Seni kontemporer

seni masa kini dimulai dengan Pop Art dan Conceptual Art

Seni kontemporer atau seni kiwari adalah perkembangan seni yang terpengaruh dampak modernisasi dan berkembang di Barat sebagai produk seni yang dibuat sejak Perang Dunia II. Secara umum seni kontemporer berarti seni yang saat ini sedang terjadi atau berlangsung, tidak memiliki aturan konvensional. Istilah ini berkembang di Indonesia seiring makin beragamnya teknik dan medium yang digunakan untuk memproduksi suatu karya seni, juga karena telah terjadi suatu percampuran antara praktik dari disiplin yang berbeda, pilihan artistik, dan pilihan presentasi karya yang tidak terikat batas-batas ruang dan waktu.

Contemporary art
Dona i Ocell, oleh Joan Miró
Rose, oleh Isa Genzken

Dalam pengertian yang paling mendasar, seni rupa kontemporer adalah karya seni yang berbentuk lukisan, patung, fotografi, instalasi, pertunjukan, dan video yang diproduksi pada masa sekarang/hari ini.[1] Meskipun terlihat sederhana, namun penegasan pada masa sekarang memiliki makna yang cukup sulit dirumuskan secara umum. Semisal, apakah karya yang dibuat hari ini masih tetap bisa disebut sebagai karya seni rupa kontemporer pada besok, minggu depan, bulan depan, atau di masa yang mendatang?[2]

Tafsiran lain mengenai praktik seni kontemporer di Indonesia:

  1. Dihilangkannya sekat antara berbagai kecenderungan artistik, ditandai dengan meleburnya batas-batas antara seni rupa, teater, tari, dan musik.
  2. Intervensi disiplin ilmu sains dan sosial, terutama yang dicetuskan sebagai pengetahuan populer atau memanfaatkan teknologi mutakhir.

Istilah ini dianggap bisa menyertai sebutan seni visual, musik, tari, dan teater. Meskipun di Barat, istilah Contemporary Art jamak digunakan untuk menyebut praktik seni visual sesuai kebutuhan kegiatan museum maupun lembaga pencetus nilai seperti galeri seni dan balai lelang.

Perkembangan seni kontemporer Indonesia

Khalayak seni rupa di Indonesia, mencatat istilah ini sejak awal 1970-an, ketika Gregorius Sidharta memberi judul pamerannya sebagai Seni Patung Kontemporer. Berangkat dari ketidak-setujuan akan Pameran Besar Seni Lukis Indonesia yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki pada Desember 1974, sejumlah perupa muda protes dengan mengirimkan karangan bunga dukacita atas kematian seni rupa Indonesia. Kejadian ini dikenal sebagai Desember Hitam (1974). Setahun kemudian, perupa-perupa muda itu berkumpul dan berpameran bersama di Taman Ismail Marzuki dengan tajuk Pameran Seni Rupa Baru (1975). Dalam pameran itu, mereka mengeluarkan sebuah manifesto tentang apa yang mereka maksud dengan seni rupa baru Indonesia. Kejadian ini kemudian dikenal sebagai Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (aktif pada 1975-1989).

Referensi

Pustaka

Bacaan lanjutan

  • Altshuler, B. (2013). Biennials and Beyond: Exhibitions that Made Art History: 1962-2002. New York, N.Y.: Phaidon Press, ISBN 978-0714864952
  • Atkins, Robert (2013). Artspeak: A Guide To Contemporary Ideas, Movements, and Buzzwords, 1945 To the Present (edisi ke-3rd.). New York: Abbeville Press. ISBN 978-0789211514. 
  • Danto, A. C. (2013). What is art. New Haven: Yale University Press, ISBN 978-0300205718
  • Desai, V. N. (Ed.). (2007). Asian art history in the twenty-first century. Williamstown, Mass.: Sterling and Francine Clark Art Institute, ISBN 978-0300125535
  • Fullerton, E. (2016). Artrage! : the story of the BritArt revolution. London: Thames & Hudson Ltd, ISBN 978-0500239445
  • Gielen, Pascal (2009). The Murmuring of the Artistic Multitude: Global Art, Memory and Post-Fordism. Amsterdam: Valiz, ISBN 9789078088394
  • Gompertz, W. (2013). What Are You Looking At?: The Surprising, Shocking, and Sometimes Strange Story of 150 Years of Modern Art (2nd ed.). New York, N.Y.: Plume, ISBN 978-0142180297
  • Harris, J. (2011). Globalization and Contemporary Art. Hoboken, N.J.: Wiley-Blackwell, ISBN 978-1405179508
  • Lailach, M. (2007). Land Art. London: Taschen, ISBN 978-3822856130
  • Martin, S. (2006). Video Art. (U. Grosenick, Ed.). Los Angeles: Taschen, ISBN 978-3822829509
  • Mercer, K. (2008). Exiles, diasporas & strangers. Cambridge, Massachusetts: MIT Press, ISBN 978-0262633581
  • Robertson, J., & McDaniel, C. (2012). Themes of Contemporary Art: Visual Art after 1980 (3rd ed.). Oxford: Oxford University Press, ISBN 978-0199797073
  • Robinson, H. (Ed.). (2015). Feminism-art-theory : an anthology 1968-2014 (2nd ed.). Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell, ISBN 978-1118360590
  • Stiles, Kristine and Peter Howard Selz, Theories and Documents of Contemporary Art, A Sourcebook of Artists's Writings (1996), ISBN 0-520-20251-1
  • Strehovec, J. (2020).Contemporary Art Impacts on Scientific, Social, and Cultural Paradigms: Emerging Research and Opportunities. Hershey, PA: IGIGlobal.
  • Thompson, D. (2010). The $12 Million Stuffed Shark: The Curious Economics of Contemporary Art. New York, N.Y.: St. Martin's Griffin, ISBN 978-0230620599
  • Thorton, S. (2009). Seven Days in the Art World. New York, N.Y.: W.W. Norton & Company, ISBN 978-0393337129
  • Wallace, Isabelle Loring and Jennie Hirsh, Contemporary Art and Classical Myth. Farnham: Ashgate (2011), ISBN 978-0-7546-6974-6
  • Warr, T. (Ed.). (2012). The Artist’s Body (Revised). New York, N.Y.: Phaidon Press, ISBN 978-0714863931
  • Wilson, M. (2013). How to read contemporary art : experiencing the art of the 21st century. New York, N.Y.: Abrams, ISBN 978-1419707537

Pranala luar