Kehidupan

bentuk materi yang dapat mengambil energi dari lingkungan untuk replikasi

Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek fisik yang memiliki proses biologis (yaitu organisme hidup) dengan objek fisik yang tidak memilikinya, baik karena fungsi-fungsi tersebut telah berhenti (karena telah mati) atau karena mereka tidak pernah memiliki fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati.[1][2] Ilmu yang berkaitan dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.

Kehidupan
Periode 3770–0 Ma Arkean - Sekarang (kemungkinan berasal dari Hadean)
Biota

Tumbuhan di Pegunungan Rwenzori, Uganda
Taksonomi
SuperdomainBiota
Domain dan Kerajaan
Kehidupan di bumi:

Kehidupan hadir dalam berbagai bentuk organisme di Bumi, seperti tumbuhan, hewan, fungi, protista, arkea, dan bakteri[3]. Organisme hidup mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kemampuan untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan—melalui seleksi alam—beradaptasi dengan lingkungan mereka dalam generasi berturut-turut. Organisme hidup yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui berbagai cara. Sifat-sifat umum dari organisme ini yaitu sel berbasis karbon dan air, dengan organisasi kompleks dan informasi genetik yang bisa diwariskan.

Abiogenesis adalah proses alami ketika kehidupan muncul dari benda tak hidup, seperti senyawa organik sederhana. Hipotesis ilmiah yang berlaku saat ini menjelaskan bahwa transisi dari entitas yang tidak hidup menjadi entitas yang hidup bukanlah sebuah peristiwa tunggal, tetapi proses bertahap yang semakin kompleks. Kehidupan di Bumi pertama kali muncul 4,28 miliar tahun yang lalu, setelah samudera terbentuk 4,41 miliar tahun yang lalu, dan tidak lama setelah Bumi terbentuk 4,54 miliar tahun yang lalu.[4][5] Bentuk kehidupan paling awal yang diketahui adalah mikrofosil bakteri.[6][7] Para peneliti umumnya berpikir bahwa kehidupan saat ini berasal dari dunia RNA, meskipun kehidupan berbasis RNA mungkin bukan kehidupan pertama yang pernah ada.[8][9][10] Percobaan Miller–Urey pada tahun 1952 dan penelitian serupa menunjukkan bahwa sebagian besar asam amino (materi penyusun protein yang digunakan oleh semua organisme hidup) dapat disintesis dari senyawa anorganik dalam kondisi yang dimaksudkan untuk meniru periode awal Bumi. Berbagai molekul organik kompleks ditemukan di Tata Surya dan di ruang antarbintang, dan molekul-molekul ini mungkin menjadi materi awal bagi pengembangan kehidupan di Bumi.[11][12][13][14]

Sejak awal, organisme di Bumi telah mengalami perubahan lingkungan dalam skala waktu geologi. Mereka juga telah beradaptasi untuk bertahan hidup di sebagian besar ekosistem dan kondisi. Beberapa mikroorganisme yang disebut ekstremofil tumbuh di lingkungan ekstrem (secara fisik atau geokimia) yang merusak sebagian besar organisme lain di Bumi. Sel dianggap unit struktural dan fungsional kehidupan. Ada dua jenis sel, yaitu prokariota dan eukariota, yang terdiri dari sitoplasma yang tertutup dalam membran dan mengandung banyak biomolekul seperti protein dan asam nukleat. Sel bereproduksi melalui pembelahan sel, yaitu proses ketika sel induk membelah menjadi dua sel anak atau lebih.

Pada masa lalu, ada banyak upaya untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan "kehidupan" melalui konsep usang seperti gaya odik, hylemorfisme, generasi spontan, dan vitalisme, yang kini telah dibantah oleh penemuan biologis. Aristoteles dianggap sebagai orang pertama yang mengklasifikasikan organisme. Carolus Linnaeus kemudian memperkenalkan sistem nomenklatur binomial untuk mengklasifikasikan spesies. Belakangan, kelompok dan kategori kehidupan baru ditemukan, seperti sel dan mikroorganisme, yang merevisi struktur hubungan di antara organisme hidup. Meskipun saat ini kehidupan hanya diketahui di Bumi, para ilmuwan berspekulasi akan keberadaan kehidupan ekstraterestrial. Sementara itu, kehidupan buatan adalah simulasi komputer atau rekonstruksi buatan manusia dalam segala aspek kehidupan, yang sering digunakan untuk memeriksa sistem yang berkaitan dengan kehidupan alami. Kematian adalah berhentinya semua fungsi biologis yang menopang suatu organisme secara permanen sehingga merupakan akhir dari kehidupannya. Kepunahan adalah istilah yang menggambarkan akhir kehidupan dari suatu kelompok atau takson, yang biasanya merujuk pada suatu spesies. Fosil adalah sisa-sisa organisme.

Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi. Keduanya menawarkan interpretasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan dengan keberadaan dan kesadaran, dan keduanya menyentuh isu-isu terkait, termasuk sikap hidup, tujuan, konsep tuhan atau dewa, jiwa atau kehidupan setelah kematian.

Definisi

Untuk mendefinisikan "kehidupan" dalam istilah yang tegas masih merupakan tantangan bagi para ilmuwan dan filsuf.[15][16][17] Mendefinisikan "kehidupan" adalah hal yang sulit, karena hidup adalah sebuah proses, bukan substansi murni.[18] Definisi apapun harus cukup luas untuk mencakup seluruh kehidupan yang dikenal, dan definisi tersebut harus cukup umum, sehingga, dengan itu, ilmuwan tidak akan melewatkan kehidupan yang mungkin secara mendasar berbeda dari kehidupan di bumi.[19]

Biologi

Karena tidak ada definisi tegas dari kehidupan, pemahaman saat ini bersifat deskriptif: kehidupan merupakan ciri organisme yang menunjukkan semua atau sebagian besar dari fenomena berikut, yaitu:[18][20]

  1. Homeostasis: Pengaturan kondisi internal untuk mempertahankan keadaan konstan, misalnya, konsentrasi elektrolit atau mengeluarkan keringat untuk menurunkan suhu.
  2. Organisasi: Secara struktural terdiri dari satu atau lebih sel, yang merupakan satuan dasar kehidupan.
  3. Metabolisme: Transformasi energi dengan mengubah bahan kimia dan energi menjadi komponen seluler (anabolisme) dan mengurai bahan organik (katabolisme). Makhluk hidup membutuhkan energi untuk mempertahankan organisasi internal (homeostasis) dan untuk menghasilkan fenomena lain yang terkait dengan kehidupan.
  4. Pertumbuhan: Pemeliharaan tingkat yang lebih tinggi dari katabolisme dan anabolisme. Organisme yang tumbuh bertambah dalam ukuran di semua bagian-bagiannya, bukan hanya sekadar mengumpulkan materi.
  5. Adaptasi: Kemampuan untuk berubah selama periode waktu dalam menanggapi lingkungan. Kemampuan ini merupakan hal mendasar untuk proses evolusi dan ditentukan oleh perwarisan watak organisme maupun komposisi zat yang di-metabolisme, dan berbagai faktor eksternal.
  6. Respon terhadap rangsangan: respon dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, dari kontraksi organisme uniseluler terhadap bahan kimia eksternal, sampai dengan reaksi kompleks yang melibatkan semua indra organisme multiseluler. Tanggapan sering dinyatakan dengan gerak, misalnya, daun tanaman berbalik ke arah matahari (fototropisme) dan oleh kemotaksis.
  7. Reproduksi: Kemampuan untuk menghasilkan organisme individu baru, baik secara aseksual dari organisme orang tua tunggal, atau secara seksual dari dua organisme induk.

Definisi alternatif

Untuk mewakili fenomena minimum yang diperlukan, beberapa definisi biologis lain telah diusulkan, antara lain:

  • Sebuah jaringan umpan balik negatif rendah (mekanisme regulasi) yang berada di bawah umpan balik positif yang lebih tinggi (potensi ekspansi, reproduksi)[21]
  • Definisi sistemik kehidupan adalah bahwa makhluk hidup bersifat mengorganisir diri dan autopoiesis (memproduksi sendiri). Variasi dari definisi ini mencakup definisi Stuart Kauffman sebagai agen otonom atau sistem multi-agen yang mampu mereproduksi dirinya sendiri atau diri mereka sendiri, dan menyelesaikan setidaknya satu siklus kerja termodinamika.[22]
  • Hidup adalah sistem kimia mandiri yang mampu menjalani evolusi Darwin.[23]
  • Hal-hal yang memiliki kemampuan untuk metabolisme dan pergerakan.[18]
  • Hidup adalah penundaan pembauran atau penyebaran spontan energi internal dari biomolekul menuju kondisi mikro yang lebih potensial.[24]
  • Makhluk hidup adalah sistem termodinamika yang memiliki struktur molekul yang terorganisir.[24]

Virus

Virus influensa.

Virus lebih sering dianggap sebagai replikator daripada sebagai bentuk kehidupan. Mereka telah digambarkan sebagai "organisme di ujung kehidupan,"[25] karena mereka memiliki gen, berevolusi dengan seleksi alam,[26] dan bereplikasi dengan menciptakan beberapa salinan dari diri mereka sendiri melalui perakitan diri. Namun, virus tidak bermetabolisme dan memerlukan sel induk untuk membuat produk baru. Perakitan diri virus dalam sel induk memiliki implikasi untuk studi asal usul kehidupan, karena dapat mendukung hipotesis bahwa kehidupan dapat dimulai dari molekul organik yang bersifat merakit diri.[27][28]

Biofisika

Ahli biofisika juga berkomentar tentang sifat dan kualitas dari bentuk-bentuk kehidupan—terutama bahwa mereka berfungsi pada entropi negatif.[29][30] Secara lebih rinci, menurut fisikawan seperti John Bernal, Erwin Schrödinger, Eugene Wigner, dan John Avery, kehidupan adalah anggota dari kelas fenomena yang terbuka atau terus-menerus mampu menurunkan entropi internal mereka, dengan mengorbankan substansi atau energi bebas yang diambil dari lingkungan dan kemudian ditolak dalam bentuk terdegradasi.[31][32][33]

Teori sistem kehidupan

Dalam beberapa dekade terakhir, sejumlah ilmuwan telah mengusulkan beberapa teori sistem kehidupan yang bersifat umum yang diperlukan untuk menjelaskan sifat dari kehidupan.[34] Teori umum semacam itu, yang muncul dari ilmu ekologi dan biologi, berupaya untuk memetakan prinsip-prinsip umum untuk bagaimana semua sistem yang hidup bekerja. Alih-alih memeriksa fenomena dengan mencoba memilah-milah berbagai hal ke dalam bagian-bagian komponennya, teori sistem kehidupan yang umum menyelidiki fenomena dalam hal pola dinamis dari hubungan organisme dengan lingkungan mereka.[35]

Hipotesis Gaia

Gagasan bahwa bumi hidup sudah ada sejak dahulu, tetapi gagasan tersebut baru dikemukakan sebagai fakta ilmiah oleh ilmuwan Skotlandia, James Hutton, pada tahun 1785. Ia menyatakan bahwa bumi adalah superorganisme, dan bahwa penelitian yang tepat harus fisiologis. Hutton dikenang sebagai bapak geologi, tetapi gagasan tentang bumi yang hidup dilupakan dalam reduksionisme kuat dari abad ke-19.[36]

Hipotesis Gaia, yang awalnya diusulkan pada tahun 1960 oleh ilmuwan James Lovelock,[37][38] merupakan gagasan bahwa kehidupan di bumi berfungsi sebagai organisme tunggal yang benar-benar mendefinisikan dan memelihara kondisi lingkungan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup.[39]

Ketidakterpecahan

Robert Rosen (1991) membuat asumsi bahwa kekuatan penjelas dari pandangan dunia mekanistik tidak dapat membantu memahami sistem kehidupan. Salah satu klarifikasi penting yang ia buat adalah untuk mendefinisikan komponen sistem sebagai "sebuah satuan organisasi;. Bagian dengan fungsi, yaitu, hubungan pasti antara bagian dan keseluruhan." Dari konsep ini dan konsep awal lainnya, ia mengembangkan sebuah "teori relasional dalam sistem" yang mencoba untuk menjelaskan sifat-sifat khusus dari kehidupan. Secara khusus, ia mengidentifikasi "komponen ketidakterpecahan dalam organisme" sebagai perbedaan mendasar antara sistem kehidupan dan "mesin biologis."[40]

Kehidupan sebagai sifat ekosistem

Sebuah pandangan sistem terhadap kehidupan memperlakukan alur lingkungan dan alur biologi bersama-sama sebagai "timbal balik pengaruh",[41] dan hubungan timbal balik dengan lingkungan ini bisa dibilang penting untuk memahami kehidupan sebagaimana untuk memahami ekosistem. Sebagaimana Harold J. Morowitz (1992) menjelaskan, kehidupan adalah lebih berupa sifat dari sebuah sistem ekologi daripada suatu organisme tunggal atau spesies.[42] Dia berpendapat bahwa definisi ekosistem dari kehidupan adalah lebih dipilih untuk bidang biokimia atau fisika. Robert Ulanowicz (2009) juga menggarisbawahi mutualisme sebagai kunci untuk memahami sistem, menghasilkan perilaku kehidupan dan ekosistem.[43]

Teori awal mengenai kehidupan

Materialisme

Tumbuhan di Hutan Hujan Hoh
Kawanan zebra dan impala bertemu di dataran Maasai Mara
Sebuah foto udara hamparan mikrob di sekitar Grand Prismatic Spring Taman Nasional Yellowstone

Beberapa teori paling awal mengenai kehidupan bersifat materialis, menyatakan bahwa semua yang ada adalah materi, dan bahwa semua kehidupan pada dasarnya adalah bentuk atau pengaturan yang kompleks dari materi. Empedokles (430 SM) berpendapat bahwa setiap hal di alam semesta terdiri dari kombinasi empat "elemen" abadi atau "akar dari semua": bumi, air, udara, dan api. Semua perubahan dijelaskan oleh pengaturan dan penataan ulang dari empat elemen tersebut. Berbagai bentuk kehidupan disebabkan oleh campuran yang tepat dari unsur-unsur. Misalnya, pertumbuhan tanaman disebabkan oleh gerakan ke bawah secara alami unsur bumi dan gerakan ke atas secara alami dari api.[44]

Demokritos (460 SM), murid Leukippos, berpikir bahwa karakteristik penting dari kehidupan adalah memiliki jiwa (psyche). Sama seperti dengan penulis kuno lainnya, ia juga menggunakan istilah tersebut untuk mengartikan prinsip makhluk hidup yang menyebabkan mereka berfungsi sebagai makhluk hidup. Dia berpikir bahwa jiwa terdiri dari atom api, karena hubungan nyata antara hidup dan panas, dan karena api bergerak.[45] Dia juga menyatakan bahwa manusia pada awalnya hidup seperti binatang, secara bertahap mengembangkan masyarakat untuk membantu sesama, memulai bahasa, dan mengembangkan kerajinan dan pertanian.[46]Dalam revolusi ilmiah abad ke-17, ide-ide mekanistik dihidupkan kembali oleh filsuf seperti René Descartes.

Hylemorfisme

Hylemorfisme adalah teori yang dicetuskan oleh Aristoteles (322 SM). Teori ini menyatakan bahwa segala sesuatu adalah kombinasi dari materi dan bentuk. Aristoteles adalah salah satu penulis kuno pertama yang melakukan pendekatan pada subjek hidup dengan cara ilmiah. Biologi adalah salah satu minat utamanya, dan terdapat bahan biologi yang ekstensif dalam tulisan-tulisannya. Menurutnya, segala sesuatu di alam semesta material memiliki unsur materi dan bentuk. Bentuk dari suatu makhluk hidup adalah jiwanya (dalam bahasa Yunani, psyche , Latin anima). Menurut Aristoteles, terdapat tiga macam jiwa, yaitu:[47]

  • "jiwa vegetatif" tanaman, yang menyebabkan mereka untuk tumbuh dan membusuk dan memelihara diri mereka sendiri, tetapi tidak menyebabkan gerakan dan sensasi
  • "jiwa hewan" yang menyebabkan hewan untuk bergerak dan merasa;
  • jiwa rasional yang merupakan sumber kesadaran dan penalaran yang (Aristoteles yakini) hanya ada pada manusia.

Setiap jiwa yang lebih tinggi memiliki semua atribut dari jiwa yang lebih rendah. Aristoteles percaya bahwa walau materi bisa ada tanpa forma, forma tidak bisa ada tanpa materi, sehingga jiwa tidak bisa ada tanpa tubuh.[48]

Penjelasan yang selaras dengan hylemorfisme adalah penjelasan teleologis mengenai kehidupan. Sebuah penjelasan teleologis menjelaskan mengenai fenomena dalam maksud atau arah tujuan dari fenomena tersebut. Maka, warna putih beruang kutub dijelaskan dengan tujuan kamuflase. Arah sebab-akibat semacam ini bersifat berlawanan dengan ilmu pengetahuan materialistik, yang menjelaskan akibat dari penyebab sebelumnya. Ahli biologi modern sekarang menolak pandangan fungsional ini dari segi materi dan sebab-akibat: ciri biologis harus dijelaskan bukan dengan melihat ke depan untuk hasil yang optimal pada masa depan, tetapi dengan melihat mundur ke masa lalu sejarah evolusi suatu spesies, yang mengarah kepada seleksi alam dari objek yang dipertanyakan.

Vitalisme

Vitalisme adalah keyakinan bahwa prinsip-kehidupan pada dasarnya tidak material. Gagasan ini berasal dari Georg Ernst Stahl (abad ke-17), dan bertahan hingga pertengahan abad ke-19.. Vitalisme menjadi daya tarik bagi filsuf seperti Henri Bergson, Friedrich Nietzsche, Wilhelm Dilthey, ahli anatomi seperti Marie François Xavier Bichat, dan ahli kimia seperti Justus Liebig.

Vitalisme menyokong ide pemisahan fundamental antara bahan organik dan anorganik, dan keyakinan bahwa materi organik hanya dapat berasal dari makhluk hidup. Hal ini dibantah pada tahun 1828 ketika Friedrich Wöhler menyiapkan urea dari bahan anorganik.[49] Sintesis Wöhler tersebut dianggap sebagai titik awal kimia organik modern. Hal tersebut merupakan peristiwa bersejarah, karena untuk pertama kalinya suatu senyawa organik yang dihasilkan dari reaktan anorganik.

Kemudian, Hermann von Helmholtz, didahului oleh Julius Robert von Mayer, menunjukkan bahwa tidak ada energi yang hilang dalam gerakan otot, yang menunjukkan bahwa tidak ada "kekuatan vital" yang diperlukan untuk menggerakkannya. Pengamatan empiris ini menyebabkan diabaikannya teori vitalistik dalam sains, meskipun keyakinan ini tetap hidup dalam teori-teori non-ilmiah seperti homeopati, yang menafsirkan bahwa berbagai penyakit disebabkan oleh gangguan pada kekuatan vital atau kekuatan hidup.

Asal usul

Bukti menunjukkan bahwa kehidupan di bumi telah ada sekitar 3,7 miliar tahun.[50] Semua bentuk kehidupan yang dikenal punya mekanisme molekuler dasar, dan berdasarkan pengamatan ini, teori-teori tentang asal usul kehidupan berupaya menemukan mekanisme yang menjelaskan pembentukan satu sel organisme primordial dari mana semua kehidupan berasal. Ada berbagai hipotesis yang berbeda tentang jalan yang dilalui dari molekul organik sederhana melalui kehidupan pra-seluler menuju protosel dan metabolisme. Banyak model jatuh ke dalam kategori "gen pertama" atau kategori "metabolisme-pertama", tetapi tren terbaru adalah munculnya model hibrida yang menggabungkan kedua kategori.[51]

Tak ada konsensus ilmiah mengenai bagaimana kehidupan bermula dan semua teori yang diusulkan sangatlah spekulatif. Bagaimanapun juga, kebanyakan model ilmiah yang diterima dibangun dengan satu atau lain cara di atas hipotesis-hipotesis sebagai berikut:

Kehidupan seperti yang kita kenal sekarang ini menyintesis protein, yang merupakan polimer dari asam amino menggunakan instruksi yang dikodekan oleh gen-gen seluler—yang merupakan polimer dari asam deoksiribonukleat (DNA). Sintesis protein juga memerlukan perantara polimer asam ribonukleat (RNA). Salah satu kemungkinan adalah bahwa gen muncul pertama[52] dan kemudian protein. Kemungkinan lain adalah bahwa protein muncul lebih dulu[53] dan lalu gen. Namun, karena gen diperlukan untuk membuat protein, dan protein juga diperlukan untuk membuat gen, mempertimbangkan masalah yang mana yang muncul lebih dulu seperti mempermasalahkan ayam atau telur.

Kebanyakan ilmuwan telah mengadopsi hipotesis bahwa karena DNA dan protein berfungsi bersama-sama dengan intim, tampak tidak mungkin bahwa mereka muncul secara independen.[54] Oleh karena itu, banyak ilmuwan mempertimbangkan kemungkinan, yang tampaknya pertama kali diusulkan oleh Francis Crick,[55] bahwa kehidupan pertama berbasis pada perantara DNA-protein: RNA.[54] Bahkan, RNA memiliki sifat penyimpanan informasi dan replikasi dan sifat katalitik dari beberapa protein yang mirip DNA. Crick dan ilmuwan lainnya mendukung hipotesis RNA-pertama[56] bahkan sebelum sifat katalitik RNA telah ditunjukkan oleh Thomas Cech.[57]

Sebuah masalah yang penting dalam hipotesis RNA-pertama adalah bahwa eksperimenyang dirancang untuk menyintesis RNA dari prekursor sederhana belum seberhasil seperti percobaan Miller-Urey yang menyintesis molekul organik lainnya dari prekursor anorganik. Salah satu alasan dari kegagalan membuat RNA di laboratorium adalah bahwa prekursor RNA sangat stabil dan tidak bereaksi satu sama lain dalam keadaan ambien. Namun, sintesis molekul RNA tertentu yang berhasil dalam keadaan yang diduga sama seperti saat sebelum kehidupan muncul di Bumi telah dicapai dengan menambahkan prekursor alternatif dalam urutan tertentu dengan prekursor fosfat dihadirkan selama reaksi.[58] Penelitian ini membuat hipotesis RNA-pertama lebih masuk akal bagi banyak ilmuwan.[59]

Percobaan terbaru telah menunjukkan evolusi Darwin sejati dari enzim RNA unik (ribozim) terdiri dari dua komponen katalitik terpisah yang mereplikasi satu sama lain secara in vitro.[60] Dalam menjelaskan hal ini dari laboratoriumnya, Gerald Joyce menyatakan: "Ini adalah contoh pertama, di luar biologi, dari adaptasi evolusioner dalam sistem genetika molekuler."[61] Percobaan tersebut membuat kemungkinan adanya dunia RNA primordial menjadi lebih menarik bagi banyak ilmuwan.

Kondisi kehidupan

Cyanobacteria mengubah komposisi bentuk kehidupan di Bumi dengan merangsang keanekaragaman hayati dan hampir memunahkan organisme-organisme yang tidak memerlukan oksigen.

Keanekaragaman kehidupan di Bumi saat ini adalah hasil dari interaksi dinamis antara kesempatan genetis, kemampuan metabolisme, tantangan lingkungan,[62] dan simbiosis.[63][64][65] Hampir selama keberadaannya, lingkungan Bumi yang dapat dihuni telah didominasi oleh mikroorganisme dan berada di bawah metabolisme mereka dan evolusi. Sebagai akibat dari aktivitas mikrob tersebut pada skala waktu geologis, lingkungan fisik-kimia di Bumi telah berubah, sehingga menentukan jalan evolusi kehidupan berikutnya.[62] Sebagai contoh, pelepasan oksigen molekular oleh cyanobacteria sebagai hasil tambahan fotosintesis menyebabkan perubahan global. Lingkungan yang berubah menimbulkan tantangan evolusi baru untuk organisme yang ada saat itu, yang akhirnya menagkibatkan pembentukan hewan dan tumbuhan di planet kita. Oleh sebab itu "ko-evolusi" antara organisme dan lingkungan mereka tampaknya merupakan ciri yang melekat dari sistem kehidupan.[62]

Jangkauan ketahanan

Komponen lembam dari ekosistem adalah faktor fisis dan kimia yang diperlukan untuk kehidupan—energi (sinar matahari atau energi kimia), air, suhu, atmosfer, gravitasi, nutrisi, dan perlindungan dari radiasi matahari.[66] Dalam kebanyakan ekosistem kondisi-kondisi yang ada bervariasi sepanjang hari dan sering berubah dari satu musim ke musim berikutnya. Untuk hidup dalam banyak ekosistem, maka, organisme harus mampu bertahan dalam berbagai kondisi, yang disebut "jangkauan ketahanan."[67] Di luar itu adalah "zona stres fisiologis," tempat kelangsungan hidup dan reproduksi masih dimungkinkan tetapi tidak optimal. Di luar zona ini adalah "zona ketidaktahanan," yang tidak memungkinkan organisme tersebut untuk hidup. Telah ditentukan bahwa organisme yang memiliki jangkauan ketahanan lebih luas akan lebih menyebar daripada organisme dengan jangkauan ketahanan yang sempit.[67]

Ekstremofili

Deinococcus radiodurans dapat bertahan dari paparan radiasi.

Untuk bertahan hidup, beberapa mikroorganisme dapat mengambil bentuk yang memungkinkan mereka untuk tahan terhadap pembekuan, pengeringan mutlak, kelaparan, tingkat paparan radiasi yang tinggi, dan tantangan fisik atau kimia lainnya. Selain itu, beberapa mikroorganisme dapat bertahan terhadap paparan kondisi seperti itu selama hitungan minggu, bulan, tahun, atau bahkan abad.[62]

Ekstremofili adalah bentuk-bentuk kehidupan mikrob yang berkembang di luar rentang kehidupan yang biasa ditemukan. Mereka juga unggul dalam pemanfaatan sumber energi yang tak biasa. Sementara semua organisme tersusun dari molekul yang hampir identik, evolusi telah memungkinkan mikrob tersebut untuk mengatasi berbagai kondisi fisik dan kimia yang luas ini. Karakterisasi struktur dan keragaman metabolisme dari komunitas mikrob di lingkungan yang ekstrem tersebut terus berlangsung. Pemahaman tentang kegigihan dan fleksibilitas dari kehidupan di Bumi, sebagaimana pemahaman tentang sistem molekuler yang dimanfaatkan beberapa organisme untuk bertahan hidup di kondisi ekstrem, akan memberikan landasan yang penting untuk mencari kehidupan di luar Bumi.[62]

Unsur kimia yang diperlukan

Semua bentuk kehidupan membutuhkan unsur kimia tertentu yang diperlukan untuk fungsi biokimia. Unsur ini meliputi karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, dan sulfur—makronutrisi untuk semua organisme[68] Bersama, unsur-unsur ini membentuk asam nukleat, protein dan lipid, bagian besar dari materi hidup.

Hipotesis alternatif biokimia telah diajukan dengan menghilangkan satu atau lebih dari unsur-unsur, dengan menukar suatu unsur dengan unsur lain yang tidak ada dalam daftar, atau mengubah keulinan yang diperlukan atau sifat kimia lainnya.

Klasifikasi kehidupan

Delapan tingkat taksonomi dalam hierarki klasifikasi biologi, yang merupakan contoh dari definisi oleh genus dan differentia. Kehidupan dibagi menjadi domain-domain, yang dibagi dalam kelompok-kelompok lebih lanjut. Peringkat kecil menengah tidak ditampilkan.

Secara tradisional, manusia telah membagi organisme ke dalam kelas tumbuhan dan hewan, yang didasarkan terutama pada kemampuan mereka untuk bergerak. Upaya pertama yang diketahui untuk mengklasifikasikan organisme dilakukan oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM). Ia mengklasifikasikan semua organisme hidup yang dikenal saat itu sebagai tanaman dan binatang. Aristoteles membedakan hewan dengan darah dari hewan tanpa darah (atau setidaknya tanpa darah merah), yang bisa dibandingkan dengan konsep vertebrata dan invertebrata. Ia membagi hewan berdarah ke dalam lima kelompok: hewan berkaki empat yang melahirkan (mamalia), burung, hewan berkaki empat yg bertelur (reptil dan amfibi), ikan dan paus.

Hewan-hewan tanpa darah juga dibagi menjadi lima kelompok: cephalopoda, crustacea, serangga (yang juga termasuk laba-laba, kalajengking, dan kelabang, selain apa yang sekarang kita definisikan sebagai serangga), hewan bercangkang (seperti moluska dan kebanyakan echinodermata) dan "zoofit." Meskipun karya Aristoteles dalam zoologi bukan tanpa kesalahan, itu adalah sintesis biologis terbesar saat itu dan tetap menjadi otoritas tertinggi selama berabad-abad setelah kematiannya.[69]

Penjelajahan benua Amerika mengungkapkan sejumlah besar tanaman dan hewan baru yang memerlukan deskripsi dan klasifikasi. Di akhir abad ke-16 dan awal abad 17, penelitian terhadap hewan dimulai dan secara bertahap diperluas sampai membentuk bidang pengetahuan yang cukup untuk berfungsi sebagai dasar anatomi bagi klasifikasi.

Pada akhir tahun 1740-an, Carolus Linnaeus memperkenalkan metodenya, yang masih digunakan, untuk merumuskan nama ilmiah dari setiap spesies.[70] Linnaeus berupaya untuk memperbaiki komposisi dan mengurangi panjang dari nama yang terdiri dari banyak kata dengan menghapuskan retorika yang tidak perlu, memperkenalkan ketentuan deskriptif baru dan mendefinisikan maknanya dengan presisi yang belum pernah ada. Dengan konsisten menggunakan sistem itu, Linnaeus memisahkan nomenklatur dari taksonomi. Konvensi penamaan untuk spesies ini disebut sebagai nomenklatur binomial.

Jamur pada awalnya dianggap sebagai tanaman. Untuk jangka pendek Linnaeus telah menempatkan mereka di kelompok Vermes dalam Animalia. Ia kemudian menempatkan mereka kembali di Plantae. Herbert Copeland menglasifikasikan jamur dalam Protoctista, sehingga menghindari masalah tetapi mengakui status khusus mereka.[71] Masalah itu akhirnya dipecahkan oleh Robert Whittaker, ketika ia memberi mereka kerajaan sendiri dalam sistem lima kerajaannya. Ternyata, jamur lebih erat dengan hewan daripada tumbuhan.[72]

Sebagaimana penemuan baru memungkinkan kita untuk mempelajari sel dan mikroorganisme, kelompok baru kehidupan ditemukan, dan bidang ilmu biologi sel dan mikrobiologi diciptakan. Organisme baru ini awalnya dijelaskan secara terpisah dalam protozoa seperti hewan dan protofita / thalofita sebagai tumbuhan, tetapi dipersatukan oleh Ernst Haeckel dalam kerajaannya protista, kemudian kelompok prokariota dipisahkan dalam kerajaan Monera, dan akhirnya kerajaan ini akan dibagi dalam dua kelompok terpisah, bakteri dan Archaea, yang mengarah ke sistem enam kerajaan dan akhirnya ke sistem tiga domain saat ini.[73]

Klasifikasi eukariota masih kontroversial, dan taksonomi protista masih bermasalah.[74]

Sebagaimana mikrobiologi, biologi molekuler dan virologi dikembangkan, agen reproduksi non-seluler ditemukan, seperti virus dan viroid. Kadang-kadang entitas ini dianggap hidup tetapi ada yang berpendapat bahwa virus bukan organisme hidup karena mereka tidak memiliki karakteristik seperti membran sel, metabolisme dan tidak tumbuh atau merespon lingkungan mereka. Namun Virus dapat digolongkan menjadi "spesies" yang didasarkan pada biologi dan genetika, tetapi banyak aspek dari klasifikasi tersebut tetap kontroversial.[75]

Sejak tahun 1960 tren yang disebut kladistika muncul, yang mengatur taksa dalam pohon evolusi atau filogenetika. Tidak jelas, apakah hal ini harus diimplementasikan, bagaimana kode yang berbeda akan hidup berdampingan.[76]

Linnaeus
1735[77]
Haeckel
1866[78]
Chatton
1925[79]
Copeland
1938[71]
Whittaker
1969[80]
Woese et al.
1990[73]
Cavalier-Smith
1998[81]
Cavalier-Smith
2015[82]
2 kerajaan3 kerajaan2 imperium4 kerajaan5 kerajaan3 domain2 imperium,
6 kerajaan
2 imperium,
7 kerajaan
(belum dikenal)ProtistaProkaryotaMoneraMoneraBacteriaBacteriaBacteria
ArchaeaArchaea
EukaryotaProtoctistaProtistaEucaryaProtozoaProtozoa
ChromistaChromista
VegetabiliaPlantaePlantaePlantaePlantaePlantae
FungiFungiFungi
AnimaliaAnimaliaAnimaliaAnimaliaAnimaliaAnimalia

Kehidupan luar Bumi

Penggambaran hipotesis panspermia.

Bumi adalah satu-satunya planet di alam semesta yang dikenal memiliki kehidupan. Persamaan Drake, yang menghubungkan jumlah peradaban ekstraterestrial di galaksi kita yang mungkin kita hubungi, telah digunakan untuk membahas kemungkinan kehidupan di tempat lain, tetapi para ilmuwan tidak setuju pada banyak nilai-nilai variabel dalam persamaan ini. Tergantung pada nilai-nilai tersebut, persamaan dapat menunjukkan bahwa kehidupan bisa muncul sering maupun jarang.

Daerah sekitar bintang deret utama yang dapat mendukung kehidupan seperti di Bumi di sebuah planet yang mirip Bumi dikenal dengan sebutan zona laik huni. Jari-jari dalam dan luar zona ini bervariasi dengan cahaya dari bintang, seperti halnya interval waktu selama zona akan bertahan. Bintang yang lebih besar dari Matahari memiliki zona laik huni yang lebih besar, tetapi akan tetap berada di deret utama untuk interval waktu yang lebih singkat selama kehidupan dapat berevolusi. Bintang katai merah kecil memiliki masalah yang berlawanan, diperparah dengan tingkat aktivitas magnetik yang lebih tinggi dan efek penguncian pasang surut dari orbit dekat. Oleh karena itu, bintang-bintang di kisaran massa menengah seperti Matahari mungkin memiliki kondisi yang optimal untuk kehidupan seperti di bumi untuk berkembang. Lokasi bintang dalam galaksi juga dapat berdampak pada kemungkinan membentuk kehidupan.

Panspermia adalah hipotesis yang menyatakan bahwa kehidupan berasal tempat lain di alam semesta dan kemudian dipindahkan ke Bumi dalam bentuk spora yang mungkin ditransfer melalui meteorit, komet atau debu kosmik. Namun, hipotesis ini tidak membantu menjelaskan asal usul kehidupan.

Kematian

Kematian adalah penghentian permanen dari semua fungsi vital atau proses kehidupan pada sebuah organisme atau sel.[83][84] Setelah kematian, sisa-sisa organisme menjadi bagian dari siklus biogeokimia. Organisme dapat dikonsumsi oleh pemangsa atau pemakan bangkai dan sisa materi organik kemudian dapat diurai lebih lanjut oleh detritivora, organisme yang mendaur ulang detritus, mengembalikannya ke lingkungan untuk digunakan kembali dalam rantai makanan.

Salah satu tantangan dalam mendefinisikan kematian adalah dalam membedakannya dari kehidupan. Kematian lebih mengacu pada saat di mana hidup berakhir, atau ketika dimulainya saat setelah kehidupan.[85] Bagaimanapun, menentukan kapan kematian terjadi membutuhkan batas-batas konseptual yang tepat antara hidup dan mati. Hal ini bermasalah—bagaimanapun—karena ada sedikit konsensus tentang bagaimana mendefinisikan kehidupan. Sifat kematian selama ribuan tahun menjadi perhatian utama tradisi agama dunia dan penyelidikan filosofis. Banyak agama menggunakan konsep akhirat, reinkarnasi, atau kebangkitan.

Kepunahan

Kepunahan adalah proses bertahap saat sebuah kelompok taksa atau spesies menghilang, mengurangi keanekaragaman hayati.[86] Saat kepunahan umumnya dianggap sebagai kematian individu terakhir dari spesies tersebut. Karena berbagai potensi suatu spesies mungkin sangat besar, menentukan saat ini adalah sulit, dan biasanya dilakukan secara retrospektif setelah suatu jangka waktu ketiadaan mereka. Spesies punah ketika mereka tidak lagi mampu bertahan dalam habitat yang berubah atau kalah terhadap persaingan keunggulan. Selama sejarah Bumi, lebih dari 99% dari semua spesies yang pernah hidup telah punah.[87] Namun, kepunahan massal mungkin telah mempercepat evolusi dengan memberikan kesempatan bagi kelompok-kelompok baru organisme untuk menjadi bervariasi.[88]

Fosil

Fosil Leptofoenus pittfieldae yang berusia 20 hingga 16 juta tahun.

Fosil adalah sisa-sisa atau jejak hewan, tumbuhan, dan organisme lain dari masa lampau yang terawetkan. Totalitas fosil—baik yang sudah ditemukan maupun yang belum ditemukan—dan penempatan mereka dalam formasi batuan yang mengandung fosil dan lapisan sedimen (strata) dikenal sebagai "catatan fosil". Suatu spesimen terawetkan disebut "fosil" jika lebih tua dari usia yang disepakati yaitu 10.000 tahun yang lalu.[89] Oleh karena itu, rentang usia fosil membentang dari yang termuda di awal zaman Holosen ke yang tertua dari masa Arkean, beberapa miliar tahun lalu.

Lihat pula

Catatan

Referensi

Bacaan lanjutan

Pranala luar