John Dewey

John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat yang menjadi salah satu perintis pemikiran pragmatisme.[1] Ia dikenal sebagai kritikus sosial tentang pendidikan yang kemudian merintis dasar keilmuan di bidang psikologi pendidikan. Ia lahir di Burlington pada tahun 1859 dan menempuh pendidikan di Baltimore. Semasa hidupnya, ia bekerja sebagai profesor di bidang filsafat dan pendidikan di beberapa universitas. Dewey menghasilkan karya tulis sebanyak 40 buku dan artikel yang sedikitnya berjumlah 700 artikel. Pengaruhnya yang terpenting adalah pemikiran untuk menggunakan psikologi dalam kehidupan praktis. Di Amerika Serikat, ia menjadi pendiri dari laboratorium psikologi pendidikan pertama di Universitas Chicago dan juga yang kedua di Universitas Columbia.[2]

Wajah John Dewey dalam prangko

Dewey berpandangan bahwa filsafat yang berdasarkan kepada pengalaman nyata yang diselidiki secara kritis dan aktif dapat menyusun nilai-nilai maupun norma-norma.[3] Dewey memberikan pengaruh bagi pengembangan filsafat pendidikan khususnya pada pendidikan progresif yang dilandasi oleh pragmatisme dan progresivisme.[4] Ia merupakan pengusul diadakannya pembelajaran kontekstual di kelas khususnya di Amerika.[5] Selain itu, ia menjadi pemikir yang mengubah sistem pendidikan multikultural di Amerika Serikat yang awalnya mengutamakan asimilasi menjadi mengutamakan perilaku sosial dengan sistem demokrasi dan toleransi.[6]

Kehidupan pribadi

John Dewey dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermont. Nama orang tuanya adalah Archibald Sprague Dewey dan Lucina Artemesia Kaya. Ia merupakan anak ketiga dan memiliki tiga saudara. Keluarga besar dari John Dewey berasal dari New England.[7] Dewey banyak menulis tentang psikologi dan filsafat.[7] Dalam pandangan Dewey, filsafat merupakan pengungkapan secara terus-menerus terhadap perjuangan manusia.[8] Ia mengembangkan jenis logika yang tidak termasuk logika formal maupun logika kebenaran. Jenis logika ini yaitu logika proses atau logika perantara yang umumnya disebut instrumentalisme. Logika ini dibuatnya untuk mengakaji kebenaran inheren dalam susunan benda- benda. Pada tahun 1884, ia meraih gelar doktor dan kemudian bekerja sebagai instruktur di Universitas Michigan. Ia juga menjadi profesor di Universitas Minnesota dan mengajar di universitas tersebut pada tahun 1888 dan 1889. Kemudian, pada tahun 1889, Dewey kembali ke Michigan untuk menjabat sebagai Kepala Departemen Filsafat Universitas Michigan hingga tahun 1894. Selama menjabat, ia banyak mengkaji tentang logika, psikologi dan etika.[7]

Pada tahun 1894, Dewey mengusulkan pedagogi dimasukkan sebagai pedagogi sebagai salah satu program studi dalam Departemen Filsafat dan Psikologi. Alasannya ialah ia ingin mempelajari proses belajar yang berkaitan dengan psikologi dan pendidikan. Universitas Chicago menerima usulan Dewey. Sekolah laboratorium yang setingkat sekolah dasar kemudian didirikan pada tahun 1896 dengan menggabungkan disiplin ilmiah pedagogi, filsafat dan psikologi.[9]

Aliran pemikiran

Pemikiran-pemikiran John Dewey memiliki pengaruh yang besar bagi pragmatisme.[10] Pemikiran pragmatismenya disebut juga sebagai eksperientalisme karena ia menjadikan pertumbuhan manusia sebagai tujuan dari pendidikan. Ia meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki sifat selalu berubah sehingga pemikirannya dinamainya sebagai pertumbuhan.[11] Pemikiran pragmatismenya menjadi salah satu landasan pemikiran yang memulai penyelenggaraan pendidikan massal.[12] Dewey mengembangkan pemikiran dari tokoh pragmatisme lainnya yaitu Charles Sanders Peirce dan William James. Hasil pengembangannya isebut sebagai teori instrumentalisme. Teori ini menyatakan bahwa penyelesaian persoalan sosial harus menjadi fungsi dari kognisi.[13]

Pemikiran

Berpikir kritis

Dalam pandangan Dewey, berpikir kritis merupakan proses berpikir reflektif yang aktif dan mendalam.[14] Informasi tidak diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif melalui pengajuan pertanyaan untuk menemukan informasi yang relevan.[15] Dewey mengemukakan bahwa berpikir reflektif merupakan kegiatan untuk mempertimbangkan secara cermat, aktif dan gigih mengenai suatu keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun.[16] Setiap hal harus dipandang dengan berbagai pernyataan yang dapat mendukungnya. Setelah itu, barulah diperoleh kesimpulan dari pernyataan tersebut. Ia meyakini bahwa berpikir kritis merupakan cara berpikir yang benar bagi anak-anak, sehingga perlu diajarkan di sekolah.[17]

Kenyataan

Pada awalnya, Dewey meyakini idealisme yang dikemukakan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Setelah pemikirannya berfokus ke biologi evolusioner dan psikologi, ia tidak lagi berminat pada idealisme Hegel. Ia mengemukakan teorinya sendiri mengenai kenyataan. Dewey memandang alam sebagai kenyataan akhir. selain itu, ia menganggap manusia sebagai hasil alam yang telah menemukan makna dan tujuan keberadaannya di dalam alam.[9]

Dewey juga meyakini bahwa dunia merupakan suatu gerak yang terjadi secara terus-menerus dengan sifat pergerakan yang konstan. Pandangannya mengutamakan konsep evolusi, relativitas dan proses waktu. Ia menganggap dunia masih belum selesai diciptakan dan masih dalam proses penciptaan. Pemikirannya ini bertentangan dengan pandangan mengenai dunia yang dikemukakan oleh para pemikir yang hidup pada masa Yunani Kuno dan Abad Pertengahan.[18]

Kecerdasan

Dewey menerbitkan dua buku yang membahas tentang kecerdasan, yaitu Outline of a Critical Theory of Etichs (1891) dan The Study of Ethics: a Syllabus (1894). Outline of a Critical Theory of Etichs berisi pemikiran Dewey mengenai pengaruh kecerdasan dalam menentukan perilaku manusia secara individu maupun sosial. Buku ini juga membandingkan kecerdasan dengan tindakan aka budi yang dikemukakan oleh idealisme rasionalistik. Kecerdasan yang mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan tindakan akal budi yang membentuk skema pengertian tentang benda-benda. Sedangkan The Study of Ethics: a Syllabus berisi gagasan tentang kecerdasan sebagai perantara terhadap hasil pemikirannya. Gagasan ini termasuk dalam pemikiran pragmatisme yang tidak bersesuaian dengan pemakaian akal budi idealistik yang konstitutif.[9]

Pendidikan

Subjek pendidikan

Dewey memiliki beberapa pandangan mengenai pendidikan bagi anak. Ia meyakini bahwa anak merupakan pembelajar yang aktif. Karenanya, pendidikan seharusnya diutamakan pada pembelajaran kepada anak secara menyeluruh serta memberikan kemampuan adaptasi lingkungan kepada anak. Ia juga meyakini bahwa anak-anak harus memperoleh cara berpikir yang berbeda dengan cara berpikir akademik di sekolah. Dewey meyakini pendidikan yang layak merupakan hak dari semua anak. Pendapatnya ini mengacu kepada kondisi pendidikan pada masa hidupnya yang hanya menjadi hak bagi anak dari kaum borjuis.[2]

Dalam pemikiran Dewey mengenai subjek pendidikan, anak berperan sebagai subjek utama dalam pengembangan kurikulum.[19] Ia mengemukakan bahwa pendidikan harus bersifat demokrasi. Kurikulum harus dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta memiliki sifat keterbukaan dan fleksibel.[20] Dalam bukunya yang berjudul Democracy dan Education, ia memberikan landasan pengadaan pendidikan inkuiri yang sesuai dengan paham yang dianutnya dalam pendidikan yaitu konstruktivisme. Ia mempersiapkan pendidikan yang menghasilkan alumni yang dapat bekerja, menjadi warga negara dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat secara bebas. Ia mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah sekadar proses perolehan pengetahuan, melainkan sebuah proses kreatif yang disertai penyelidikan.[21] Melalui pembelajaran terpadu, perkembangan dan pertumbuhan anak dapat diintegrasikan dengan kemampuan pengetahuannya.[22]

Pembelajaran

Dewey mengemukakan bahwa pengalaman di dalam pikiran seseorang memiliki kaitan dengan pendidikan.[23] Ia meyakini bahwa pengalaman merupakan dasar bagi pendidikan secara keseluruhan.[24] Dewey menolak pendidikan yang pembelajarannya dilakukan dengan prinsip "belajar dengan menghafal". Ia meyakini bahwa pendidikan dengan pembelajaran yang aktif dapat dicapai dengan prinsip "belajar dengan melakukan". Peserta didik harus terlibat aktif dan spontan dalam proses belajar. Keaktifan ini ditentukan oleh tingkat keingintahuan terhadap sesuatu yang belum diketahui.[25] Pendidikan harus mampu menghasilkan kecakapan fundamental yang ditujukan kepada alam dan hubungan sesama manusia. Kecapakan ini harus bersifat intelektual dan emosional.[26] Tujuan dari kecapakan ini adalah mencapai efisiensi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bersama dapat tercapai dengan hasil maksimal dan bersifat bebas.[27]

Dalam pandangan Dewey, peran pendidik dalam pembelajaran praktis adalah membentuk peserta didik agar dapat siap menjadi anggota masyarakat. Pendidik tidak berperan sebagai pembentuk kebiasaan tertentu bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga tidak memaksakan kehendaknya kepada peserta didik. Kesiapan peserta didik sebagai anggota masyarakat wajib atas kesadarannya sendiri. Konsep "belajar dengan melakukan" kemudian berkembang menjadi salah satu jenis pembelajaran, yaitu pembelajaran berbasis penyelesaian masalah.[28] Dewey meyakini bahwa penyelesaian masalah merupakan salah satu dari jenis proses berpikir aktif yang menghasilkan kesimpulan definitif secara hati-hati.[29]

Prinsip "belajar dengan melakukan" yang dikembangkan oleh Dewey dilandasi oleh pemikiran pragmatisme. Ada dua pemikiran utama dalam konsep pembelajarannya. Pertama, anak sudah ditakdirkan untuk menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki sifat aktif dalam belajar. Kedua, kehidupan anak di masa depan menjadi lebih siap melalui pembelajaran yang membuatnya bekerja.[30]

Dewey tidak hanya mengembangkan teori pendidikan yang bersifat konstruktivisme bagi pengetahuan peserta didik. Ia juga mengembangkan teori konstuktivisme bagi perkembangan moral bagi peserta didik.[31] Ia meyakini bahwa pendidikan merupakan suatu proses untuk membuat manusia dapat menjadi manusia yang sesungguhnya.[32] Dewey meyakini bahwa tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk membentuk watak dan budi pekerti.[33]

Karya tulis

Psychology

Psychology merupakan buku pertama yang ditulis oleh Dewey yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1887. Gagasan utama di dalam bukunya ini mengenai sebuah sistem filsafat tunggal. Sistem tersebut didasarkan pada hubungan antara studi ilmiah psikologi dan filsafat idealis Jerman. Pemikiran-pemikiran di dalam buku ini diterima oleh beberapa sarjana dan kemudian oleh beberapa universitas diadopsi sebagai buku teks. Kritik atas buku ini hanya diberikan oleh Granville Stanley Hall dan William James.[7]

Pengaruh pemikiran

Pendidikan progresif

Pendidikan progresif menggunakan progresivisme sebagai landasan pemikirannya. Progresivisme berkaitan dengan pembaharuan-pembaharuan di dalam bidang kehidupan manusia dengan menilai kembali doktrin tradisional dari agama maupun filsafat. Gagasan utama dari progresivisme ini ialah bahwa komitmen terhadap perbaikan kehidupan manusia dimiliki oleh semua jenis lembaga sosial. Gagasan ini dkemukakan oleh John Dewey dan Francis Wayland Parker.[34] Model pembelajaran yang dihasilkan oleh Dewey pada pendidikan progresif dikenal dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif.[35]

Referensi

Catatan kaki

Daftar pustaka