting di mata Sri Paus dan mendapat tempat terhormat dalam dewan penasehatnya.

Hieronimus, karya Caravaggio.

Salah satu di antara berbagai tugas yang diembannya adalah melakukan revisi terhadap naskah Alkitab Latin ke Perjanjian Baru berbasis naskah Yunani dan Perjanjian Lama berbasis naskah Ibrani. Sebelum adanya karya terjemahan Hieronimus, seluruh terjemahan Kitab Perjanjian Lama didasarkan atas Septuaginta. Meskipun ditentang oleh warga Kristen lainnya termasuk Agustinus sendiri, dia memilih untuk menggunakan Kitab Perjanjian Lama Ibrani, bukannya Septuaginta.

Penugasan untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Latin menentukan rentang kegiatan kesarjanaannya selama bertahun-tahun, dan merupakan pencapaian terpenting yang berhasil diraihnya. Alkitab yang diterjemahkannya dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin disebut Vulgata (vulgar) karena menggunakan bahasa sehari-hari, atau bahasa kasar (vulgar), yang dituturkan masyarakat pada masa itu. Tak diragukan lagi dia menjadi sangat berpengaruh selama tiga tahun tersebut, bukan saja karena kadar keilmuannya yang luar biasa, melainkan juga karena karena pola hidup matiraga ketat dan realisasi cita-cita monastiknya.

Dia dikelilingi sekelompok wanita yang terpelajar dan berasal dari keluarga kaya, termasuk beberapa wanita dari keluarga bangsawan tertinggi, seperti dua orang janda Marcella dan Paula serta puteri-puteri mereka, Blaesilla dan Eustochium. Meningkatnya minat para wanita tersebut pada hidup membiara, dan kritik-kritik Hieronimus yang gencar terhadap kehidupan kaum klerus sekuler, membuatnya makin dijauhi oleh para klerus tersebut dan para pendukung mereka. Segera setelah kematian pelindungnya, Sri Paus Damasus (10 Desember 384), Hieronimus dipaksa melepas jabatannya di Roma setelah kaum klerus Roma membentuk dewan inkuisisi untuk menyelidiki kecurigaan akan adanya hubungan yang tidak senonoh antara dirinya dengan si janda Paula.

Pada bulan Agustus 385, dia kembali ke Antiokhia bersama saudaranya Paulinianus dan beberapa sahabatnya, dan beberapa waktu kemudian disusul oleh Paula dan Eustochium, yang telah memutuskan untuk meninggalkan lingkungan bangsawan dan menghabiskan masa hidup mereka di Tanah Suci. Pada musim dingin tahun 385 Hieronimus menyertai perjalanan dan bertindak selaku penasehat spiritual mereka. Bersama Uskup Paulinus dari Antiokhia yang menggabungkan diri kemudian, para peziarah ini mengunjungi Yerusalem, Betlehem, dan tempat-tempat suci di Galilea, lalu kemudian berangkat ke Mesir, markas para pahlawan dari hidup bermatiraga.

Di Sekolah Katekese Aleksandria, Hieronimus mendengarkan Seorang katekis tunanetra, Didymus Si Buta, mengulas tentang Nabi Hosea dan kenangannya tentang Santo Antonius Agung, yang telah wafat 30 tahun sebelumnya; dia tinggal sebentar selama beberapa waktu di Nitria, mengagumi kehidupan komunitas yang teratur dari banyaknya warga "kota Tuhan" itu, namun mendapati bahwa bahkan di tempat semacam itu sekalipun "bersembunyi ular-ular beludak" yakni pengaruh ajaran teologi Origenes. Menjelang akhir musim panas tahun 388 dia kembali ke Palestina dan menetap hingga akhir hayatnya di sebuah bilik pertapaan dekat Betlehem, dikelilingi beberapa sahabat, pria maupun wanita (termasuk Paula dan Eustochium), sebagai imam pembimbing rohani dan guru bagi mereka.

Lukisan karya Niccolò Antonio Colantonio, memperlihatkan St. Hieronimus mencabut duri yang tertancap di telapak kaki seekor singa.

Keperluan hidup sehari-hari dan koleksi buku Hieronimus yang terus bertambah disediakan berlimpah oleh Paula, hidupnya dibaktikan bagi produksi literatur. Pada masa 34 tahun terakhir dari kariernya ini muncullah karya-karyanya yang paling penting—Versi Perjanjian Lama hasil terjemahannya dari naskah asli, ulasan-ulasan terbaiknya mengenai Kitab Suci, katalog para penulis Kristen yang disusunnya, dan dialog melawan kaum Pelagian, yang kesempurnaan sastranya diakui bahkan oleh seorang lawan kontroversial sekalipun. Dalam periode ini pula terbit sebagian besar polemiknya yang panas, yang membedakannya dari para Bapa Gereja yang ortodoks, termasuk khususnya traktat-traktat sehubungan dengan kontroversi ajaran Origenes menentang Uskup Yohanes II dari Yerusalem dan teman lamanya Rufinus. Akibat dari tulisannya menentang Pelagianisme, sekelompok pendukung Pelagianisme yang marah menerobos ke dalam bangunan-bangunan biara, membakarnya, menyerang para penghuninya dan membunuh seorang diakon. Huru-hara yang pecah pada tahun 416 ini memaksa Hieronimus mengamankan diri di hutan sekitarnya.

Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal 30 September 420. Tanggal kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper dari Aquitaine. Jenazahnya mula-mula dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian dipindahkan ke gereja Santa Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di Barat mengaku memiliki relikui Hieronimus—katedral di Nepi, Italia mengaku menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol, San Lorenzo de El Escorial, Madrid.

Karya tulis

Terjemahan dan Komentari

St Jerome, karya Michelangelo Merisi da Caravaggio, 1607, di St John's Co-Cathedral, Valletta, Malta

Hieronimus adalah seorang "sarjana" yang saat itu mengindikasikan kefasihan berbahasa Yunani. Ia mengenal sedikit bahasa Ibrani ketika mulai mengerjakan proyek penerjemahannya, kemudian pindah ke Yerusalem untuk memperkuat pengetahuannya mengenai komentari kitab suci Yahudi. Seorang bangsawan Romawi yang kaya, Paula, membiayai kehidupannya di sebuah biara di Betlehem dan ia menyelesaikan terjemahannya di sana. Ia mulai tahun 382 dengan mengkoreksi versi Perjanjian Baru bahasa Latin yang ada saat itu, yang sekarang disebut Vetus Latina. Pada tahun 390 ia berpindah menerjemahkan Alkitab Ibrani dari bahasa Ibrani asli, setelah sebelumnya menerjemahkan bagian-bagian dari Septuaginta yang datang dari Aleksandria. Ia percaya bahwa arus utama Yudaisme Rabinik telah menolak Septuaginta yang dianggap sebagai teks kitab suci Yahudi tidak sah karena apa yang dipastikan sebagai kesalahan penerjemahan karena unsur-unsur Helenistik heretik.[14] Ia menyelesaikan karya ini tahun 405. Sebelum versi Vulgata karya Hieronimus, semua terjemahan Latin Perjanjian Lama didasarkan pada Septuaginta, bukan naskah bahasa Ibrani. Keputusan Hieronimus menggunakan teks bahasa Ibrani bukannya teks bahasa Yunani Septuaginta berlawanan dengan nasihat kebanyakan orang Kristen lain, seperti Augustinus, yang berpikir bahwa Septuaginta diilhami secara ilahi. Sarjana modern kadang-kadang meragukan kualitas pengetahuan bahasa Ibrani Hieronimus. Banyak sarjana modern percaya bahwa Hexapla bahasa Yunani merupakan sumber utama terjemahan "iuxta Hebraeos" Hieronimus untuk Perjanjian Lama.[15] Namun, studi-studi yang cermat menunjukkan bahwa sampai tingkat tertentu Hieronimus adalah ahli bahasa Ibrani yang kompeten.[16]

Saint Jerome, artis Belanda Selatan yang tidak dikenal, 1520, Hamburger Kunsthalle

Selama 15 tahun kemudian, sampai kematiannya, Hieronimus menghasilkan sejumlah komentari mengenai Alkitab, sering menjelaskan pilihan terjemahannya dalam menggunakan teks bahasa Ibrani daripada terjemahan Yunani yang meragukan. Komentari patristik yang dibuatnya sejalan erat dengan tradisi Yahudi, dan ia senang menggunakan seluk beluk alegoris dan mistik seperti gaya Filo dan sekolah Aleksandria. Tidak seperti rekan-rekan sebayanya, ia menekankan perbedaan antara "apocrypha" (apokrif) Alkitab Ibrani dan Hebraica veritas untuk kitab-kitab protokanonik. Dalam prolog Vulgata, ia menjabarkan sejumlah bagian kitab dalam Septuaginta yang tidak ditemukan dalam Alkitab Ibrani, karena dianggap non-Kanonik (ia menyebutnya apocrypha);[17] ia menyebut nama Kitab Barukh dalam bagian "Pendahuluan Kitab Yeremia" (Prologue to Jeremiah) dan mencatat bahwa kitab itu tidak dibaca maupun disimpan di antara kitab-kitab Ibrani, tetapi tidak secara eksplisit menyebutnya apokrif atau "tidak di dalam kanon".[18] Pada "Pendahuluan Kitab Samuel dan Raja-raja" (Preface to The Books of Samuel and Kings)[19] termuat pernyataan ini, yang umumnya disebut Helmeted Preface:

Pendahuluan untuk Kitab-kitab Suci ini dapat digunakan sebagai suatu perkenalan “helmeted” bagi semua kitab yang kita alihkan dari bahasa Ibrani ke bahasa Latin, sehingga kita boleh diyakinkan bahwa apa yang tidak ditemukan dalam daftar kita harus ditempatkan di antara tulisan-tulisan Apokrif. Kebijaksanaan, karenanya, yang biasanya memuat nama Salomo, dan kitab Yesus bin Sirakh, dan Yudit, dan Tobit (Tobias), dan Gembala tidak masuk dalam kanon. Kitab pertama Makabe (1 Makabe) ditemukan dalam bahasa Ibrani, yang kedua dalam bahasa Yunani, karena dapat dibuktikan dari gaya masing-masing.

Meskipun Hieronimus pernah curiga terhadap apokrif, dikatakan bahwa kemudian ia memandangnya sebagai Kitab Suci. Misalnya, dalam surat Hieronimus kepada Eustochium ia mengutip Sirakh 13:2,[20] di bagian lain Hieronimus juga merujuk kepada Barukh, Kisah Susana dan Kebijaksanaan sebagai kitab suci.[21][22][23]

Jerome in the desert, disiksa oleh kenangannya mengenai gadis-gadis penari, karya Francisco de Zurbarán. Roma.

Komentari Hieronimus dapat digolongkan menjadi 3 kelompok:

  • Terjemahan atau pemaparan ulang naskah bahasa Yunani para pendahulunya, termasuk 14 homili mengenai Kitab Yeremia dan 14 untuk Kitab Yehezkiel karya Origenes (diterjemahkan ~ 380 di Konstantinopel); dua homili Origenes mengenai Kidung Agung (di Roma, ~ 383); dan 39 mengenai Injil Lukas (~ 389, di Betlehem). Sembilan homili Origenes mengenai Kitab Yesaya termasuk di antara karya yang tidak dikerjakan olehnya. Perlu disebutkan, sebagai suatu kontribusi penting mengenai topografi Palestina, bukunya De situ et nominibus locorum Hebraeorum, suatu terjemahan dengan tambahan dan penghilangan yang patut disesalkan dari Onomasticon karya Eusebius. Pada periode yang sama (~ 390) juga dihasilkan Liber interpretationis nominum Hebraicorum, berdasarkan karya yang rupanya berasal dari Filo dan dikembangkan oleh Origenes.
  • Komentari asli mengenai Perjanjian Lama. Sampai periode sebelum tinggal di Betlehem dan lima tahun berikutnya ada satu serial studi pendek Penjanjian Lama: De seraphim, De voce Osanna, De tribus quaestionibus veteris legis (biasanya termasuk di antara surat-surat sebagai 18, 20, dan 36); Quaestiones hebraicae in Genesim; Commentarius in Ecclesiasten; Tractatus septem in Psalmos 10–16 (hilang); Explanationes in Michaeam, Sophoniam, Nahum, Habacuc, Aggaeum. Setelah tahun 395 ia menulis satu seri komentari yang lebih panjang, meskipun agak acak-acakan: pertama mengenai Yunus dan Obaja (396), kemudian Yesaya (~ 395-~ 400), mengenai Zakharia, Maleakhi, Hosea, Yoel, Amos (sejak 406), Daniel (~ 407), Yehezkiel (antara 410 dan 415), dan Yeremia (setelah 415, dibiarkan tidak selesai).
  • Komentari Perjanjian Baru. Ini termasuk hanya Filemon, Galatia, Efesus, dan Titus (disusun terburu-buru 387–388); Matius (didiktekan semalam, 398); Markus, perikop-perikop tertentu dalam Lukas, Wahyu, dan sebuah prolog Injil Yohanes.

Tulisan sejarah dan hagiografi

Pada abad pertengahan, Hieronimus sering digambarkan di luar sejarah sebagai seorang kardinal.

Hieronimus juga dikenal sebagai seorang sejarawan. Salah satu karya sejarah awal yang dibuatnya adalah Chronicon ("Tawarikh") atau Temporum liber, disusun sekitar tahun 380 di Konstantinopel; ini merupakan terjemahan ke dalam bahasa Latin dari tabel-tabel kronologi yang meliputi bagian kedua Chronicon karya Eusebius, dengan suatu suplemen yang mencakup periode tahun 325 sampai 379. Meskipun ada sejumlah kesalahan diambil alih dari karya Eusebius, dan sejumlah dari dirinya sendiri, karya ini sangat berharga, kalaupun hanya untuk dorongan yang diberikannya kepada para penyusun tawarikh berikutnya seperti Prosper, Cassiodorus, dan Victor of Tunnuna untuk melanjutnya annal-nya itu.

Karya yang juga sangat penting adalah De viris illustribus ("Perihal Tokoh-tokoh Terkemuka"), yang ditulis di Betlehem pada tahun 392, judul dan pengaturannya dipinjam dari karya Suetonius mengenai kaisar-kaisar Romawi. Memuat biografi singkat dan catatan literatur dari 135 penulis Kristen, mulai dari Santo Petrus sampai Hieronimus sendiri. Untuk 78 penulis pertama, sumber utamanya adalah karya Eusebius (Historia ecclesiastica); bagian kedua, sejak Arnobius dan Lactantius, ia memasukkan sejumlah besar informasi independen, khususnya untuk penulis-penulis barat.

Empat karya bersifat hagiografi adalah:

Yang disebut Martyrologium Hieronymianum tidak jelas asal-usulnya; rupanya disusun oleh seorang biarawan barat menjelang akhir abad ke-6 atau awal abad ke-7, dengan rujukan pada suatu pernyataan Hieronimus pada bab pembuka Vita Malchi, di mana ia berbicara hendak menulis sejarah para orang kudus dan martir dari zaman Apostolik.

Surat-surat

Santo Hieronimus karya Matthias Stom

Epistolae atau surat-surat Hieronimus, yang memuat beragam pokok bahasan dan menggunakan gaya bahasa yang bermutu, merupakan bagian penting dari khazanah karya tulis yang ia tinggalkan. Pilihan kata dan susunan kalimat yang ia gunakan manakala membahas permasalahan-permasalahan ilmiah, atau membabarkan penjelasan mengenai perkara-perkara hati nurani, membesarkan hati orang-orang yang terzalimi, atau menyanjung sahabat-sahabatnya, mengecam kelemahan dan kerusakan akhlak yang terjadi pada zamannya serta mencerca pelanggaran susila di kalangan rohaniwan,[24] mengimbau orang untuk memilih jalan hidup bertarak dan berpaling dari keduniawian, ataupun ketika beradu argumen teologis dengan lawan-lawannya, tidak saja memperlihatkan gambaran yang jelas tentang alam pikiran Hieronimus tetapi juga menyingkap tahap-tahap kematangan usianya beserta ciri khasnya masing-masing. Karena tidak adanya batasan yang jelas antara surat-surat pribadi dan surat-surat yang dimaksudkan untuk disebarluaskan, di dalam surat-surat itu sering kali didapati pesan-pesan pribadi maupun risalah-risalah yang ditujukan bagi pihak-pihak selain si penerima surat.[25]

Karena sudah lama menetap di Roma dan bergaul dengan keluarga-keluarga Romawi kalangan atas yang kaya raya, Hieronimus kerap diminta oleh perempuan-perempuan yang telah mengikrarkan kaul kemurnian untuk menuliskan wejangan tentang cara hidup yang sepatutnya mereka terapkan. Untuk menanggapi permintaan perempuan-perempuan ini, Hieronimus akhirnya meluangkan banyak waktu untuk berkorespondensi dengan mereka, berkenaan dengan pantangan-pantangan dan praktik-praktik gaya hidup tertentu.[7] Wejangan-wejangannya meliputi tata cara berbusana yang pantas, interaksi-interaksi yang semestinya dilakukan beserta cara bertingkah laku yang pantas dalam interaksi-interaksi itu, dan meliputi pula jenis-jenis santapan beserta adab bersantap. Surat-suratnya yang paling sering dicetak ulang atau dirujuk adalah surat-surat yang bersifat hortatif (bujukan), misalnya Epistola 14, Ad Heliodorum de laude vitae solitariae; Epistola 22, Ad Eustochium de custodia virginitatis; Epistola 52, Ad Nepotianum de vita clericorum et monachorum, semacam epitome (ikhtisar) teologi pastoral dari sudut pandang asketis; Epistola 53, Ad Paulinum de studio scripturarum; Epistola 57, yang juga ditujukan kepada Paulinus, De institutione monachi; Epistola 70, Ad Magnum de scriptoribus ecclesiasticis; dan Epistola 107, Ad Laetam de institutione filiae.

  • Surat kepada Dardanus (Epistola 129)

    Engkau dapat memerinci Tanah Perjanjian Musa dari Kitab Bilangan (bab 34) sebagai berikut: batas selatannya adalah bentangan gurun yang disebut Sina, di antara Laut Mati dan kota Kadesy-Barnea, [yang terletak bersama-sama Arabah di sebelah timur] dan terus ke barat, sampai ke Sungai Mesir, yang bermuara ke laut lepas di dekat kota Rinokolara; batas baratnya adalah laut di sepanjang pesisir Palestina, Fenisia, Koile-Siria, dan Kilikia; batas utaranya adalah lingkaran yang terbentuk oleh jajaran Pegunungan Taurus[26] dan Zefirium dan terus ke Hamath, yang disebut Epifani-Siria; batas timurnya adalah kota Antiokhia Hipos dan Danau Kineret, yang kini disebut Tiberias, dan terus ke Sungai Yordan yang bermuara ke Laut Garam, yang kini disebut Laut Mati.[27][28]

Penerimaan atas Hieronimus dalam Kekristenan di kemudian hari

Santo Hieronimus, karya Peter Paul Rubens, 1625–1630

Tak dapat disangkal lagi Hieronimus menempati peringkat yang sama dengan Bapa-Bapa Gereja Barat yang paling terpelajar. Dalam Gereja Katolik Roma, dia diakui sebagai santo pelindung para penerjemah, para pustakawan dan para ensiklopedis.

Dia lebih unggul dari Bapa-Bapa Gereja Barat lainnya teristimewa dalam penguasaan Bahasa Ibrani yang dicapainya berkat belajar keras, dan yang dipertuturkannya dengan lancar. Memang benar bahwa dia sungguh-sungguh menyadari keunggulannya, dan tidak sepenuhnya bebas dari godaan untuk kurang menghargai atau meremehkan saingan-saingannya dalam bidang sastra, khususnya Ambrosius.

Kata-kata mutiara

Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap Kristus. (Prolog Hieronimus untuk “ulasan mengenai Kitab Nabi Yesaya”)
Baik, lebih baik, terbaik. Janganlah beristirahat, sampai yang baik darimu menjadi yang lebih baik, dan yang lebih baik darimu menjadi yang terbaik."

Hieronimus dalam seni rupa

Patung Santo Hieronimus, Betlehem, Otoritas Palestina, Tepi Barat

Dalam seni rupa, Hieronimus sering kali ditampilkan sebagai salah satu dari empat Pujangga Gereja Latin, bersama-sama dengan Agustinus dari Hipo, Ambrosius, dan Paus Gregorius I. Sebagai rohaniwan yang terkemuka dari Gereja Roma, ia sering kali secara anakronistis digambarkan dalam busana khas kardinal. Bahkan saat digambarkan sebagai seorang anakorit (petapa) setengah telanjang yang hanya memiliki salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai perlengkapan biliknya, topi merah atau benda-benda lain yang menunjukkan statusnya sebagai seorang kardinal senantiasa ditampilkan dalam gambar itu. Semasa hidupnya, jabatan kardinal belum ada. Akan tetapi pada Abad Pembaharuan dan Zaman Barok, lazimnya panitera Sri Paus adalah seorang kardinal (Hieronimus adalah panitera Paus Damasus), dan oleh karena itulah benda-benda yang menjadi ciri khas seorang kardinal ikut pula ditampilkan dalam karya-karya seni rupa yang menggambarkan sosok Hieronimus.

Ia juga kerap digambarkan bersama seekor singa, mengacu pada hagiografi populer yang meriwayatkan bahwa Hieronimus pernah menjinakkan seekor singa di padang gurun dengan mengobati luka di kaki satwa buas itu. Riwayat ini mungkin bersumber dari cerita rakyat Romawi abad ke-2 tentang Androkles, atau mungkin pula bersumber dari riwayat Santo Gerasimus yang keliru dianggap sebagai orang yang sama dengan Hieronimus (nama "Gerasimus" mirip dengan "Geronimus", yakni nama Hieronimus menurut ejaan bahasa Latin periode akhir).[29][30][31] Hagiografi-hagiografi Hieronimus meriwayatkan bahwa ia hidup selama bertahun-tahun di padang gurun Suriah, dan para seniman kerap menggambarkan sosoknya dengan latar belakang "alam liar", yang bagi para pelukis Eropa dapat saja berwujud hutan atau rimba.[32]

Santo Hieronimus di ruang kerjanya karya sanggar lukis Pieter van Aelst

Santo Hieronimus juga sering digambarkan bersama-sama dengan motif vanitas, lambang kesia-siaan kehidupan duniawi serta kefanaan harta benda dan segala ikhtiar duniawi. Dalam lukisan abad ke-16, Santo Hieronimus di ruang kerjanya, karya sanggar lukis Pieter Coecke van Aelst, Santo Hieronimus digambarkan bersama-sama sebuah tengkorak manusia. Pada dinding di belakangnya terpampang dua patah kata peringatan, Cogita Mori (renungkanlah maut). Motif-motif vanitas lain yang ditampilkan dalam penggambaran sosok Hieronimus berkaitan dengan konsep berlalunya waktu dan mutlaknya kematian yang mengingatkan orang pada hari penghakiman terakhir. Gagasan-gagasan ini ditampilkan dalam wujud Alkitab, lilin, dan jam pasir.[33]

Kadang-kadang Hieronimus digambarkan bersama seekor burung hantu, lambang kebijaksanaan dan kecendekiawanan.[34] Media tulis dan sangkakala hari penghakiman terakhir juga menjadi bagian dari ikonografinya.[34] Hari Santo Hieronimus dirayakan sebagai sebuah peringatan setiap tanggal 30 September.

Referensi

Pustaka tambahan

  • J.N.D. Kelly, Jerome: His Life, Writings, and Controversies (Peabody, MA 1998)
  • S. Rebenich, Jerome (London dan New York, 2002)
  • Biblia Sacra Vulgata Stuttgart, 1994. ISBN 3-438-05303-9
  • Artikel ini menggunakan materi dari Schaff-Herzog Encyclopedia of Religion.

Pranala luar