Partai Gerakan Indonesia Raya

partai politik di Indonesia

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) adalah sebuah partai politik di Indonesia berideologi populisme sayap kanan dan nasionalis. Dibentuk pada tahun 2008, Gerindra berfungsi sebagai kendaraan politik mantan jenderal ABRI Prabowo Subianto. Saat ini, Gerindra adalah partai ketiga terbesar di DPR berdasarkan hasil perolehan suara dalam pemilu legislatif 2019 dengan 78 kursi. Partai Gerakan Indonesia Raya juga berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.

Partai Gerakan Indonesia Raya
Ketua umumPrabowo Subianto
Sekretaris JenderalAhmad Muzani
Ketua Fraksi di DPRAhmad Muzani
Dibentuk6 Februari 2008; 16 tahun lalu (2008-02-06)
Kantor pusatJl. RM. Harsono No. 54
Ragunan Pasar Minggu Jakarta
Selatan 12550
Sayap pemudaTIDAR (Tunas Indonesia Raya)
Sayap wanitaPIRA (Perempuan Indonesia Raya)
Sayap IslamGEMIRA (Gerakan Muslim Indonesia Raya)
Sayap KristenGEKIRA (Gerakan Kristiani Indonesia Raya)
Sayap Hindu-BuddhaGEMA SADHANA (Gerakan Masyarakat Sanathana Dharma Nusantara)
Sayap buruhSEGARA (Sentral Gerakan Buruh Indonesia Raya)
Keanggotaan498,963 (2022)[1]
IdeologiFaksi:
Ultranasionalisme[7]
Posisi politikSayap-kanan[8]
Kursi di DPR
86 / 575
Kursi di DPRD I
288 / 2.232
Kursi di DPRD II
1.970 / 17.340
Situs web
gerindra.id

Pada kurun waktu 2008 hingga 2019, Gerindra memosisikan diri sebagai partai oposisi. Pasca pemilu 2019, Gerindra bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo, meskipun sebelumnya Prabowo pernah menghadapi Joko Widodo dalam pemilihan presiden pada 2014 dan 2019.

Sejarah

Setelah menempati posisi akhir dalam konvensi calon presiden Partai Golkar yang digelar pada 21 April 2004, Prabowo menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat Golkar sampai pengunduran dirinya pada 12 Juli 2008. Gerindra dibentuk pada 6 Februari 2008 atas saran adik laki-laki Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, yang turut membantu kampanye iklan partai di televisi pada jam prime-time dalam bentuk dukungan finansial.[9] Prabowo ditunjuk sebagai ketua Dewan Pembina partai.

Pada Februari 2009, Gerindra mulai membentuk cabang-cabang pada tingkat provinsi dan kabupaten. Mereka mengklaim jumlah keanggotaan partai mencapai sekitar 15 juta, dengan basis pendukung di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.[10]

Gerindra meraup 4,5% suara dalam pemilihan umum legislatif 2009, dan mengamankan 26 kursi di DPR.[11]

Pada Februari 2011, Partai Bintang Reformasi (PBR) melebur ke dalam Gerindra.[12]

Dalam pemilihan umum legislatif 2014, perolehan suara partai melonjak hingga 11,8% dan menjadikannya partai terbesar ketiga di Indonesia.[13] Jumlah kursi Gerindra naik tiga kali lipat dari 26 kursi pada 2009, menjadi 73 kursi pada 2014.

Setelah wafatnya Ketua Umum Gerindra, Suhardi, pada 28 Agustus 2014, Prabowo dipilih menjadi ketua umum pada 20 September 2014.[14]

Gerindra di DPR

Sejak masuk DPR di tahun 2009, Gerindra telah mengusulkan, mengawal dan/atau menjadi penyokong beberapa UU penting:

  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menjadi dasar hukum pemerintahan desa dan transfer anggaran langsung ke desa minimal Rp. 1 milyar per desa[15].
  • UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menjadi dasar hukum penyediaan pelayanan khusus pemerintah untuk penyandang disabilitas[16].
  • UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menjadi dasar hukum untuk memproses pelaku tindak pidana kekerasan seksual[17].

Berikut rekam jejak Gerindra untuk beberapa isu penting yang berkembang di masyarakat:

  • Gerindra menolak perpanjangan masa jabatan Presiden jadi tiga periode dan/atau penundaan Pemilu 2024.[18]
  • Gerindra mendukung larangan ekspor CPO sementara, dan diterapkannya domestic market obligation untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng.[19]
  • Gerindra mendukung penghapusan seluruh pasal karet di UU ITE yang dapat menyebabkan represi serta kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.[20]
  • Gerindra mendukung penyelamatan maskapai Garuda Indonesia dari ancaman kebangkrutan imbas salah manajemen dan pandemi.[21]

Beberapa kader partai yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju adalah:

Di tingkat daerah, Gerindra telah memenangkan 336 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015, 2017. 2018 dan 2020. Dari 336 yang dimenangkan, 16 diantaranya adalah Pilkada tingkat Gubernur. Berikut adalah sebagian dari calon kepala daerah populer yang diusung oleh Gerindra:

Identitas Politik

Ideologi

Undang-Undang Partai Politik Tahun 2008 menyatakan bahwa partai politik diperbolehkan mencantumkan ciri-ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi politiknya, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.[26] Sesuai dengan pasal 5 dan 7 AD/ART Partai Gerindra, Gerindra berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sedangkan identitasnya berakar pada nasionalisme, populisme, agama, dan keadilan sosial.[27] Pada bulan Februari 2019, anggota dewan pusat partai Andre Rosiade menggambarkan Gerindra sebagai partai "nasionalis-religius".[28] Pandangan orang luar mengenai orientasi politik partai berbeda-beda. Kalangan akademisi dan pengamat dalam negeri mengklasifikasikan Gerindra sebagai partai nasionalis,[29] sedangkan pengamat internasional menggolongkannya sebagai partai sekuler dengan sikap nasionalis keras[30] atau partai “nasionalis militan”.[31] Tom Power tidak setuju dengan pelabelan Gerindra sebagai partai sekuler dan mengkategorikannya sebagai partai "inklusivis-nasionalis", karena dianggap kesediaannya untuk berkompromi dengan agenda politik Islam.[32] Kecenderungan politiknya digambarkan sebagai sayap kanan[33][34] atau populis sayap kanan.[35][36][37][38]

Pandangan Politik

Dalam manifesto politik partai,[39] Gerindra telah mengambil posisi dalam beberapa isu. Di bidang politik, Gerindra berupaya merombak sistem politik Indonesia, menolak demokrasi liberal yang dianggap kontraproduktif. Partai ini menganjurkan demokrasi yang selaras secara budaya, menekankan kepemimpinan nasional yang kuat berdasarkan Pancasila dan konstitusi.[40] Di bidang ekonomi, Gerindra mengadvokasi populisme ekonomi dan mengkritik ekonomi liberal Indonesia pasca Reformasi. Mereka mengupayakan peningkatan keterlibatan negara, menolak meningkatnya utang luar negeri, menentang privatisasi badan usaha milik negara (BUMN), menyerukan evaluasi ulang undang-undang yang memihak entitas asing (seperti UU Minyak dan Gas Bumi dan UU Penanaman Modal), dan mendukung penerapan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Gerindra menolak sistem pasar bebas dan mendukung tindakan proteksionis.[41] Gerindra mengikuti platform ekonomi populis dan nasionalis, yang menargetkan kelas menengah ke bawah seperti petani dan nelayan, meskipun pendukungnya pada pemilu 2014 sebagian besar adalah penduduk perkotaan.[42]

Pada November 2019, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan partainya dengan tegas menolak kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Akun Twitter Gerindra menyebutkan partainya mendukung upaya dini pencegahan LGBT di masyarakat dan sekolah, dengan melibatkan tokoh agama dan pakar kesehatan.[43]

Di bidang luar negeri, Gerindra memandang bahwa politik luar negeri dan hubungan internasional harus diabdikan untuk kepentingan nasional dan politik luar bebas aktif harus berdasarkan konteks aktual zaman.[39] Gerindra memperjuangkan politik luar negeri yang progresif, yang dapat menempatkan Indonesia kembali sebagai negara yang berperan dan dihormati di Asia dan dunia. Pada November 2023, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyerukan “penyeimbangan kembali” dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia memandang ke arah Barat; sekarang mereka harus belajar dari Timur seperti Tiongkok, India, Jepang dan Korea Selatan.[44] Prabowo menyambut baik gagasan Indonesia bergabung dengan BRICS jika hal tersebut menguntungkan perekonomian Indonesia, dengan alasan sifat BRICS sebagai blok ekonomi, bukan blok geopolitik.[45]

Struktur kepengurusan

Berikut adalah susunan kepengurusan utama Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra (2020–2025)[46]

Pencapaian pada pemilihan umum

Pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2009, Gerindra mendapatkan 26 kursi (4.64%) di DPR, setelah meraih 4.646.406 suara (4,5%).[47] Pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2014, Gerindra berhasil menjadi partai politik ketiga terbesar di Indonesia[48] dan mendapatkan 73 kursi di DPR setelah meraih 14.760.371 suara (11,81%).[49] Pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2019, Gerindra berhasil menjadi partai politik kedua terbesar di Indonesia[50] dan mendapatkan 78 kursi di DPR setelah meraih 17.594.839 suara (13,57%).[51]

Pemilihan umum legislatif

PemiluTotal kursiTotal pemilihanPersentaseHasilStatusUrutan
2009
26 / 560
4,646,4064.46%Partai baruOposisi8
2014
73 / 560
14,760,37111.81% 47 kursiOposisi3
2019
78 / 575
17,594,83912.57% 5 kursiKoalisi Pemerintah2
2024
86 / 580
20,071,70813.22% 8 kursiKoalisi Pemerintah3

Pemilihan umum presiden

PemiluNomor UrutCalon PresidenCalon Wakil PresidenSuaraPersenHasil
20091Megawati SoekarnoputriPrabowo Subianto32,548,10526.79%Kalah
2014Prabowo SubiantoHatta Rajasa62,576,44446.85%Kalah
20192Sandiaga Uno68,650,23944.50%Kalah
2024Gibran Rakabuming Raka96,214,69158.59%Menang

Catatan: Nama yang ditebalkan menandakan anggota partai.

Tokoh partai

Sejak berdiri tahun 2008, Gerindra telah berhasil merekrut tokoh-tokoh populer dari berbagai latar belakang untuk bergabung dalam kepengurusan partai, diantaranya:

Organisasi sayap partai

Sayap Partai Gerindra untuk pemuda, Tunas Indonesia Raya kerap menyelenggarakan kegiatan yang menyasar pemilih muda, misalkan kompetisi sepak bola U-15, dan diskusi politik untuk pemuda

Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap untuk dapat mengakomodasi aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Misalkan, Tunas Indonesia Raya untuk pemuda,[58] Perempuan Indonesia Raya untuk perempuan, dan lain sebagainya.[59]

Berikut ini adalah daftar lengkap organisasi sayap Partai Gerindra saat ini:

Kontroversi

Pada tahun 2014, Partai Gerindra yang diwakili oleh Prabowo Subianto secara sepihak melakukan claim kemenangan pada Pemilihan Presiden Indonesia 2014[61] ketika bersaing dengan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dan pada tahun 2019 Prabowo Subianto[62] juga secara mengejutkan kembali melakukan claim kemenangan secara sepihak kembali dilakukan pada Pemilihan Presiden Indonesia 2019[63] berdasarkan Quick Count dan Exit Poll dari BPN Prabowo-Sandi ketika bersaing dengan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Referensi

Pranala luar