Perang Saudara Republik Afrika Tengah (2012–2014)

artikel daftar Wikimedia

Pemberontakan Republik Afrika Tengah 2012–2013 adalah sebuah konflik yang berlangsung sejak Desember 2012 sampai Januari 2013 antara Pemerintah Republik Afrika Tengah dan pemberontak, kebanyakan di antaranya pernah terlibat dalam Perang Semak Republik Afrika Tengah. Pihak pemberontak menuduh pemerintahan Presiden François Bozizé gagal mematuhi perjanjian damai yang ditandatangani tahun 2007.

Pemberontakan Republik Afrika Tengah 2012–2013
2012 Battles in the C.A.R.
Peta pertempuran di Republik Afrika Tengah
Tanggal10 Desember 201211 Januari 2013
LokasiRepublik Afrika Tengah
StatusGencatan senjata
Perubahan
wilayah
Pemberontak mencaplok sejumlah kota, termasuk ibu kota daerah Bambari, Bria, Kaga-Bandoro, Ndele, dan Sibut
Pihak terlibat

Koalisi Séléka:

  • UFDR
  • CPJP
  • CPSK
  • FDPC
  • FPR

Afrika Tengah Republik Afrika Tengah
ECCAS: MICOPAX

  • Angola Angola
  • Kamerun Kamerun
  • Chad Chad
  • Republik Kongo Republik Kongo
  • Gabon Gabon
Afrika Selatan Afrika Selatan
Prancis Prancis
Tokoh dan pemimpin
Michel DjotodiaAfrika Tengah François Bozizé
ECCAS: Jean Felix Akaga
Levy Yakete
Patrice Edouard Ngaissona
Richard Bejouane
Sebastien Wenezoui
Joachim Kokate
Aaron Levesque
Kekuatan
3.000 (klaim Seleka)[1]
1.000–2.000 (Perkiraan lain)[2]
Afrika Tengah 3.500 tentara[2]
ECCAS: 500+ tentara[1]
Afrika Selatan 400 tentara
50.000[3]-72.000[4]
Korban
8 pemberontak tewas,
4 pemberontak terluka
Afrika Tengah 20 tentara tewas
22 tentara ditangkap
1 polisi tewas
Chad 6 tentara tewas
53

Pasukan pemberontak yang bernama Koalisi Séléka (Séléka berarti "aliansi" dalam bahasa Sango[5]) menduduki berbagai kota besar di kawasan tengah dan timur Republik Afrika Tengah (RAT). Aliansi ini terdiri dari dua kelompok besar yang berpusat di RAT timur laut, UFDR dan CPJP, juga CPSK yang kurang terkenal.[6] Dua kelompok lain menyatakan mendukung koalisi ini, yaitu FDPC[7] dan FPR dari Chad,[8] keduanya berpusat di RAT utara. Kecuali FPR dan CPSK, semua faksi wajib mematuhi perjanjian damai dan proses pelucutan senjata.

Chad,[9] Gabon, Kamerun,[10] Angola,[11] Afrika Selatan[12] dan Republik Kongo[13] mengirimkan tentaranya untuk membantu pemerintahan Bozizé menahan laju pemberontak di ibu kota negara, Bangui.

Gencatan senjata

Tanggal 11 Januari 2013, sebuah perjanjian gencatan senjata ditandatangani di Libreville, Gabon. Pihak pemberontak menarik permintaan mereka agar Presiden François Bozizé mengundurkan diri, tetapi ia harus menunjuk perdana menteri baru dari partai oposisi pada 18 Januari 2013.[14] Majelis Nasional Republik Afrika Tengah akan dibubarkan dalam kurun seminggu seiring dibentuknya pemerintahan koalisi selama satu tahun dan pemilu legislatif akan diselenggarakan 12 bulan mendatang dan mungkin bisa diundur lagi.[15] Pemerintahan koalisi sementara ini akan memberlakukan reformasi hukum, menggabungkan tentara pemberontak dengan tentara pemerintah Bozizé dan membentuk militer nasional baru, merancang pemilu legislatif baru, serta memperkenalkan reformasi sosial dan ekonomi.[15] Selain itu, pemerintahan Bozizé harus membebaskan semua tahanan politik yang dipenjara selama konflik berlangsung dan tentara asing harus kembali ke negara asalnya.[14] Sesuai perjanjian ini, Koalisi Séléka tidak perlu menyerahkan kota yang telah dicaplok atau diduduki agar Bozizé tidak mengingkari perjanjian ini.[14] Bozizé, yang akan tetap menjadi presiden sampai pemilu 2016 mengatakan, "...ini adalah kemenangan bagi perdamaian karena mulai sekarang penduduk Afrika Tengah di zona-zona konflik akan terbebas dari penderitaan mereka."[16]

Pada tanggal 13 Januari, Bozizé menandatangani dekret yang mencabut kekuasaan Perdana Menteri Faustin-Archange Touadéra sebagai bagian dari perjanjian dengan koalisi pemberontak. Meski nama penggantinya tidak segera diumumkan, para pemimpin pemberontak berharap Henri Pouzere dan Nicolas Tiangaye yang menjabat sebagai PM.[17]

Referensi

Lihat juga