Varian Delta SARS-CoV-2

varian dari SARS-CoV-2

Varian Delta SARS-CoV-2, juga dikenal sebagai garis keturunan B.1.617.2 atau G/452R.V3,[1] adalah varian dari garis keturunan B.1.617 dari SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19.[2] Varian ini termasuk varian yang dianggap penting. Ia ditemukan di India pada akhir tahun 2020[3][4] dan diduga bertanggung jawab terhadap sebagian peningkatan kasus pada gelombang kedua pandemi di India yang dimulai sejak Februari 2021.[5][6][7]

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melabeli varian ini sebagai varian Delta bukan untuk menggantikan nama ilmiah, melainkan sebagai nama yang dipakai secara umum di ruang publik.[8] WHO menganggapnya sebagai varian yang diwaspadai (variant of concern).[9]

Sifat

Gejala

Gejala umum yang dilaporkan adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, atau demam.[10][11] Di Britania Raya, tempat yang 91 persen kasus barunya adalah varian Delta, salah satu penelitian menemukan bahwa gejala paling sering adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek.[12]

Transmisi

Pada Mei 2021, Kesehatan Masyarakat Inggris (PHE) menemukan bahwa laju serangan sekunder lebih tinggi 51–67 persen daripada varian Alpha.[13]

Genetika

Mutasi asam amino varian Delta SARS-CoV-2 yang dipetakan pada peta genom SARS-CoV-2 dengan sorotan pada bagian bulir
Mutasi pada varian Delta
(hanya yang mengubah asam amino)
GenNukleotidaAsam amino
ORF1bP314L
P1000L
BulirT19R
E156hapus
F157hapus
R158G
L452R
T478K
D614G
P681R
D950N
ORF3aS26L
MI82T
ORF7aV82A
T120I
ND63G
R203M
D377Y
Sumber: CoVariants,[14] CDC[15]
Catatan: N501Y berarti perubahan dari asparagina (N) menjadi tirosina (Y) pada posisi asam amino 501.[16]

Mutasi pada SARS-CoV-2 cukup sering: lebih dari empat ribu mutasi telah dideteksi hanya pada bulir proteinnya menurut Konsorsium Britania Raya untuk Genom COVID-19.[17]

Varian ini terdiri dari 23 mutasi: 16 mutasi tak bersinonim, 2 mutasi hapus, dan 5 mutasi bersinonim,[14] yaitu 18 mutasi yang mengubah protein dan 5 mutasi yang tidak berdampak.[18]

Mutasi L452R menguatkan afinitas protein bulir terhadap reseptor ACE2 sehingga mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenalinya.[19][20]

Efikasi vaksin

Pada Juni 2021, Kesehatan Masyarakat Inggris mengumumkan bahwa mereka telah melakukan penelitian yang menemukan bahwa, setelah dua dosis, vaksin Pfizer–BioNTech dan Oxford–AstraZeneca masing-masing 96 dan 92 persen efektif dalam mencegah penderita dirumahsakitkan akibat varian Delta.[21]

Penyebaran

Pada 3 Mei 2021, varian ini telah masuk ke Indonesia.[22] Per 4 Juli 2021, terdapat 398 kasus di Indonesia yang terkena varian Delta.[23]

Lihat pula

Referensi

Pranala luar