Kawalan kelahiran

Pengawalan kelahiran atau pengaturan kelahiran (juga kontrasepsi) adalah suatu regimen satu atau lebih tindakan, peralatan, atau perubatan yang diikuti untuk mencegah atau mengurangkan kebarangkalian mengandung atau kelahiran. Pencegahan hamil juga boleh merujuk khusus kepada mekanisme yang bertujuan mengurangkan kemungkinan pensenyawaan ovum oleh spermatozoon.

Kemudahan rancangan keluarga di Kuala Terengganu, Malaysia.

Sejarah kawalan kelahiran bermula dengan pengetahuan yang persetubuhan boleh menyebabkan kehamilan. Bentuk terawal kawalan kelahiran adalah koitus terganggu, pesari dan penggunaan herba yang dipercayai boleh mencegah kehamilan atau merupakan abortifasien. Rekod terawal penggunaan kawalan kelahiran ialah arahan membuat pesari pencegahan hamil dari Mesir Purba.

Terdapat pelbagai kaedah untuk mengawal kelahiran, setiapnya dengan ciri-ciri tersendiri. Sebagai contoh, kondom merupakan satu-satunya yang juga melindungi dengan baik dari penyakit berjangkit melalui seks. Pandangan budaya dan agama terhadap kawalan kelahiran juga banyak berbeza.

Kaedah

Kaedah kontrasepsi meliputi jenis penghalang, kontrasepsi hormonal, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), sterilisasi, dan kaedah perilaku. Kaedah ini digunakan sebelum atau selama berhubungan seks sedangkan kontrasepsi darurat efektif hingga beberapa hari setelah melakukan hubungan seks. Kecekapan kaedah pengawalan ini biasanya dinyatakan sebagai jumlah peratusan wanita yang hamil setelah menggunakan kaedah yang diberikan selama tahun pertamanya[1] dan kadangkalanya sebagai kebarangkalian kegagalan seumur hidup di antara kaedah dengan kecekapan tinggi, seperti pengikatan tuba/saluran falopii.[2] Kaedah yang paling efektif adalah kawalan yang tahan lama dan tidak memerlukan kunjungan pakar kesihatan secara terus-menerus.[3] Kontrasepsi jenis-jenis sempurna, implan, dan alat dalam rahim mendapatkan kebarangkalian kegagalan pada tahun pertama kurang dari 1%.[3] Pil kontrasepsi hormonal, koyo atau cincin, dan kaedah amenore laktasi (MAL), , juga memiliki tahap kegagalan pada tahun pertama (atau untuk MAL, enam bulan pertama) kurang dari 1% apabila ia digunakan dengan ketat.[3] Penggunaan yang tidak tepat menghasilkan tahap atau kebarangkalian kegagalan pada tahun pertama cukup tinggi iaitu pada sekitar 3-9%.[3] Kaedah lain seperti pemahaman kesuburan (kaedah kalender), kondom, diafragma, dan spermisida memiliki kebarangkalian kegagalan pada tahun pertama yang lebih tinggi, terutamanya dengan penggunaan yang tepat.[3]

Meskipun semua kaedah kontrasepsi bisa ada kemungkinan kesan yang tidak diinginkan, risikonya lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko yang datang hasil kehamilan.[3] Setelah menghentikan pengunaan berbagai-bagai kaedah kontrasepsi termasuk melalui kaedah oral, AKDR, implan dan suntikan, kebarangkalian kehamilan pada tahun berikutnya sama dengan mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi.[4]

Bagi mereka yang mempunyai masalah kesihatan, bentuk-bentuk kontrasepsi tertentu mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.[5] Sebaliknya, bagi wanita yang sihat, kebanyakan kaedah kontrasepsi tidak mewajibkan pemeriksaan perubatan termasuk pil kontrasepsi, suntik atau implan, dan kondom.[6] Secara khususnya, pemeriksaan panggul, pemeriksaan payudara, atau ujian darah sebelum memulakan pil perancang tampaknya tidak memengaruhi hasil, sehingga ia tidak diwajibkan.[7][8] Pertubuhan Kesihatan Sedunia pada tahun 2009 mengeluarkan daftar terperinci mengenai kriteria kelayakan setiap jenis kontrasepsi yang tersendiri.[5]

Hormon

Pengawalaturan jenis ini berfungsi mencegah terjadinya ovulasi dan fertilisasi.[9] Bahan pendorongnya tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk pil oral, implan/suntikan di bawah kulit, suntikan, koyo, AKDR dan cincin faraj. Kontrasepsi jenis ini buat masa sekarang hanya tersedia untuk wanita. Ada dua jenis kontrasepsi oral, yaitu pil kontrasepsi oral kombinasi dan pil progestogen saja.[10] Bila dilakukan selama kehamilan, kontrasepsi hormonal tidak meningkatkan risiko keguguran dan maupun kelainan bawaan.[11]Kontrasepsi hormonal kombinasi diasosiasikan dengan sedikit peningkatan risiko vena dan gumpalan darah arteri; akan tetapi, risikonya lebih kecil dibandingkan dengan risiko yang terkait dengan kehamilan.[12] Karena risiko ini, kontrasepsi hormonal kombinasi tidak disarankan bagi wanita berusia di atas 35 tahun yang masih merokok.[13] Kesan pengunaan ia kepada syahwat seksual pengguna berbeza-beza dengan peningkatan atau penurunan syahwar seksual pada beberapa orang, tapi kebanyakan pengguna tidak mengalami efek tersebut.[14] Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan risiko kanser ovarium dan kanser endometrium dan tidak mengubah risiko barah payudara.[15][16] Kontrasepsi ini seringkali mengurangi perdarahan haid dan nyeri haid.[11] Dosis estrogen yang lebih rendah pada cincin vagina dapat mengurangi risiko nyeri payudara, mual, dan sakit kepala yang diasosiasikan dengan produk-produk dengan dosis estrogen yang lebih tinggi.[15]

Kontrasepsi pil progestin/minipil, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim tidak diasosiasikan dengan peningkatan risiko penggumpalan darah dan dapat digunakan oleh wanita yang sebelumnya memiliki gumpalan darah di pembuluh vena mereka.[12][17] Pada mereka yang memiliki riwayat gumpalan darah arteri, kontrasepsi non-hormonal atau metode progestin saja selain versi suntik sebaiknya digunakan.[12] Kontrasepsi pil progestin mungkin meringankan gejala haid dan dapat digunakan oleh wanita menyusui karena tidak mempengaruhi produksi ASI.Perdarahan tak teratur mungkin terjadi pada metode progestin saja, di mana beberapa pengguna melaporkan tidak mengalami haid.[18] Progestin drospirenon dan desogestrel mengurangi efek samping androgen tetapi meningkatkan risiko gumpalan darah, sehingga tidak menjadi pilihan pertama.[19] Tingkat kegagalan pada tahun pertama dari progestin suntik, Depo-Provera, masih diperdebatkan, dengan angka yang bervariasi mulai dari di bawah 1%[20] hingga 6%.[21]

Alatan

Perbuatan manusia

Kekerapan

Secara global, pada tahun 2009, sekitar 60% jumlah pasangan yang menikah dan mampu mempunyai anak menggunakan kontrasepsi.[22] Berbagai-bagai langkah yang digunakan sangat berbeza dari satu negara ke satu negara yang lain.[22] Kaedah yang paling banyak digunakan di negara maju adalah kondom dan kontrasepsi oral, sedangkan di Afrika adalah kontrasepsi oral dan di Amerika Latin serta Asia sterilisasi.[22] Di negara berkembang secara keseluruhan, 35% kontrasepsi menggunakan kaedah sterilisasi pada perempuan, 30% menggunakan AKDR, 12% dengan kontrasepsi oral, 11% dengan kondom, dan 4% dengan sterilisasi pada laki-laki.[22]Walaupun lebih jarang digunakan di negara maju dibandingkan dengan di negara berkembang, jumlah perempuan yang menggunakan AKDR sampai dengan tahun 2007, mencapai kurang lebih 180 juta.[23] Menghindari hubungan seks saat masa subur digunakan oleh sekitar 3,6% perempuan dalam usia subur, dengan pengguna yang terbanyak 20% berada di wilayah Amerika Selatan.[24] Selewat tahun 2005, terdapat 12% pasangan yang menggunakan kontrasepsi dalam kalangan lelaki (sama ada melalui kondom ataupun vasektomi) dengan kebarangkalian yang lebih tinggi di negara maju.[25] Penggunaan kontrasepsi untuk laki-laki menurun pada rentang waktu tahun 1985 dan 2009.[22] Penggunaan kontrasepsi di antara perempuan di Afrika Sub-Sahara meningkat dari 5% pada tahun 1991 menjadi sekitar 30% pada tahun 2006.[26] Per tahun 2012, 57% perempuan usia subur ingin melakukan pencegahan kehamilan (867 dari 1520 juta).[27]

Sekitar 222 juta perempuan mengalami kesulitan mengakses alat kontrasepsi, 53 juta di antaranya berada di Afrika sub-Sahara dan 97 jutanya berada di Asia.[27] Keadaan ini menyebabkan terjadinya 54 juta kehamilan tidak terancang dan kematian sewaktru hamil mencapai hampir 80,000 orang dalam setahun.[22] Sebahagian alasan adanya perempuan yang tidak dapat memperoleh alat kontrasepsi adalah kerana banyak negara mencegah hal ini dengan alasan agama atau politiK,[28] sedangkan hal lain yang menyumbangkan kepada keadaan ini adalah kemiskinan.[29] Dengan adanya undang-undang yang ketat mengenai pengguguran di Afrika Sub-Sahara, banyak perempuan melakukan pengguguran kandungan secara haram kepada kehamilan yang tidak diingini, sehingga menyebabkan terjadinya sekitar 2-4% pengguguran berbahaya setiap tahun.[29]

Rujukan

Bacaan lanjut

Pautan luar