Krisis diplomatik Qatar

Krisis diplomatik Qatar mulai pada 5 Juni 2017 ketika beberapa negara secara tiba-tiba memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Negara-negara ini awalnya termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, dan Maladewa. Pemutusan hubungan tersebut termasuk penarikan duta besar, memberlakukan larangan perdagangan dan perjalanan.

Krisis diplomatik Qatar 2017–18
Bagian dari Konflik proksi Iran–Arab Saudi, Hubungan luar negeri Qatar

     Qatar     Negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar     Negara yang menurunkan tingkat hubungan diplomatik atau menarik duta besarnya dengan Qatar
Tanggal5 Juni 2017 – 5 Januari 2021 (6 tahun, 10 bulan dan 4 hari)
LokasiQatar
StatusDeklarasi Al'ula pada 4 Januari 2021
Pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian diplomatik

 Arab Saudi
 Uni Emirat Arab
 Bahrain
 Mesir
 Maladewa
 Yaman[a]
 Mauritania
 Komoro
Didukung oleh:
 Libya (Pemerintahan Tobruk)[b]
 Yordania
 Chad[1]
 Djibouti[2][3]
 Senegal[4]

 Gabon[5]
Mediator:[6]
 Amerika Serikat
 Kuwait
 Oman[7]
 Sudan[8][9]
 Pakistan[10]
 Qatar
Didukung oleh:
 Turki[11][12]
 Iran[11][13]
 Jerman[14]

a Yaman terdampak oleh perang saudara yang sedang berlangsung. Pemerintahan yang diakui secara internasional telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

b Pemerintahan berbasis di Tobruk kehilangan pengakuan internasional setelah terbentuknya Pemerintahan Perjanjian Nasional pada Januari 2016. Pemerintahan berbasis di Tobruk mengklaim telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar meskipun tidak memiliki perwakilan diplomatik di negara tersebut.
Letak Qatar di Semenanjung Arab

Dua negara anggota Dewan Kerja sama Teluk, Kuwait dan Oman, tidak bergabung dengan sanksi yang dipelopori Saudi terhadap Qatar, di mana Kuwait berusaha melakukan mediasi perundingan antara Qatar dan Arab Saudi untuk meredakan ketegangan.[15] Iran juga menyerukan dialog untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.[16]

Arab Saudi dan negara-negara lain telah mengkritik Al Jazeera dan hubungan Qatar dengan Iran, dan menuduh Qatar mendanai organisasi teroris. Qatar membantah mendukung terorisme, mengingat bahwa pihaknya telah membantu Amerika Serikat dalam Perang melawan Terorisme dan intervensi militer terhadap NIIS yang sedang berlangsung.

Turki, Rusia, dan Iran telah menyerukan untuk menyelesaikan krisis melalui dialog. Presiden Amerika Serikat Donald Trump awalnya mengkritik Qatar dan berpihak pada Arab Saudi, namun sehari kemudian berbalik arah dalam sebuah pembicaraan telepon dengan Emir Qatar untuk membantu para pihak menyelesaikan perbedaan mereka.[17]

Latar belakang

Qatar memiliki perbedaan dengan pemerintah Arab lainnya mengenai sejumlah isu: ia menyiarkan Al Jazeera— salah satu jaringan berita terbesar di Timur Tengah dan yang telah memungkinkan pandangan positif kelompok Islam radikal untuk ditonton—yang dituduh menjaga hubungan baik dengan Iran, dan ia telah mendukung Ikhwanul Muslimin—sebuah kelompok ekstremis Islam yang beroperasi di Mesir—di masa lalu.[18] Qatar telah mengizinkan Taliban Afghanistan untuk mendirikan sebuah kantor politik di dalam negerinya.[19] Qatar juga merupakan sekutu Amerika Serikat, menjadi lokasi pangkalan militer Amerika Serikat terbesar di Timur Tengah.[20]

Qatar merupakan salah satu negara terkaya berdasarkan per kapita, dan telah memanfaatkan kemakmurannya untuk menciptakan pengaruh di luar Timur Tengah.[18]

Semua negara yang terlibat selain Mesir, Libya, dan Maladewa adalah bagian dari Dewan Kerja sama Teluk (GCC), sebuah perserikatan ekonomi dan politik regional. Selama bertahun-tahun, negara-negara di GCC, termasuk Qatar, Arab Saudi, dan UEA telah berkompetisi dalam mengerahkan pengaruh di seluruh dunia Arab.[21]

Negara-negara yang menarik hubungan diplomatik menuduh Qatar mendukung terorisme, mencampuri urusan dalam negeri mereka[22] dan mempertahankan hubungannya dengan Iran.[23][24] Sementara itu, Al-Jazeera yang berbasis di Qatar mengklaim pertikaian tersebut berasal dari sebuah peretasan terhadap Qatar News Agency Mei 2017.[25] Iran menyalahkannya pada Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump.[26][27]

Isu-isu pertikaian

Qatar mempertahankan hubungan yang relatif baik dengan Iran. Qatar dan Iran berbagi kepemilikan ladang gas kondesat Pars Selatan - Dome Utara,[28][29] sejauh ini merupakan ladang gas alam terbesar di dunia, dengan pengaruh geostrategis yang signifikan.[30] Pada bulan April 2017, setelah pembekuan 12 tahun, Qatar mencabut larangan sepihak untuk mengembangkan ladang gas dengan Iran,[31] yang akan membutuhkan kerja sama antara kedua negara.[32] Menurut Jim Krane, anggota riset energi di Institut Baker Universitas Rice, "Qatar dulu semacam negara bagian vasal Saudi, namun ia menggunakan otonomi bahwa kekayaan gasnya dihasilkan untuk mengukir sebuah peran kemerdekaan untuk dirinya sendiri...Di atas segalanya, gas mendorong Qatar untuk mempromosikan kebijakan regional dengan keterlibatan Iran Syiah untuk mengamankan sumber kekayaannya."[33] Menurut The Wall Street Journal, krisis tersebut telah berubah menjadi sebuah pertempuran proksi antara mitra dan musuh Iran.[34] Keluarga penguasa Qatar telah mencoba untuk menumbuhkan hubungan baik dengan negara dan organisasi yang saling bertentangan satu sama lain. "Untuk membangun pangkalan besar bagi militer AS di wilayahnya, sementara pada saat yang sama menggoda Iran; untuk melawan teror, namun mendanai Negara Islam dan Front al-Nusra di Suriah ... namun Qatar gagal untuk memahami bahwa kekuatan regional baru, kini lebih daripada sebelumnya, adalah Arab Saudi."[35]

Qatar menggunakan koneksinya untuk membantu menegosiasikan pertukaran sandera yang damai atau evakuasi yang aman untuk warga sipil dari daerah-daerah yang terkena dampak Perang Saudara Suriah.[18] Namun, Qatar juga mengirim pasukannya untuk memerangi milisi yang didukung Iran dalam Perang Saudara Yaman dan telah mendukung para pemberontak yang melawan Assad—sekutu Iran—dalam Perang Saudara Suriah.[18]

Menurut Al-Jazeera, Pembantaian Rabaa Agustus 2013 terhadap lebih dari 1.100 pendukung Ikhwanul Muslimin di Kairo, Mesir direncanakan pada tingkat tertinggi pemerintahan el-Sisi.[36]

Qatar telah mendukung Ikhwanul Muslimin di masa lalu.[37] Arab Saudi dan monarki Teluk lainnya memandang Ikhwanul Muslimin sebagai ancaman, karena secara ideologis menentang kekuasaan turun-temurun.[37] Saudi telah menuduh Qatar mengkhianati "jalur Salafi yang sebenarnya".[38] Arab Saudi dan monarki Teluk lainnya memandang Ikhwanul Muslimin sebagai ancaman terhadap aturan turun-temurun.[37] Pemerintah Mesir telah lama memandang Ikhwanul Muslimin sebagai "musuh nomor satu".[39] Pada 2011, semasa Kebangkitan dunia Arab, Qatar mendukung para pemrotes yang melakukan agitasi untuk perubahan, termasuk Ikhwanul Muslimin.[40] Sebaliknya, Arab Saudi mendukung Hosni Mubarak dan saat ini mendukung Abdel Fattah el-Sisi sejak kudeta Mesir 2013.[41]

Qatar telah dituduh mensponsori terorisme. Beberapa negara telah menyalahkan Qatar karena mendanai kelompok pemberontak di Suriah, termasuk afiliasi al-Qaeda di Suriah, Front al-Nusra,[42] meskipun Saudi juga melakukan hal yang sama.[18][43] Qatar menjadi lokasi pangkalan Amerika terbesar di Timur Tengah, Pangkalan Udara Al Udeid, yang telah digunakan oleh Amerika Serikat dalam kampanye militernya di Irak, Suriah, dan Afghanistan.[20]

Qatar telah menerima pejabat dari Taliban Afghanistan[44] dan Hamas. Qatar membela langkah ini dengan mengatakan bahwa pihaknya mencoba bertindak sebagai perantara dalam konflik regional.[45] Misalnya, Qatar menyelenggarakan perundingan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan pada tahun 2016.[46]

Pada 27 Mei 2017, Presiden Iran yang baru terpilih Hassan Rouhani mengadakan pembicaraan telepon dengan Emir Qatar, Tamim bin Hamad Al Thani.[47] Rouhani mengatakan kepada Emir Qatar, "Negara-negara di kawasan ini membutuhkan lebih banyak kerja sama dan konsultasi untuk menyelesaikan krisis di kawasan ini dan kami siap untuk bekerja sama dalam bidang ini."[48]

Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat dan mantan Kepala CIA Robert Gates menyatakan pada bulan Mei 2017 bahwa dia tidak "mengetahui ihwal di mana Qatar secara agresif mengikuti jaringan (keuangan teror) Hamas, Taliban, Al-Qaeda,"[49] dan bahwa "Sikap saya terhadap Al-Udeid dan fasilitas lainnya adalah bahwa militer Amerika Serikat tidak memiliki fasilitas yang tidak tergantikan."[50][51] Qatar menjadi lokasi pangkalan Amerika terbesar di Timur Tengah, Pangkalan Udara Al Udeid, yang telah digunakan oleh Amerika Serikat dalam kampanye militernya di Irak, Suriah dan Afghanistan.[20][52]

Insiden diplomatik sebelumnya

Abdel Fattah el-Sisi (kiri), Presiden Mesir saat ini yang memimpin Kudeta Mesir 2013 terhadap Presiden Islam Mohamed Morsi (kanan), yang didukung oleh Qatar

Pada tahun 2002, Arab Saudi menarik duta besar mereka dari Qatar atas dugaan sikap kritis Al Jazeera terhadap Arab Saudi. Hubungan diplomatik dipulihkan pada 2008, setelah jaminan bahwa Al Jazeera akan membatasi jangkauannya di Arab Saudi.[53]

Pada tahun 2014, Bahrain, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab menarik duta besar mereka untuk Qatar dengan alasan campur tangan dengan urusan dalam negeri mereka, namun situasinya akhirnya mereda, setelah Qatar memaksa para anggota Ikhwanul untuk meninggalkan negaranya delapan bulan kemudian.[18][37]

Pada Februari 2015, hubungan Mesir dengan Qatar memburuk setelah Angkatan Udara Mesir melakukan serangan udara terhadap posisi NIIS yang dicurigai di negara tetangga Libya setelah pemenggalan terhadap 21 orang Kristen Koptik Mesir.[54][55] Serangan udara ini dikutuk oleh Al Jazeera, yang menyiarkan gambar korban sipil.[55] Selain itu, kementerian luar negeri Qatar menyatakan keberatan atas serangan udara. Hal ini mendorong Tariq Adel, delegasi Liga Arab dari Mesir, menuduh Qatar mendukung terorisme. Warga Mesir juga meluncurkan kampanye daring yang mengecam pemerintah Qatar.[56] Dewan Kerja Sama Teluk menolak tuduhan Mesir dan sekretaris jendralnya menganggap pernyataan tersebut salah.[57] Tak lama setelah itu, Qatar menarik duta besarnya untuk Mesir untuk "konsultasi".[56]

Peristiwa-peristiwa pemicu krisis

Presiden AS Donald Trump, Raja Salman dari Arab Saudi, dan Presiden Mesir Abd El-Fattah El-Sisi pada KTT Riyadh 2017. Pertemuan tersebut disebut sebagai salah satu katalis krisis.[18]
Bendera Tahrir al-Sham, sebuah kelompok militan Sunni. Qatar dituduh membayar kelompok tersebut $140 juta dalam sebuah kesepakatan yang menghasilkan pembebasan sandera[58] dan mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi desa-desa Syiah dan Sunni di Suriah.[59]

Alasan pasti pemutusan hubungan diplomatik tidak jelas, namun liputan berita kontemporer terutama mengaitkan hal ini dengan beberapa peristiwa pada bulan April dan Mei 2017.

Negosiasi April 2017

Pada bulan April 2017, Qatar terlibat dalam sebuah kesepakatan dengan militan Sunni dan Syiah di Irak dan Suriah. Kesepakatan itu memiliki dua tujuan. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin kembalinya 26 sandera Qatar (termasuk para anggota kerajaan Qatar) yang telah diculik oleh militan Syiah dan ditahan selama lebih dari 16 bulan.[59] Tujuan kedua adalah agar militan Sunni dan Syiah di Suriah mengizinkan bantuan kemanusiaan lewat dan evakuasi warga sipil yang aman.[59] Menurut New York Times, kesepakatan ini memungkinkan evakuasi setidaknya 2.000 warga sipil dari desa Madaya, Suriah saja.[59] Yang membuat Arab Saudi dan UEA marah adalah jumlah uang yang harus dibayar Qatar untuk memperoleh kesepakatan tersebut. Menurut Financial Times, Qatar membayar $700 juta untuk militan Syiah yang didukung oleh Iran di Irak, $120–140 juta kepada Tahrir al-Sham, dan $80 juta kepada Ahrar al-Sham.[58]

Konferensi Tingkat Tinggi Riyadh 2017

Sebagai bagian dari KTT Riyadh akhir Mei 2017, banyak pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump mengunjungi kawasan ini. Trumpmemberikan dukungan kuat bagi upaya Arab Saudi dalam memerangi negara dan kelompok yang bersekutu dengan Irandan Ikhwanil Muslimin, menuju pada suatu kesepakatan senjata antara negara-negara tersebut. Dukungan Trump mungkin telah menguatkan negara-negara Sunni lainnya mengikuti Arab Saudi untuk mengambil sikap melawan Qatar.[18]

Peretasan situs web Qatar

Situs web Qatar News Agency dan platform media pemerintah lainnya diduga diretas pada Mei 2017. Menurut Al Jazeera yang berpusat di Qatar, peretas menulis komentar palsu di Qatar News Agency resmi yang dikaitkan dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, yang menyatakan dukungannya untuk Iran, Hamas, Hizbullah, dan Israel.[60] Emir tersebut mengatakan, "Iran mewakili kekuatan regional dan Islam yang tidak dapat diabaikan dan tidak bijaksana untuk melawannya. Ia merupakan kekuatan besar dalam stabilisasi kawasan ini."[47][61] Qatar melaporkan bahwa pernyataan tersebut bohong dan tidak mengetahui asal usulnya.[18] Meskipun demikian, komentar tersebut dipublikasikan secara luas di berbagai media berita Arab, termasuk Sky News Arabia yang berpusat di UEA dan Al Arabiya.[60] Pada 3 Juni 2017, akun Twitter menteri luar negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa diretas.[62]

Awalnya dugaan intelijen yang dikumpulkan oleh badan keamanan AS mengindikasikan bahwa peretas Rusia berada di belakang intrusi yang pertama kali dilaporkan oleh Qatar.[63][64] Namun, seorang pejabat AS memberi tahu peenyelidikan kepada New York Times bahwa "tidak jelas apakah para peretas disponsori negara"[65] dan editor diplomatik The Guardian Patrick Wintour melaporkan bahwa "Dipercaya bahwa pemerintah Rusia tidak terlibat dalam peretasan; alih-alih, peretas lepas dibayar untuk melakukan pekerjaan atas nama beberapa negara atau individu lain."[64] Seorang diplomat AS mengatakan bahwa Rusia dan sekutunya Iran berada dalam posisi untuk mendapatkan keuntungan dari menabur perselisihan di antara para sekutu AS di kawasan tersebut, "terutama jika mereka membuatnya lebih sulit bagi Amerika Serikat untuk menggunakan Qatar sebagai pangkalan utama."[65] FBI mengirim sebuah tim investigasi ke Doha untuk membantu pemerintah Qatar menyelidiki insiden peretasan tersebut.[66] Kemudian New York Times melaporkan bahwa insiden peretasan mungkin merupakan bagian dari perang dunia maya yang telah berjalan lama antara Qatar dan negara-negara Teluk lainnya yang baru saja terungkap ke publik selama insiden baru-baru ini dan mereka mencatat bagaimana media Saudi dan UEA memperoleh pernyataan yang dibuat oleh media teretas dalam waktu kurang dari 20 menit dan mulai mewawancarai banyak komentator yang sudah dipersiapkan dengan baik untuk melawan Qatar.[67]

Al Jazeera

Pada bulan Mei 2017, akun surel duta besar UEA untuk AS, Yousef Al-Otaiba, diretas. Surel-surel tersebut dianggap "memalukan",[68] karena diduga menunjukkan hubungan antara UEA dan kelompok pro-Israel, Yayasan untuk Pembelaan Demokrasi.[68] Cerita tersebut diliput oleh Al Jazeera dan HuffPost Arabi, yang keduanya didanai oleh Qatar. Negara-negara Arab melihat liputan media mengenai peretasan surel tersebut sebagai provokasi oleh Qatar,[69] dan memperdalam keretakan di antara kedua pihak.[70] Pada 9 Juni, jaringan media Al-Jazeera menjadi korban serangan siber di semua platformnya.[71]

Pemutusan hubungan diplomatik

Antara tanggal 5 dan 6 Juni 2017, Arab Saudi, UEA, Yaman, Mesir, Maladewa, dan Bahrain secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.[22][23][72][73][74]

Semua negara yang terlibat memerintahkan warganya keluar dari Qatar.[24] Tiga negara Teluk (Arab Saudi, UEA, Bahrain) memberi waktu dua minggu bagi pengunjung dan warga Qatar untuk meninggalkan negara mereka.[75] Kementerian Luar Negeri Bahrain dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa semua diplomat Qatar di Bahrain harus meninggalkan negara tersebut dalam waktu 48 jam.[76] Qatar dikeluarkan dari intervensi pimpinan Arab Saudi di Yaman.[75] Kuwait dan Qatar tetap netral.[77]

Arab Saudi dan UEA memberitahu pelabuhan dan agen perkapalan untuk tidak menerima kapal Qatar milik perusahaan atau perorangan Qatar.[78] Arab Saudi menutup perbatasan dengan Qatar.[78] Iran mengirim kargo makanan ke Qatar.[78] Arab Saudi membatasi wilayah udaranya bagi Qatar Airways. Sebagai gantinya, Qatar telah mengalihkan penerbangan ke Afrika dan Eropa melalui Iran.[79] Bank sentral Arab Saudi mendesak perbankan untuk tidak bertransaksi dengan bank Qatar dan riyal Qatar.[80] Bahkan mengenakan kaus FC Barcelona bisa mengakibatkan pemakainya dikenakan denda atau dipenjara di Arab Saudi, karena klub tersebut disponsori oleh Qatar Airways.[81]

Hamad Saif al-Shamsi, Jaksa Agung Uni Emirat Arab mengumumkan pada 7 Juni bahwa penulisan ungkapan simpati terhadap Qatar melalui media sosial, atau setiap jenis tulisan, bentuk visual atau verbal adalah dianggap ilegal di bawah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Federal UEA dan undang-undang Federal tentang Pemberantasan Kejahatan Teknologi Informasi. Pelaku tindak pidana ini menghadapi hukuman penjara antara 3 sampai 15 tahun, denda sampai 500.000 dirham emirat ($136.000) atau keduanya.[82][83] Bahrain juga mengeluarkan pernyataan serupa dengan hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda.[84]

Mediator Kuwait di Riyadh diajukan daftar tuntutan Saudi ke Qatar. Tuntutan tersebut termasuk memutuskan semua hubungan dengan Iran dan mengusir anggota residen Hamas dan Ikhwanul Muslimin, mengekang kebebasan al-Jazeera, menghentikan "campur tangan" urusan luar negeri dan menghentikan pendanaan atau dukungan untuk organisasi-organisasi teroris.[85]

Sampai dengan 10 Juni 2017, sembilan pemerintahan yang berdaulat dan satu pemerintah de facto telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.[86][87]

Pemerintahan Libya yang berpusat di Tobruk mengklaim telah memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar meskipun tidak memiliki perwakilan diplomatik di negara itu.[89][90][91] Pemerintahan sementara Libya berpusat di Libya timur dan merupakan salah satu dari tiga pemerintahan saingan.[a]

Pemerintahan deklarasi sendiri Republik Somaliland mengumumkan pada 10 Juni 2017 telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dalam solidaritasnya dengan Arab Saudi, UEA, dan Mesir.[94][95]

Sampai dengan 12 Juni 2017, enam negara telah menurunkan tingkat hubungan diplomatik dengan Qatar tanpa pemutusan hubungan sepenuhnya.

Beberapa negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa[101] menyerukan resolusi krisis diplomatik melalui dialog:

Respons Qatar

Kementerian Luar Negeri Qatar mengecam keputusan negara-negara Teluk untuk memutuskan hubungan dengan negara tersebut dengan alasan tindakan tersebut menrongrong kedaulatan Qatar dan dalam sebuah pernyataan mengatakan,

"Langkah-langkah tersebut tidak dapat dibenarkan dan didasarkan pada klaim palsu dan tidak berdasar. Tujuannya jelas, dan ini adalah untuk memberlakukan perwalian pada negara tersebut. Hal ini dengan sendirinya merupakan pelanggaran terhadap kedaulatannya (Qatar) sebagai sebuah negara. Kampanye hasutan ini didasarkan pada kebohongan yang telah mencapai tingkat rekayasa yang lengkap."[75]

Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, mengatakan bahwa pernyataan Saudi terhadap saling bertentangan: di satu sisi, Arab Saudi mengklaim Qatar mendukung Iran, sebaliknya, Saudi mengklaim Qatar mendanai ekstremis Sunni bertempur melawan Iran.[114]

Pada Juni 2017, pemerintah Qatar menyewa pengacara dan politisi Amerika Serikat John Ashcroft untuk berjuang di pihaknya dalam arena internasional untuk layanan yang mencakup lobi dan menantang tuduhan menyusul blokade regional oleh tetangganya dan dikucilkan karena mendukung teror dalam beberapa hari terakhir oleh Presiden AS Donald Trump..[115][116][117][118]

Reaksi global

  •  Amerika SerikatMenlu AS, Rex Tillerson, mendesak semua pihak untuk, "Duduklah bersama dan bahas perbedaan ini." Tillerson melanjutkan dengan mengatakan, "Saya tidak berharap hal ini akan memiliki dampak signifikan, jika ada dampaknya sama sekali, pada persatuan - perjuangan melawan terorisme di wilayah ini atau secara global."[119][120]
  •  Pakistan – Pakistan mengatakan tidak berencana untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, meskipun Pakistan adalah sekutu Arab Saudi.[121] dan Arab Saudi mengharapkan Pakistan menunjukkan solidaritasnya.[122]
  •  IranMenlu Javad Zarif menulis di Twitter, "Jiran bersifat permanen; Geografi tidak bisa diubah. Pemaksaan tidak pernah menjadi solusi. Dialog sangat penting, terutama pada saat Ramadan penuh berkah." Hamid Aboutalebi, deputi kepala staf Presiden Iran Hassan Rouhani, men-tweet, "Apa yang terjadi adalah hasil awal dari tarian pedang."
  •  Turki – Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan kepada wartawan, "Negara tentu saja memiliki beberapa masalah, namun dialog harus berlanjut dalam segala situasi agar masalah dapat diselesaikan dengan damai. Kami sedih dengan gambaran saat ini dan akan memberikan dukungan untuk normalisasinya." Cavusoglu mendesak semua pihak untuk menyelesaikan perbedaan mereka dan menawarkan untuk membantu menormalisasi hubungan.[123] Pada 7 Juni, parlemen Turki mengesahkan, dengan 240 suara mendukung dan 98 menentang, suatu undang-undang legislatif yang pertama kali disusun pada bulan Mei yang memperkenankan tentara Turki untuk ditempatkan ke sebuah pangkalan militer Turki di Qatar.[124][125] Pada 13 Juni 2017 dalam sebuah pidato, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menyebut pengucilan terhadap Qatar sebagai "tidak berperikemanusiaan dan melawan norma-norma Islam" dan bahwa "menzalimi Qatar melalui kampanye kotor tidak ada gunanya".[126]
  •  Rusia – Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Rusia mendukung Teluk Persia yang damai dan stabil namun tidak dapat mencampuri urusan dalam negeri mereka. "Rusia berharap bahwa situasi ini sama sekali tidak akan mempengaruhi semangat dan tekad umum dalam memerangi terorisme," katanya.[127]
  •  India – Dengan hampir 7 juta warga India yang tinggal di sekitar Teluk, India memiliki komunitas ekspatriat terbesar di Qatar, Arab Saudi, dan UEA. Menlu Sushma Swaraj mengatakan kepada wartawan, "Tidak ada masalah yang muncul dari peristiwa ini bagi kita. Ini adalah masalah internal GCC (Dewan Koordinasi Teluk). Satu-satunya kekhawatiran kami adalah tentang warga India di sana. Kami mencoba untuk mencari tahu apakah ada warga India yang terjebak di sana."[128][129]
  •  IsraelMenteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan bahwa keretakan diplomatik antara Qatar dan negara-negara Arab lainnya membuka peluang kerja sama dalam perang melawan terorisme. "Negara-negara Arab yang memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Qatar tidak melakukannya karena isu Israel atau Palestina, namun karena ketakutan mereka akan terorisme Islam radikal".[130]
  •  Mauritius – Berita bahwa Mauritius telah memutuskan hubungan dengan Qatar dibantah oleh pemerintah Mauritius.[131][132] Sebuah laporan oleh Saudi Gazette salah menyatakan bahwa Mauritius telah memutuskan hubungan dengan Qatar dan bahwa Wakil Perdana Menteri Mauritius telah mengeluarkan sebuah komunike yang menjanjikan dukungan negaranya untuk Arab Saudi. Hal ini mendorong berita keliru lagi oleh saluran lainnya. Namun, Wakil PM Showkutally Soodhun dalam sebuah wawancara dengan Le Défi Media Group dari Mauritius menyangkal klaim bahwa dia telah mengeluarkan komunike tersebut, dan Menteri Luar Negeri Mauritius mengeluarkan pernyataan bahwa Mauritius tetap mempertahankan hubungan diplomatik dengan Qatar.[131][132]
  •  Jerman – Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menyatakan dukungannya kepada Qatar dan mengkritik pemutusan hubungan.[14] Dia menuduh Presiden AS Donald Trump mengompori konflik di Timur Tengah.[133]
  •  Filipina – Filipina menangguhkan penempatan pekerja migran ke Qatar pada 6 Juni.[134] Namun, pada 7 Juni, mereka mengizinkan penempatan pekerja yang kembali dan mereka yang memiliki Sertifikat Pekerjaan Luar Negeri, namun masih menangguhkan penempatan pekerja baru.[135]
  •  Gabon – Menteri Luar Negeri Gabon juga membuat pernyataan mengutuk Qatar karena "gagal menghormati komitmen dan perjanjian internasional mengenai kontra terorisme".[136]
  •  Mesir – Pada 8 Juni, deputi Duta Besar PBB Mesir, Ihab Moustafa menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk melancarkan investigasi atas tuduhan bahwa Qatar "membayar hingga $1 miliar kepada sebuah kelompok teroris yang aktif di Irak" untuk membebaskan 26 sandera Qatar, termasuk anggota keluarga kerajaannya, yang akan melanggar resolusi PBB. Warga Qatar diculik 16 Desember 2015 dari sebuah kamp gurun untuk pemburu elang di Irak selatan. Para sandera dibebaskan delapan belas bulan kemudian pada April 2017. Para diplomat Qatar menanggapi seruan Mesir untuk investigasi dengan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap resolusi PBB untuk menghapus pendanaan terorisme.[137][138]
  •  Eritrea – Eritrea menolak permintaan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab untuk memutuskan hubungan dengan Qatar, dengan alasan "ikatan kuat dengan rakyat saudara Qatar."[139] On 12 June, however, they issuing a statement calling the isolation of Qatar “one initiative among many in the right direction that envisages full realization of regional security and stability” while not breaking off relations themselves.[98]
  •  Britania Raya – Menteri Luar Negeri Britania Raya, Boris Johnson, menyatakan bahwa Qatar perlu berbuat lebih banyak untuk menghentikan pendanaan kelompok ekstremis namun juga mendesak negara-negara Teluk untuk meredakan blokade tersebut.[140]

Reaksi organisasi nonpemerintah

Amnesty International mengutuk blokade tersebut dan menuduh Arab Saudi, Bahrain, dan UEA mempermainkan kehidupan manusia. James Lynch, Wakil Direktur Program Isu Global Amnesty International, mengklaim bahwa "Langkah-langkah drastis ini sudah memiliki efek brutal, memisahkan anak-anak dari orang tua dan suami dari istri. Orang-orang dari seluruh kawasan—tidak hanya dari Qatar, namun juga dari negara-negara yang menerapkan langkah-langkah ini—berisiko kehilangan pekerjaan dan mengganggu pendidikan mereka. Semua negara yang terlibat dalam pertikaian ini harus memastikan tindakan mereka tidak mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.” Amnesty International menerima laporan dari korban yang tidak dapat mengunjungi anggota keluarga mereka, para siswa tertahan dan pekerja tidak dapat kembali ke pekerjaan mereka di negara-negara yang menentang.[141]

Dewan Pengungsi Norwegia menyatakan kekhawatirannya bahwa krisis tersebut akan mempengaruhi rekonstruksi di Palestina karena Qatar merupakan sumber utama bantuan kemanusiaan dan infrastruktur untuk Palestina.[142][143]

Dampak

Perjalanan udara

Pusat Operasi Udara gabungan di Qatar memberikan komando dan kendali kekuatan udara di seluruh Irak, Suriah, Afghanistan, dan 17 negara lainnya.

Maskapai penerbangan besar yang berpusat di negara-negara ini, termasuk Emirates, menghentikan layanan penerbangan ke Qatar.[144][145] Gulf Air,[146] EgyptAir,[147] FlyDubai, Air Arabia, Saudi Arabian Airlines, Etihad Airways, dan Royal Air Maroc[148] menangguhkan penerbangan mereka ke dan dari Qatar.[149] Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab juga melarang penerbangan transit oleh pesawat udara yang terdaftar di Qatar. Bahrain sama sekali membatasi akses penerbangan transit untuk pesawat udara Qatar mana pun.[150] Sebagai gantinya, Qatar telah mengalihkan penerbangannya ke Afrika dan Eropa melalui Iran.[79]

Qatar Airways dalam responsnya juga menangguhkan operasi penerbangan mereka ke Arab Saudi, UEA, Mesir, dan Bahrain.[149][151]

Pakistan International Airlines mengirim penerbangan khusus untuk membawa kembali 200 jamaah haji Pakistan yang terjebak di bandara Doha.[152] Lebih dari 550 jemaah haji Pakistan di Bandara Doha diterbangkan ke Muskat.[153]

Pelayaran

Uni Emirat Arab melarang kapal berbendera Qatar menyinggahi Fujairah. Ia juga melarang kapal-kapal Qatar dari pelabuhan dan kapal-kapal di pelabuhan berlayar langsung ke Qatar.[154] Pembatasan serupa diberlakukan di Jebel Ali. Bahrain, Mesir, dan Arab Saudi juga melarang kapal-kapal berbendera Qatar dari pelabuhan mereka.[155]

Hal ini mengakibatkan raksasa pelayaran Maersk tidak dapat masuk atau keluar dari Qatar sepenuhnya. Karena pelabuhan dangkal Qatar, kapal kargo besar diminta untuk berlabuh di Jebel Ali atau pelabuhan terdekat lainnya di mana layanan pengumpan mengangkut barang ke Qatar.[156] Sebagai tanggapan, kapal menuju Qatar dialihkan ke Salalah dan Sohar di Oman.[157]

Pada 12 Juni 2017, perusahaan pelayaran Tiongkok COSCO mengumumkan penghentian layanan ke dan dari Qatar. Evergreen Marine Taiwan dan Orient Overseas Container Line Hong Kong telah menangguhkan layanan.[158]

Pangan

Hampir 80 persen kebutuhan pangan Qatar berasal dari negara-negara tetangga Teluk Arab, dengan hanya 1 persen diproduksi di dalam negeri dan bahkan impor dari luar negara-negara Teluk biasanya melintasi perbatasan darat dengan Arab Saudi yang kini ditutup.[159] Segera setelah pemutusan hubungan, laporan lokal menunjukkan penduduk menyerbu toko kelontong dengan harapan menimbun makanan. Banyak truk pengangkut bahan pangan masih tidak bergerak di sepanjang perbatasan Saudi-Qatar. Pada 8 Juni 2017, Menteri Luar Negeri Qatari Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani berkata, "Kami tidak khawatir dengan kekurangan pangan, kami baik-baik saja, kita bisa hidup selamanya seperti ini, kita sudah mempersiapkan dengan baik." Qatar telah melakukan pembicaraan dengan Turki dan Iran untuk mengamankan pasokan air dan makanan. Pada 11 Juni 2017 Iran mengirim empat pesawat kargo dengan buah dan sayuran dan berjanji untuk melanjutkan pasokannya.[160] Turki telah menjanjikan pasokan makanan dan air untuk berangkat bersamaan dengan penempatan pasukan mereka di pangkalan militer Turki mereka di Qatar.[161]

Pelarangan media

Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA memblokir akses ke kantor berita Qatar, termasuk salah satu saluran berita Arab yang paling populer, Al Jazeera berpusat di Qatar.[162] Arab Saudi menutup kantor Al Jazeera Media Network setempat.[78] BBC berspekulasi bahwa perubahan Al-Jazeera akan menjadi bagian penting dari setiap resolusi damai.[163]

Keuangan

Dana Moneter Internasional mengatakan terlalu dini untuk menilai dampak ekonomi dari krisis diplomatik.[164] Standard & Poor's menurunkan peringkat utang Qatar satu tingkat dari AA menjadi AA- karena riyal Qatar jatuh ke level terendah dalam 11 tahun.[165] Pasar saham Qatar turun 7,3% ke tingkat terendah dalam lebih dari satu tahun dan telah anjlok 9,7% dalam 3 hari terakhir.[166][167]

Energi

Qatar adalah pemimpin global dalam produksi gas alam cair. Meskipun terjadi pemutusan hubungan, gas alam Qatar terus mengalir ke UEA dan Oman melalui Abu Dhabi yang berpusat di jalur pipa Dolphin Energy. Jalur pipa tersebut memenuhi sekitar 30-40 persen kebutuhan energi UEA.[168][169] Kendala pengiriman dari krisis juga telah mengalihkan beberapa pengiriman minyak dan gas ke dan dari Teluk, yang telah menyebabkan gejolak di banyak pasar energi lokal. Pada 8 Juni 2017, Britania Raya, dengan hampir sepertiga dari seluruh gas impor berasal dari Qatar, bursa berjangka gas melonjak hampir 4 persen.[170][171]

Tuntutan terhadap Qatar dan respons

Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Bahrain mengeluarkan daftar berisi 13 tuntutan kepada Qatar melalui Kuwait, yang bertindak sebagai mediator, bahwa Qatar harus setuju sepenuhnya dalam waktu 10 hari, yang berakhir pada tanggal 2 Juli 2017. Menurut laporan pada 23 Juni 2017, tuntutan tersebut meliputi:[172][173][174]

  • Menutup Al-Jazeera dan stasiun afiliasinya dan
  • Menutup saluran berita lainnya yang didanai Qatar, secara langsung atau tidak langsung, termasuk Arabi21, Rassd, Al-Araby Al-Jadeed, dan Middle East Eye.
  • Menutup pangkalan militer Turki di Qatar, dan mengakhiri kehadiran militer Turki dan semua kerja sama militer gabungan dengan Turki di Qatar.
  • Menurunkan tingkat hubungan diplomatik dengan Iran. Hanya perdagangan dan perniagaan dengan Iran yang sesuai dengan sanksi AS dan internasional yang diizinkan.[175]
  • Mengusir setiap anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan memutuskan hubungan kerja sama militer dan intelijen dengan Iran.[176]
  • "Qatar harus mengumumkan bahwa pihaknya memutuskan hubungan dengan teroris, organisasi ideologis dan sektarian termasuk Ikhwanul Muslimin, Negara Islam Irak dan Syam (NIIS), Al-Qaeda, Hezbollah, dan Jabhat Fateh al Sham, bekas cabang al Qaeda di Suriah" menurut salah seorang pejabat Arab
  • Menyerahkan semua yang ditetapkan sebagai teroris di Qatar, dan menghentikan semua sarana pendanaan untuk individu, kelompok atau organisasi yang telah ditetapkan sebagai teroris
  • Mengakhiri campur tangan dalam urusan dalam negeri dan luar negeri empat negara dan berhubungan dengan oposisi politik mereka
  • Menghentikan pemberian kewarganegaraan kepada warga negara buronan dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain.
  • Mencabut kewarganegaraan Qatar bagi warga negara yang ada di mana kewarganegaraan tersebut melanggar undang-undang negara-negara tersebut.[175]
  • Pembayaran ganti rugi untuk perbuatan salah selama bertahun-tahun
  • Pemantauan selama 10 tahun[172]
  • Bergabung dengan negara-negara Teluk dan Arab lainnya secara militer, politik, sosial dan ekonomi, serta mengenai masalah ekonomi, sesuai dengan kesepakatan yang dicapai dengan Arab Saudi pada tahun 2014.[175]

Catatan

Referensi