Pertempuran Marawi

Konflik bersenjata di Marawi, Lanao del Sur dimulai tanggal 23 Mei 2017

Pertempuran Marawi (Filipina: Labanan sa Marawi), juga dikenal sebagai Pengepungan Marawi (Filipina: Pagkubkob sa Marawi)[22] dan Krisis Marawi (Filipina: Krisis sa Marawi),[23] adalah konflik bersenjata selama lima bulan di Marawi, Lanao del Sur, yang bermula pada 23 Mei 2017, antara pasukan keamanan Pemerintah Filipina dan para militan yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam (NIIS), termasuk kelompok Maute dan jihad Salafi Abu Sayyaf.[24] Pertempuran tersebut juga menjadi pertempuran kota terlama dalam sejarah modern Filipina.[25]

Pertempuran Marawi
Bagian dari Konflik Moro, Perang melawan terorisme

Sebuah bangunan di Marawi terbakar oleh serangan udara yang dilakukan oleh Angkatan Udara Filipina
Tanggal23 Mei 2017 (2017-05-23) – 23 Oktober 2017
(6 tahun, 10 bulan, 3 minggu dan 1 hari)
LokasiKota Marawi, Lanao del Sur, Filipina
Status
  • Darurat militer dideklarasikan di seluruh Mindanao selama 60 hari
  • Pasukan pemerintah menguasai 90% Kota Marawi per 31 Mei[5][6]
  • Militer menyatakan telah menguasai 90% Marawi per 16 Juni 2017[7][8]
Pihak terlibat

 Filipina


Didukung oleh:
Pendukung bukan negara:

Pendukung negara asing:

Negara Islam Irak dan Syam
Tokoh dan pemimpin
Filipina Rodrigo Duterte
(Presiden Filipina)
Filipina Delfin Lorenzana
Filipina Eduardo Año
Filipina Ronald dela Rosa
Isnilon Hapilon
(Komandan Abu Sayyaf)
Omar dan Abdullah Maute
(Komandan kelompok Maute;dilaporkan tewas[9])
Pasukan

Angkatan Bersenjata Filipina (AFP)

Kepolisian Nasional Filipina (PNP)

  • Pasukan Aksi Khusus

Amerika Serikat Pasukan operasi khusus AS (bantuan teknis)[10]
Kelompok Maute
Abu Sayyaf
Pejuang Kemerdekaan Islam Bangsamoro (BIFF)
Khalifah Ansar Filipina[11]
Kekuatan
3.000+ tentara [12]

500 militan (perkiraan)[13]

  • Kelompok Maute: 250–300[11]
  • Abu Sayyaf: 50–100[11]
  • BIFF: 40[11]
  • Khalifah Ansar Filipina: 40[11]
Korban
84 tewas,[14] 500 terluka,[15] 60 hilang[16]336 tewas,[14] 9 tertawan[17]
125 warga sipil tewas (59 karena penyakit),[18][19]
180.000 dievakuasi,[20] 84.760 mengungsi[21]
Pertempuran Marawi di Filipina
Pertempuran Marawi
Letak Kota Marawi di Filipina

Pemerintah Filipina mengklaim bahwa bentrokan mulai ketika mereka melancarkan serangan terhadap kota untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf, setelah menerima laporan bahwa Hapilon berada di kota tersebut, kemungkinan untuk bertemu dengan militan dari kelompok Maute.[26][27] Sebuah baku tembak mematikan meletus saat pasukan Hapilon melepaskan tembakan ke arah gabungan Angkatan Darat dan tim kepolisian dan meminta bala bantuan dari kelompok Maute, sebuah kelompok bersenjata yang telah berjanji setia kepada Negara Islam Irak dan Syam dan yang diyakini bertanggung jawab atas Pengeboman Kota Davao 2016, menurut juru bicara militer.[28]

Militan kelompok Maute menyerang Kamp Ranao dan menduduki beberapa bangunan di kota tersebut, termasuk Balai Kota Marawi, Universitas Negeri Mindanao, sebuah rumah sakit, dan penjara kota.[28] Mereka juga menduduki jalan utama dan membakar Gereja Santa Maria, Sekolah Ninoy Aquino, dan Perguruan Tinggi Dansalan, yang dikelola oleh Gereja Serikat Kristus di Filipina (UCCP).[26][29]Kelompok tersebut juga menyerang Katedral Marawi dengan menyandera seorang pastor dan beberapa jemaat gereja.[30]

Pada 26 Mei 2017, Angkatan Bersenjata Filipina mengkonfirmasi bahwa teroris asing bertempur bersama kelompok Maute di Marawi dan bahwa tujuan utama mereka adalah untuk mengibarkan bendera NIIS di Lanao del Sur Provincial Capitol (Kantor Pemerintahan Provinsi di Marawi) dan mendeklarasikan suatu wilayat atau wilayah provinsi NIIS di Lanao del Sur.[31][32]

Latar belakang

Latar belakang umum

Kelompok Maute telah mendirikan benteng di Lanao del Sur sejak Februari 2016 dan bertanggung jawab atas Pengeboman Kota Davao 2016 dan dua serangan di Butig, Lanao del Sur, sebuah kota yang terletak di selatan Marawi, pada tahun 2016.[33] Sejak pendirian kelompok militan tersebut pada tahun 2013, pemerintah Filipina telah meremehkan ancaman NIIS di Filipina.[34] Setelah Bentrokan Butig Februari 2016 dengan kelompok Maute, Presiden Benigno Aquino III saat itu mengatakan bahwa Negara Islam tidak ada di negara tersebut dan bahwa kelompok militan tersebut hanya terdiri dari tentara bayaran yang berusaha membuat kehadiran mereka dirasakan agar mereka dapat menarik perhatian dari pendukung NIIS di Timur Tengah.[35]

Kelompok Abu Sayyaf, yang bertanggung jawab atas pengeboman dan penculikan yang mematikan di masa lalu, juga dilaporkan telah berjanji setia kepada gerakan Negara Islam sejak tahun 2014.[36] Salah satu pemimpinnya, Isnilon Hapilon, tercatat sebagai salah satu teroris paling dicari di dunia oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dengan hadiah mencapai US$5 juta untuk penangkapannya.[24] Setelah penculikan dan kemudian pemenggalan kepala pengusaha Kanada John Ridsdel pada bulan April 2016, Aquino mengungkapkan bahwa telah ada ancaman terhadap hidupnya sendiri dari kelompok jihad, dan bahwa Abu Sayyaf juga merencanakan untuk menculik saudarinya Kris dan Manny Pacquiao untuk menarik perhatian organisasi teroris NIIS.[37][38] Aquino juga memastikan Hapilon berada di balik upaya untuk mengubah agama dan merekrut narapidana di Penjara Bilibid Baru untuk tujuan mereka dan memulai sebuah kampanye pengeboman di Metro Manila yang menurutnya merupakan "bagian dari upaya mereka untuk memperoleh dukungan dari NIIS."[39]

Pada bulan November 2016, Presiden Rodrigo Duterte mengonfirmasikan hubungan Maute dengan kelompok Negara Islam meskipun militer Filipina menegaskan bahwa NIIS belum memiliki hubungan di Filipina.[33] Di tengah pertempuran sengit di Butig pada 30 November 2016, Duterte, dalam sebuah orientasi komando di Lanao del Sur, meninggalkan sebuah peringatan kepada kelompok Maute: "Ayaw ko makipag-away sa inyo. Ayaw ko makipag-patayan, (Saya tidak ingin melawan Anda. Saya tidak ingin terlibat dalam saling membunuh) namun tolong, jangan memaksa saya mengambil tindakan. Saya tidak bisa selamanya bepergian ke sini setiap bulan para lang makipag-usap (hanya untuk berunding), at pagtalikod ko patayan nanaman (dan ketika saya berbalik, membunuh lagi). Saya tidak ingin menyebutkan apa pun, namun tolong jangan memaksa saya bertindak."[40][41]

Pada 2 Desember 2016, saat militer menguasai kembali Butig, pejuang Maute yang mundur dilaporkan meninggalkan sebuah nota yang mengancam memenggal kepala Duterte dan militer.[42] Pada 12 Desember 2016, dalam sebuah pidato menjelang "Jamuan Makan Malam Forum Bisnis Wallace", Duterte menantang kelompok Maute untuk menyerang Marawi, dengan menyatakan, "Karena mereka (kelompok Maute) mengancam akan turun gunung untuk membakar Marawi? Silakan, jadilah tamuku. Kami akan menunggumu di sana. Walang problema (Tidak jadi masalah)."[43][44]

Dari April-Mei 2017, Abu Sayyaf terlibat dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Filipina di Bohol yang mengakibatkan kematian setidaknya empat orang pasukan pemerintah.[45]

Pendahuluan sebelum pertempuran

Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) menyatakan bahwa pertempuran di Marawi adalah karena penyerbuan yang dilakukan oleh militer berkoordinasi dengan Kepolisian Nasional Filipina (PNP), bertentangan dengan laporan sebelumnya bahwa bentrokan tersebut diawali oleh kelompok militan. Menurut jenderal panglima Divisi ke-1 Angkatan Darat Filipina Rolando Bautista, mereka menerima laporan bahwa kelompok teroris lokal akan merebut Marawi dua sampai tiga minggu sebelum mulainya bentrokan tersebut.[46] Ketika tim gabungan militer dan kepolisian setempat melakukan zonasi di Marawi untuk memvalidasi informasi bahwa tokoh yang mencurigakan termasuk Omar dan Abdullah Maute sedang melakukan konsolidasi di wilayah tersebut, tim mereka justru mengenali Isnilon Hapilon.[46] Menurut militer Filipina, Hapilon ditunjuk sebagai emir pasukan NIIS di Filipina dan mengkonsolidasikan kelompoknya dengan Maute dan kelompok teroris lainnya.[46][47] Setelah warga Marawi melaporkan adanya kelompok bersenjata di wilayah mereka dan setelah AFP memverifikasi informasi tersebut, militer meluncurkan sebuah "operasi bedah" untuk menangkap Hapilon.[27][46]

Garis waktu krisis

Mei

23 Mei

Marawi, tempat terjadinya krisis

Baku tembak antara pasukan pemerintah dan militan mulai sekitar pukul 14.00 pada 23 Mei 2017. The Peace and Conflict Journalism Network (Jaringan Jurnalisme Damai dan Konflik) melaporkan bahwa bentrokan tersebut terjadi di daerah Basak Malutlut di kota tersebut karena pasukan Hapilon meminta bala bantuan dari kelompok Maute. Para pejuang Maute menduduki Rumah Sakit Amai Pakpak dan memerintahkan pegawai PhilHealth keluar dari fasilitas tersebut.[27] Para pejuang tersebut diduga mengganti bendera Filipina yang berkibar di rumah sakit dengan Standar Hitam yang digunakan oleh kelompok Negara Islam.[48] Seorang anggota staf rumah sakit kemudian membantah adanya kejadian tersebut.[49]

Brigade ke-103 dari Angkatan Darat Filipina yang ditempatkan di Kamp Ranao diserang oleh setidaknya 500 militan kelompok Maute.[48] Sejumlah militan kemudian terlihat melambai-lambaikan bendera hitam NIIS mereka saat mereka berkeliaran di jalan-jalan Marawi.[50]

Seluruh kota berada dalam kondisi terkunci karena beberapa bangunan dan rumah dibakar oleh anggota kelompok Maute.[24] Puluhan orang bersenjata menduduki Balai Kota Marawi saat 107 narapidana melarikan diri dari Penjara Kota Marawi dan Penjara Distrik Malabang 39 setelah serangan Maute.[24] Listrik dan saluran komunikasi juga dimatikan karena pertempuran yang terus berlanjut.[51] Jalan menuju Marawi diblokade oleh pasukan keamanan pemerintah dan militan Maute.[27]

Warga sipil dilaporkan telah diculik oleh kelompok Maute, termasuk seorang pastor dan beberapa umat paroki Katedral Bunda Maria Penolong Kristiani saat kelompok tersebut menuntut agar pemerintah menghentikan serangan terhadap mereka.[52]

Bentrokan tersebut memicu evakuasi massal kota dengan penduduk yang melarikan diri mencapai ribuan orang, menyebabkan kemacetan lalu lintas di jalan raya menuju Iligan dan Cagayan de Oro.[53] Sedikitnya sebelas warga sipil terbunuh dalam baku tembak yang sedang berlangsung, dua di antaranya diidentifikasi oleh Kantor Bencana Provinsi Lanao del Sur sebagai supir ambulans yang dihentikan oleh militan Maute saat menanggapi sebuah panggilan darurat.[54][55] Sembilan dari warga sipil tersebut berada di dalam sebuah truk saat mereka dihentikan oleh militan Maute di sebuah pos pemeriksaan dan ditembak mati dengan tangan mereka terikat.[56][57] Seorang petugas polisi juga dilaporkan dipenggal oleh para militan tersebut.[54]

24 Mei

Pada 24 Mei, pasukan pemerintah tambahan tiba di Bandara Laguindingan saat militer menguasai kembali Rumah Sakit Amai Pakpak.[55] Seratus dua puluh warga sipil yang digunakan sebagai perisai manusia oleh kelompok Maute berhasil diselamatkan dari rumah sakit.[24] Militer Filipina juga merebut kembali balai kota dan Universitas Negeri Mindanao.[58]

25 Mei

Pada 25 Mei, pertempuran baru terjadi di dekat Lanao del Sur Provincial Capitol di pusat kota Marawi.[58] Militan Maute dan Abu Sayyaf berpakaian hitam masih terlihat di jalan dan jembatan utama kota. Militan tersebut juga dilaporkan menguasai Koperasi Listrik Lanao del Sur di desa Gadungan.[58] AFP mengatakan masih ada tiga atau empat puluhan Maute, termasuk Isnilon Hapilon, masih berada di Marawi.[59] Angkatan Udara Filipina melancarkan serangan terhadap sisa-sisa kelompok di tiga desa terdekat.[59]

Laporan menemukan bahwa dua teroris Malaysia yang bersama Isnilon Hapilon di Marawi untuk mendorong pembentukan Negara Islam di Asia Tenggara, termasuk di antara militan yang tewas Kamis malam. Sumber-sumber intelijen juga mengatakan bahwa seorang warga Indonesia dan seorang Arab Saudi yang terkait dengan NIIS juga tewas dalam pertempuran di kota tersebut.[60] AFP menyatakan bahwa 26 dari sekitar 50 Maute di daerah tersebut tewas dan 30 tentara pemerintah terluka.[61]

26 Mei

Dalam sebuah konferensi pers di Kota Davao, Juru Bicara AFP Brigjen Restituto Padilla menyatakan bahwa beberapa teroris adalah orang asing yang telah lama berada di negara tersebut, memberikan dukungan kepada kelompok Maute di Marawi. Dia mencatat bahwa dari kedua belas orang yang tewas dalam sebuah tindakan baru-baru ini, enam orang dari luar negeri.[31][62]

Di tengah operasi yang terus berlanjut melawan kelompok teror, beberapa rumah, termasuk rumah kediaman anggota DPR Filipina Perwakilan Lanao del Sur, Jun Papandayan, terlihat terbakar saat warga juga melaporkan melihat warga sipil terbunuh setelah militer menjatuhkan bom di posisi-posisi Maute. Sumber-sumber mengatakan bahwa rumah-rumah tersebut dijadikan sasaran karena adanya penembak jitu Maute.[63]

Menurut kepala Komando Mindanao Barat Angkatan Bersenjata Filipina Letnan Jenderal Carlito Galvez Jr., rumah-rumah di daerah tersebut sengaja dibakar agar tidak dijadikan persembunyian oleh Maute. Serangan udara terbatas juga diterapkan pada posisi penembak jitu Maute. Galvez menyatakan bahwa tidak ada warga sipil yang dilaporkan tewas dalam serangan udara tersebut, dan merupakan harapannya bahwa mereka dapat menjaga agar korban militer tetap rendah juga.[64]

Pada 26 Mei 2017, Pastor Fr. Chito Suganob dan rekan-rekannya yang disandera oleh kelompok Maute pada hari pertama bentrokan, masih ditahan oleh kelompok tersebut menurut Uskup Marawi Edwin de la Peña.[65]

27 Mei

Pengungsi dari Marawi tinggal di Iligan.

Militer Filipina bersumpah tidak menghentikan serangan udara meskipun di awal Ramadan saat mereka terus memukul posisi musuh di Marawi.[66] Juru bicara Divisi Infanteri ke-1 Letkol Jo-Ar Herrera mengatakan bahwa militer Filipina telah mengidentifikasi di mana para militan berkonsolidasi dan bahwa mereka melakukan serangan udara bedah untuk menghancurkan kelompok teror tersebut. Truk yang penuh marinir tambahan juga terlihat melaju menuju Marawi.[66]

Pasukan militer dan Pasukan Aksi Khusus melanjutkan operasi pembersihan mereka dengan memeriksa setiap rumah dan bangunan di pusat kota.[67] Dalam pelaksanaan operasi pada hari Sabtu, tentara telah bertemu dengan pejuang anak berusia 10 tahun yang dipersenjatai dengan senapan M-16 yang digunakan oleh kelompok Maute.[67]

Sampai dengan 27 Mei, 90 persen populasi Marawi yang berpenduduk lebih dari 200.000 jiwa telah dievakuasi ke daerah yang netral, terutama di Iligan.[68]

28 Mei

Juru bicara militer regional Jo-Ar Herrera melaporkan 19 warga sipil, beberapa di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, telah tewas di Marawi sampai dengan 27 Mei. Agence France-Presse melaporkan bahwa delapan warga sipil telah ditemukan tewas di pinggir jalan di pinggiran Marawi pada hari Minggu sebelumnya (22 Mei).[69] Sebuah laporan Reuters mengidentifikasi korban sebagai tukang kayu lokal yang merupakan bagian dari konvoi evakuasi; militan menghentikan konvoi tersebut dan kemudian membantai orang-orang yang tidak dapat membaca ayat-ayat dari Quran.[70] Sebuah catatan yang ditandatangani ditemukan melekat pada salah satu dari mereka, penulis menyatakan bahwa para korban telah "mengkhianati iman mereka"[71] Pihak berwenang mengatakan bahwa 2.000 warga sipil terjebak di daerah yang dikuasai militan.[72]

Laporan menunjukkan bahwa 28 warga Malaysia telah bergabung dengan kelompok Maute. Mengutip sumber-sumber intelijen di Manila, sebuah surat kabar Malaysia melaporkan bahwa warga Malaysia tiba pada awal pekan lalu yang diduga untuk sebuah acara keagamaan dan mungkin juga mengangkat senjata, suatu kesimpulan yang mereka capai setelah 2 warga Malaysia tewas dalam baku tembak.[73] Bentrokan yang sedang berlangsung juga menimbulkan kekhawatiran di Jakarta bahwa kelompok ekstremis di Indonesia dapat ditarik untuk ikut bergabung dalam pertempuran di Marawi juga.[74]

Sekretaris Komunikasi Istana Malacañang, Martin Andanar meminta dukungan luar negeri dalam memerangi kelompok ekstremis di Filipina selatan. Dalam sebuah wawancara dengan China Central Television, Andanar mengatakan, "Kami memerlukan dukungan, baik itu dukungan ekonomi, dukungan ideologis untuk melawan NIIS. Sekarang, ini adalah isu internasional. Kami melakukan yang terbaik untuk mengekang NIIS dan menghentikan penyebarannya di negara ini."[75]

29 Mei

Korban tewas di Marawi telah mencapai angka 100, militer Filipina mengonfirmasikan pada Senin, termasuk 19 warga sipil dan 61 militan.[71][76] Militer juga telah merebut kembali sebagian besar Marawi yang sebelumnya diduduki oleh kelompok ekstremis. Juru bicara kepresidenan, Ernesto Abella, pada Senin, mengatakan bahwa hanya sebagian kecil wilayah di kota yang masih berada di bawah penguasaan militan.[77] Juga pada hari Senin, militer Filipina melaporkan bahwa Pejuang Kemerdekaan Islam Bangsamoro dari Maguindanao yang bertetangga telah bergabung dengan kelompok Maute dan Abu Sayyaf di Marawi dan bahwa pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Hapilon tetap bersembunyi di kota tersebut.[78]

Di tengah serangan udara yang berlanjut dan saat militan melawan pasukan pemerintah pada tanggal 29 Mei, empat belas sandera berhasil melarikan diri dari Maute penculik mereka. Orang-orang tersebut mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari kelompok 20 orang yang telah ditawan pada 27 Mei saat evakuasi kota tersebut. Para penculik mereka memaksa mereka untuk memfilmkan sebuah video memohon kepada Presiden Duterte untuk menyetujui tuntutan militan atau para sandera akan dibunuh. Salah satu sandera benar-benar dipenggal kepalanya, lapor mereka, dan satu orang tenggelam saat melarikan diri.[79]

Seorang juru bicara untuk Nur Misuari mengatakan Misuari memerintahkan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) untuk melawan Maute manapun di Lanao del Sur.[80] Misuari menawarkan satu kesatuan yang terdiri dari 500 sampai 700 pejuang MNLF untuk membantu memerangi para ekstremis.[80] Luis Jalandoni dari Front Nasional Demokrat menyatakan kelompoknya juga bersedia membantu.[80]

30 Mei

Dalam sebuah video yang dirilis pada 30 Mei, pastor yang diculik, Fr. Teresito Suganob memohon kepada pemerintah untuk menghentikan serangan mereka terhadap militan dan menarik semua pasukan mereka dari Marawi dan Lanao del Sur. Uskup Marawi Edwin dela Peña mengatakan bahwa Suganob menyampaikan tuntutan kelompok Maute dengan imbalan keselamatan Suganob dan orang-orang lain dijadikan sandera.[81]

Pusat kota Marawi tetap berada di bawah penguasaan militan Maute, sebuah laporan ABS-CBN News meengatakan, karena dua dari tiga jembatan yang menuju pusat kota Marawi, jembatan Mapandi dan Bayabao, masih memiliki penghalang jalan dan kendaraan musuh dengan bendera hitam berkibar di depannya.[82]

Marinir Filipina berhasil mendapatkan kembali delapan belas senjata api bertenaga tinggi, seragam polisi dan militer, dan bendera hitam dari operasi pembersihan dua hari di Marawi. Mereka juga melaporkan bahwa delapan teroris telah tewas pada hari Selasa.[82]

Dalam sebuah pernyataan bersama dari pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang dirilis pada hari Selasa, Murad Ebrahim mengatakan bahwa MILF menyambut baik undangan Presiden kepada pasukannya untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil yang masih terjebak di Marawi.[83]

31 Mei

BRP Tarlac di Iligan menurunkan unit militer yang dimaksudkan untuk menambah pasukan pemerintah yang bertempur di Marawi.

Juru bicara AFP, Restituto Padilla mengatakan pada hari Rabu bahwa pasukan pemerintah telah merebut kembali 90 persen Marawi, termasuk bagian dari pusat kota dan dua jembatan yang menuju ke sana.[84][85] Menurut Padilla, lonjakan jumlah militan mungkin ada kaitannya dengan para simpatisan yang mereka bebaskan dari penjara kota, namun militer berhasil mengamankan semua titik masuk dan keluar untuk mencegah kemungkinan bala bantuan bagi militan.[84]

Associated Press melaporkan bahwa sebelas tentara tewas dan tujuh lainnya terluka oleh friendly fire dalam serangan udara militer saat pasukan keamanan pemerintah berjuang mengusir sisa-sisa kelompok militan dari kota tersebut.[86] Seorang juru bicara AFP mengatakan insiden tersebut terjadi saat pesawat turboprop serangan sekunder SIAI-Marchetti S.211 mereka "berada dalam pengeboman berjalan bom atas posisi militan di Marawi" pada hari Rabu ketika sebuah bom tanpa sengaja menghantam posisi tentara yang terkunci dalam jarak dekat dengan para militan. Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana memerintahkan investigasi atas insiden tersebut.[86]

Sedikitnya delapan militan telah menyerah kepada pasukan pemerintah pada hari Rabu.[87] Menurut juru bicara AFP, Restituto Padilla, para militan menyerahkan diri ke unit Jenderal Angkatan Darat Custodio Parcon dan "telah memberikan intelijen yang sangat berharga". Ini adalah pertama kalinya para anggota kelompok militan menyerah sejak pengepungan terhadap Marawi pada 23 Mei 2017.[87] Tambahan marinir dan perbekalan bantuan tiba melalui kapal pengangkut pada 31 Mei.[88]

Juni

1 Juni

Dalam sebuah konferensi pers, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengumumkan bahwa delapan militan asing telah tewas di Marawi, mereka telah mengidentifikasi lima di antaranya sebagai warga Malaysia, Indonesia, Arab Saudi, Yaman, dan seorang Chechnya.[89] Lorenzana juga mengatakan bahwa mereka telah merevisi perkiraan mereka mengenai jumlah militan yang terlibat dalam serangan Marawi sejak pekan lalu dari semula 100 militan menjadi 500 militan, yang menurutnya terdiri dari 260 militan Maute, 100 militan Abu Sayyaf di bawah Isnilon Hapilon, dan sisanya dari organisasi militan lokal lainnya. Dia mengatakan bahwa 280 militan telah melarikan diri dari kota tersebut, beberapa di antara mereka berbaur dengan warga sipil di kota-kota tetangga sementara sekitar 50 sampai 100 militan tetap tinggal di Marawi.[90]

Sebuah friendly fire besar terjadi di Marawi. Dua pesawat Angkatan Udara Filipina mengebom posisi pemberontak di Kota Marawi, namun satu pesawat meleset targetnya dan malah mengebom pasukan pemerintah di darat, menewaskan 10 tentara.[91][92]Setelah insiden tersebut, Presiden Senat Aquilino Pimentel III meminta peninjauan strategi militer Filipina dalam kampanye militer yang sedang berlangsung terhadap kelompok militan di Marawi.[93] Senator Antonio Trillanes menyebut insiden tersebut "tragis dan disayangkan" saat dia meminta militer untuk memastikan bahwa insiden serupa tidak akan pernah terjadi lagi. Senator Panfilo Lacson mendorong publik untuk mendukung AFP dan juga penyelidikan yang sedang dilakukan.[93]

2 Juni

Juru bicara Istana Malacañang Ernesto Abella menyingkirkan spekulasi bahwa Serangan Resorts World Manila 2017 yang terjadi pada dini hari 2 Juni 2017 di Pasay terkait dengan serangan militer yang sedang berlangsung terhadap kelompok Maute di Marawi atau NIIS. Dia juga membantah kemungkinan adanya hubungan terorisme dalam insiden tersebut.[94]

Dalam pengkinian mengenai situasi di Marawi kepada, juru bicara AFP mengatakan bahwa militan tetap bersembunyi di bangunan-bangunan komersial di pusat kota dan mereka yakin Isnilon Hapilon masih berada di Marawi. Dia juga mengakui bahwa batas waktu 2 Juni mereka sebelumnya untuk benar-benar merebut kembali kota dari kelompok militan tidak akan tercapai karena mereka terus memberikan perlawanan yang signifikan.[95] Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui kedutaan besarnya di Manila berhasil menyelamatkan 17 warganya dari Marawi pada hari Kamis dengan bantuan dari AFP.[96]

3 Juni

Pada 3 Juni 2017, Presiden Duerte dan Nur Misuri dari MNLF membuat perjanjian bahwa 2000 pejuang MNLF masuk ke dalam Militer Filipina dan bergabung dalam pertempuran di Marawi.[97]

4 Juni

Pada 4 Juni 2017, kesepakatan gencatan senjata tercapai antara pemerintah Filipina dan para pejuang NIIS yang masih bertahan di pusat Marawi. Gencatan senjata ini telah difasilitasi oleh MILF, yang telah diminta oleh Presiden Duerte untuk membantu menegosiasikan suatu penyelesaian di mana warga sipil yang masih terjebak di kota dapat dievakuasi. Gencatan senjata dimulai pukul 08.00 dan bertahan selama empat jam. Namun, unit Militer Filipina di kota tersebut menolak untuk menerima persyaratan gencatan senjata, dan hanya mengizinkan evakuasi orang-orang di daerah pinggiran yang dikuasai NIIS. Pertempuran di kota pecah pada pukul 09.00. Tentara mengklaim bahwa 170 warga sipil dievakuasi, sementara seorang juru bicara kepresidenan mengklaim bahwa 134 dievakuasi—lebih sedikit daripada hari-hari sebelumnya— menyebabkan sekitar 2.000 warga sipil terjebak di kota tersebut.[98][99]

Pihak berwenang mengklaim bahwa jumlah korban sipil meningkat dari 20 menjadi 38, semuanya terbunuh oleh militan, sementara penduduk setempat mengklaim bahwa serangan udara telah membunuh puluhan warga sipil.[99]

6 Juni

Pada 6 Juni 2017, polisi di Davao menahan Cayamora Maute, sesepuh berusia 67 tahun dari pemimpin kelompok Maute. Dia ditahan di sebuah pos pemeriksaan Satuan Tugas Davao di Sirawan, Distrik Toril. Cayamora naik van yang memakai masker bedah untuk menghindari identifikasi, saat mereka dihentikan di pos pemeriksaan.[100]

9 Juni

Pada 9 Juni 2017, polisi menerima informasi dan menahan ibu pemimpin kelompok teroris Maute, Ominta Romato Maute. Ominta, yang juga dikenal sebagai Farhana, ditahan di kota Masiu di Lanao del Sur, bersama dengan dua anggota keluarga yang terluka lainnya dan 7 perempuan lainnya yang tidak dikenal.[101]

20 Juni

Dalam sebuah pidato di sebuah pusat evakuasi di Iligan, di dekat Kota Marawi pada 20 Juni 2017, Presiden Duterte meminta maaf karena terpaksa melancarkan serangan militer ke Kota Marawi, hingga kota berpenduduk mayoritas Muslim tersebut menjadi reruntuhan.[102] Namun menurutnya, tindakan tersebut harus dilakukan demi menghancurkan kelompok teroris yang mengaku berkiblat kepada NIIS, yang bercokol di sana.

23 Juni

Pemerintah Filipina menerima tawaran Australia untuk mengirimkan dua pesawat pengintai AP-3C Orion untuk membantu Angkatan Bersenjata Filipina di Marawi.[103]

24 Juni

Menurut beberapa situs berita, pemimpin Abu Sayyaf dan emir dari NIIS Filipina Isnilon Hapilon mundur dari Marawi, menurut Letnan Jenderal Carlito Galvez, kepala Komando Mindanao Barat. Namun, menurut Militer Filipina, pelariannya dari kota tersebut belum dikonfirmasi.[104]

Militer Filipina mendeklarasikan sebuah gencatan senjata 8 jam efektif mulai tanggal 25 Juni pukul 06.00 untuk memberikan kesempatan merayakan Idul Fitri namun telah menyatakan bahwa gencatan senjata akan dicabut jika militan melepaskan tembakan terhadap pasukan pemerintah atau warga sipil.[105]

25 Juni (mulai Idul Fitri)

Pukul 06.50 di tengah doa bersama untuk perayaan Idul Fitri yang diadakan di gedung capitol provinsi, terdengar suara yang diduga tembakan; beberapa menit setelah gencatan senjata sepihak oleh pemerintah diumumkan. Titik masuk dan keluar ke Marawi tetap dijaga oleh pasukan keamanan pemerintah melawan masuknya bantuan kepada pasukan Maute dan membantu warga sipil yang melarikan diri dari kota.[106]

Juli

3 Juli

Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan pemimpin senior NIIS Isnilon Hapilon diyakini bersembunyi di dalam salah satu masjid di Marawi.[107]

4 Juli

Juru buca kepresidenan Ernesto Abella mengonfirmasikan laporan bahwa Maute telah menjarah harta yang diperkirakan bernilai P500 juta dari Marawi.[108] Danasalan College, which had been used by the militants as a sniper roost, was retaken by government troops and 410 firearms were recovered since clearing operations begin.[109]

Jumlah korban

Pemakaman tentara yang tewas dalam konflik.

Per 2 Juli 2017, jumlah korban dilaporkan sebagai berikut:

Kepala Kepolisian Malabang, Romeo Enriquez, yang disebut oleh Presiden Duterte telah dipenggal dalam pidatonya pada 24 Mei 2017[111] sebagai salah satu dasar untuk deklarasi darurat militernya sehari sebelumnya, kemudian ditemukan masih hidup.[112][113][114] Petugas polisi yang tewas kemudian diidentifikasi oleh Kepolisian Nasional Filipina (PNP) ARMM sebagai Inspektur Senior Freddie Solar, mantan kepala polisi Malabang dan anggota Unit Penegakan Narkoba dari Kepolisian Provinsi Lanao del Sur.[115]

Reaksi

Domestik

Pemerintah

Duterte memberi pengarahan ringkas kepada Brigade Infanteri Mekanis ke-2 di Iligan.
Duterte memberi pengarahan ringkas kepada Divisi Infanteri ke-4 di Markas-6 pasukan mengenai krisis.

Menyusul bentrokan tersebut, Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan darurat militer di Mindanao pada pukul 22.00 (UTC+8 ) tanggal 23 Mei 2017. Sesuai Konstitusi 1987, status darurat militer awalnya akan berlangsung selama 60 hari. Presiden Duterte juga memutuskan untuk mempersingkat kunjungan diplomatiknya di Rusia.[116]

Wakil Presiden Leni Robredo mulai mengorganisasi sumbangan[117][118] dan mengarahkan operasi bantuan untuk para korban.[119]

Beberapa pos pemeriksaan didirikan di Metro Manila pada hari Minggu, 28 Mei 2017.[120]

Departemen Pendidikan meluncurkan program Brigada untuk Marawi (terj. har.'Brigade untuk Marawi') program untuk membantu guru dan siswa pengungsi dari Marawi. Sebagai bagian dari program ini, departemen tersebut telah menggalang sumbangan dari masyarakat, melacak para guru dan siswa pengungsi dan memberikan bantuan psikologis kepada guru yang terkena dampak.[121] Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan berjanji untuk memberikan bantuan satu kali sebesar ₱1,000 kepada masing-masing keluarga pengungsi. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan keluarga Muslim untuk tetap menjalankan puasa Ramadan.[122]

Unit pemerintah daerah

Pemerintah Region Otonomi Muslim Mindanao telah mengalokasikan ₱35 juta sebagai bantuan bagi penduduk Marawi yang mengungsi. Dinas kesehatan daerah juga telah mendirikan pusat operasi untuk pengungsi tersebut.[123] Other governments in Mindanao has also provided relief aid such as Compostela Valley and Davao City.[124]

Institutsi

Universitas Makati mulai memasukkan para pengungsi dari Marawi, dan anak-anak tentara yang bertempur dalam konflik di bawah program beasiswa.[125]

Sektor keagamaan dan pemimpin masyarakat

Para sultan Lanao menulis sebuah surat terbuka kepada Presiden Rodrigo Duterte mendesak penyelesaian cepat krisis Marawi.

Presiden Konferensi Waligereja Filipina (CBCP), Socrates Villegas, pada hari Rabu, 24 Mei, memohon doa setelah militan Maute menyandera seorang pastor dan beberapa umat paroki di Marawi. Presiden CBCP juga meminta pasukan pemerintah untuk "menjadikan keselamatan para sandera sebagi pertimbangan primordial" sambil memastikan bahwa hukum ditegakkan.[126]

Pusat Islam dan Demokrasi Filipina mengutuk tindakan kelompok militan yang mengatakan bahwa tindakan mereka bertentangan dengan ajaran Islam. Kelompok Muslim tersebut menyatakan bahwa insiden tersebut terjadi pada saat umat Islam bersiap untuk Ramadan, yang menurut mereka menyebabkan tindakan militan menjadi semakin keji.[127] Dua puluh dua sultan dan imam dari Marawi juga mendesak Presiden Rodrigo Duterte untuk menyelesaikan krisis tersebut sebelum akhir bulan Ramadan dan mengatakan kepada militan yang menurut mereka bukan orang Marawi untuk meninggalkan kota yang terkepung tersebut dan menegaskan bahwa Islam menghormati norma-norma dan kemanusiaan.[128]

Media sosial

Peringatan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) mengenai penggunaan media sosial sehubungan dengan Krisis Marawi.

Reaksi terhadap deklarasi darurat militer beragam di media sosial.[129] Di tengah laporan pemenggalan dan penculikan yang tidak dikonfirmasi, juru bicara PNP Dionardo Carlos mengimbau dalam sebuah konferensi pers yang ditujukan kepada publik untuk membatasi "apa yang mereka ketahui apa yang mereka lihat" dalam menulis berita yang berhubungan dengan insiden Marawi di media sosial.[130] Sejumlah tokoh pertelevisian Filipina mengungkapkan reaksi mereka terhadap bentrokan yang sedang berlangsung antara pasukan pemerintah dan kelompok teror Maute di Mindanao. Beberapa selebriti Pinoy juga menyerukan persatuan meski ada perbedaan dalam aliansi politik.[131]

Internasional

Tiongkok,[132] Rusia,[133] dan Amerika Serikat[134] menyatakan dukungannya untuk upaya keamanan Pemerintah Filipina, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengungkapkan belasungkawa kepada korban krisis.[133]

Malaysia mulai memperketat perbatasannya dengan Filipina tidak lama setelah Presiden mengumumkan darurat militer,[135] sementara Britania Raya memperingatkan warganya untuk menghindari bepergian ke Mindanao barat.[136]

Malaysia, Filipina, dan Indonesia akan meluncurkan patroli gabungan di perairan Mindanao untuk menangkal ancaman dari kelompok NIIS. Patroli laut gabungan di perairan yang membatasi tiga negara tersebut akan mulai pada 19 Juni 2017.[137]

Sementara itu, militer Indonesia juga akan memperkuat pulau terluarnya yang berbatasan dengan Filipina dengan membangun lebih banyak pangkalan militer untuk mencegah kelompok militan memasuki Indonesia.[138]

Referensi

Pranala luar